Menurut polisi di Peoria, Arizona, Falen Hassan Almaleki dituduh sengaja menabrak putrinya (dengan mobil) pada tanggal 20 Oktober karena dia telah menjadi terlalu “kebarat-baratan” (“Police: Strict Iraqi Father Ran Daughter Down,” myfoxphoenix.com, 22 Okt. 2009). Wanita berumur 22 tahun tersebut, Noor, masuk rumah sakit dengan luka-luka yang membahayakan hidupnya. Sepertinya ini adalah sebuah percobaan “pembunuhan kehormatan” (honor killing), yang didefinisikan oleh Human Rights Watch sebagai “tindakan-tindakan kekerasan, biasanya pembunuhan, yang dilakukan oleh anggota keluarga laki-laki terhadap anggota keluarga wanita, yang ditenggarai telah mendatangkan kehinaan bagi keluarga.” Hal ini sangat sering terjadi di Timur Tengah dan Turki. Menurut PBB, 5000 wanita dibunuh setiap tahun (“Murder in the Family,” Fox News, 26 Juli 2008). Para pelakunya biasanya bebas atau kena hukuman ringan. Para pembela Islam berpura-pura bahwa pembunuhan-pembunuhan kehormatan ini berasal dari “kebudayaan” setempat dan bukanlah produk Islam, tetapi Jihad Watch melaporkan bahwa di tahun 2003, Parlemen Yordania memilih untuk menolak sebuah undang-undang yang akan memperberat hukuman bagi pembunuhan kehormatan, dengan ALASAN-ALASAN ISLAMI, dan Al-Jazeera melaporkan bahwa “para Islamis dan konservatif mengatakan bahwa hukum tersebut melanggar tradisi religius dan akan menghancurkan nilai-nilai dan keluarga” (“Muslim Ran Down Daughter,” Jihad Watch, 22 Okt. 2009). Pembunuhan kehormatan sedang meningkat di Amerika Serikat. Kasus yang pertama kali terdokumentasi adalah pada November 1989, ketika Zein Isa, seorang teroris Palestina yang tinggal di St. Louis, membunuh putrinya yang 16 tahun, Tina, karena dia memiliki seorang pacar, menghadiri sebuah acara dansa di sekolah, dan melamar untuk kerja di restoran Wendy’s. Ibunya memegangi dia sambil ayahnya menusukkan sebuah pisau 9-inci ke dadanya 13 kali, dan sang ibu berteriak “Diam!” ketika anak perempuan itu meminta tolong (Ellen Harris, Guarding the Secrets: Palestinian Terrorism and a Father’s Murder of His Too-American Daughter, 1995). Pada bulan April 2004, Ismail Peltek dari Rochester, Minnesota, membunuh istrinya dan memecahkan tulang tengkorak putrinya karena dia “khawatir kehormatan keluarga saya sedang diambil” (Rochester Democrat & Chronicle, 24 April 2004). Pada bulan Januari 2008, ketika dua orang putri yang bersaudara, Amina dan Sarah Said, ditembak mati di Irving, Texas, oleh bapa mereka, Yaser Abdel Said, tante mereka, Gail Gartrell memberitahu para wartawan, “Ini adalah pembunuhan kehormatan” (“Honor Killing in Texas,” Human Events, 8 Jan. 2008). Pada bulan Juli 2008, Chaudhry Rashid mencekik putrinya hingga mati di Jonesboro, Georgia, “untuk mengembalikan kehormatan keluara” setelah putrinya itu berniat mengakhiri pernikahnnya yang karena dijodohkan. Pada bulan yang sama, di negara bagian New York sebelah atas, Waheed Mohammad yang berumur 22 tahun mencoba untuk membunuh saudarinya sendiri karena dia memakai pakaian barat. Ia menjelaskan penusukan yang dia lakukan dengan berkata bahwa saudarinya itu adalah “seorang wanita muslim yang buruk” (“An American Honor Killing,” New York Post, 23 Juli 2008). Pada bulan Februari 2009, Muzzammil Hassan memancung kepala istrinya, Aasiya, di New York bagian utara setelah dia mengajukan cerai. Phyllis Chesler, penulis buku “Are Honor Killings Simply Domestic Violence,” mengatakan “sifat buas dan mengerikan dari pembunuhan ini mensinyalkan bahwa ini adalah pembunuhan kehormatan” (“Beheading Appears to Be Honor Killing, Experts Say,” Fox News, 17 Feb. 2009). Baru-baru ini seorang hakim di Florida memerintahkan agar Fathima Rifga Bary yang 17 tahun itu dikembalikan ke Ohio walaupun dia menyatakan bahwa bapanya telah mengancam membunuhnya karena dia menjadi orang Kristen.