Di tahun 1972, saat perombakan mesjid besar di Sana’a, ibukota Yaman, para kuli menemukan kumpulan naskah dalam jumlah yang sangat besar di ruang atas dekat atap. Seluruh tumpukan naskah ini berada diantara tumpukan karung kentang. Tumpukan naskah itu tetap akan tidak diketahui jika saja Dr. Gerard Puin tidak datang ke tempat itu 7 tahun kemudian. Dr. Gerard Puin adalan ilmuwan Jerman yang ahli Qur’an.


Di tahun 1972, saat perombakan mesjid besar di Sana’a, ibukota Yaman, para kuli menemukan kumpulan naskah dalam jumlah yang sangat besar di ruang atas dekat atap. Seluruh tumpukan naskah ini berada diantara tumpukan karung kentang. Tumpukan naskah itu tetap akan tidak diketahui jika saja Dr. Gerard Puin tidak datang ke tempat itu 7 tahun kemudian. Dr. Gerard Puin andalan ilmuwan Jerman yang ahli Qur’an.

Naskah dibukukan.
Puin seketika menyadari pentingnya penemuan itu. Bekerja sama dengan ahli Qur’an lokal, dia menyusun dengan hati² naskah² tersebut dan membuat ribuan foto.

Pecahan naskah Qur’an dan gambar mesjid.
Empat pecahan naskah menangkap perhatian Puin seketika, karena berisi bagian Sura terakhir Qur’an. Dan tidak seperti
Qur’an² yang ada sekarang, naskah itu mencantumkan gambar mesjid. Hal ini merupakan bukti penting keaslian naskah
tersebut.

Dr. Gerard Puin:
Karena gambar ini dan pesan historisnya, kita bisa menentukan waktu sangat tepat bahwa Qur’an ini dibuat di jaman Al Walid, yakni tahun 705 – 715 M.


Arab gundul.
Dengan begitu kumpulan naskah ini merupakan Qur’an tertua di dunia, yang dibuat 70 tahun setelah Muhammad mati. Dari kumpulan naskah diantara karung² kentang, Puin juga menemukan naskah-naskah dari hampir 1000 Qur’an yang
berbeda. Perbedaan jenis tulisan di naskah-naskah Qur’an ini dengan tulisan di Qur’an modern sangatlah mencengangkan.
Tulisan di naskah tanpa tanda baca koma atau titik sama sekali (Arab gundul). Hal ini berarti satu huruf bisa mengandung sampai 30 arti yang berbeda.
Dr. Gerard Puin:
Banyaknya kemungkinan cara membaca Qur’an ini menunjukkan bahwa Qur’an ini tidak ditulis melalui pengimlaan per kata. Qur’an ini tidak bermakna sejelas seperti Qur’an versi Kairo.


Hasil forensik menunjukkan tulisan-tulisan lain yang ditindihi
tulisan baru.
Juga terdapat penemuan lain yang peting. Teknik forensik sederhana menunjukkan bahwa tulisan lain yang telah dihapus dan ditindihi dengan tulisan lain di atasnya. Meskipun tulisan yang tersembunyi itu menunjukkan makna yang tidak bertentangan dengan tulisan di atasnya, tapi kata-kata telah diubah, dan ayat-ayat dan seluruh Sura disusun ulang kembali.


Dr. Patrick Sookhdeo:
Jika penelitian ini benar, terutama tentang tahunnya, maka ini berarti, berdasarkan fakta, Qur’an tidak tersusun sebagai satu rangkuman dan satu keseluruhan di tahun 650M, tapi dikembangkan lama setelah itu, berdasarkan tumpukan
tulisan di atas naskah tersebut. Berkenaan dengan Qur’an Sana’a ini, berikut adalah tambahan komentar Gerard Puin, kafirun Jerman yang ahli text Qur’an: http://www.theatlantic.com/past/issues/99jan/koran.htm”
In a 1999 Atlantic Monthly article, Gerd Puin is saying:
“My idea is that the Koran is a kind of cocktail of texts that were not all understood even at the time of Muhammad. Many of them may even be a hundred years older than Islam itself. Even within the Islamic traditions there is a huge body of contradictory information, including a significant Christian substrate; one can derive a whole Islamic anti-history from them if one wants. The Qur’an claims for itself that it is ‘mubeen,’ or clear, but if you look at it, you will notice that every fifth sentence or so simply doesn’t make sense. Many Muslims will tell you otherwise, of course, but the fact is that a fifth of the Qur’anic text is just incomprehensible. This is what has caused the traditional anxiety regarding translation. If the Qur’an is not comprehensible, if it can’t even be understood in Arabic, then it’s not translatable into any language. That is why Muslims are afraid. Since the Qur’an claims repeatedly to be clear but is not—there is an obvious and serious contradiction. Something else must be going on.”
terjemahan:
Pendapatku adalah Qur’an itu bagaikan campur aduk berbagai tulisan yang tidak sepenuhnya dimengerti bahkan di jaman Muhammad. Banyak dari tulisan ini yang bahkan berusia ratusan tahun lebih tua daripada Islam itu sendiri. Bahkan dalam tradisi Islam sendiri terdapat keterangan yang bertentangan dalam jumlah yang sangat besar, termasuk bahasa Kristiani yang penting. Jika ingin, orang bisa mendapatkan seluruh keterangan sejarah yang bertolak belakang dengan Islam. Qur’an sendiri mengaku sebagai ‘mubein’ atau jelas, tapi jika kau mencoba membacanya, kau akan menyadari bahwa ada seperlima kalimat-kalimat dalam Qur’an yang tidak bisa dimengerti. Tentu saja banyak Muslim yang tidak akan mengakui hal ini, tetapi pada kenyataannya seperlima dari ayat-ayat Qur’an memang tidak bisa dimengerti. Hal ini menyebabkan adanya usaha penolakan terhadap usaha penerjemahan. Jika Qur’an sendiri tidak bisa dimengerti, bahkan tidak juga dalam bahasa Arab, maka tentunya Qur’an tidak bisa diterjemahkan dalam bahasa lain apapun.

Itulah sebabnya mengapa Muslim ketakutan. Karena Qur’an mengaku sebagai tulisan yang jelas padahal tidak, maka terdapat kontradiksi yang jelas dan serius. Tentunya ada maksud terselubung di belakangnya.