Inilah pelunasan janji kami untuk memberikan lukisan-langka Nabi Muhammad secara on-line.

Tentunya Anda sudah melihat lukisan keren Young Muhammad (gambar A) yang kami hadiahkan online kepada Anda dibulan yang lalu (www.buktidansaksi.com). Yang satu full color, yang satu lagi black and white. Banyak orang senang sekali melihat (dan membeli) lukisan tersebut, it is so beautiful! Maka  tak mudah untuk mengerti kenapa masih ada Muslim tertentu yang merasa lukisan itu bisa dianggap menghujat Nabi-nya. Bagaimanakah mereka bisa menjawab dengan nalar baik: Siapa yang menghujat, siapa yang dihujat, bagaimana gambar tersebut telah merusakkan sesuatu bagi si terhujat? Toh si pembuatnya adalah Oranous Ghasemi, wanita Muslim Iran yang baik-baik…

Oke, kita tidak mau buang waktu untuk urusan tuding menuding yang sia-sia.
Mari kita meneruskan dengan Hadiah yang kedua (B). Kali ini Nabi Muhammad tidak sendirian, melainkan di gambarkan bersama dengan sejumlah nabi nabi lainnya dalam kekerabatan yang indah. Apakah maksud baik pelukis ini juga menghujat? Sayang kita tak bisa lagi menginterviewnya.

Muhammad sedang bergandengan tangan dengan para nabi lainnya

(B). Lukisan nabi Muhammad sedang bergandengan tangan dengan para nabi lainnya

Ini adalah sebuah gambar yang mempromosikan aliran Confutopia di Taiwan, sebuah kombinasi dari kepercayaan damai Kong Hu Cu dan Utopia. Disini nabi Muhammad dilukiskan sedang bergandengan tangan dengan Krisna (atau mungkin nabi kaum aborigin Taiwan, tidak jelas) dan Kong Hu Cu, yang bergandengan dengan Yesus, Budha, Socrates, dan Lao-Tzu. Pelukisnya tentu tidak lain mencoba menggambarkan sebuah “religious harmony” yang paling diimpikan dunia. Kalau begitu siapa yang akan keberatan?
Nah, mari kita berdiskusi secara intelek atas isu ini.

Radikal Muslim akan berkata: Itu Haram, Islam keberatan!
Itu adalah kata Muslim radikal yang sudah dan gampang diprediksikan. Yang tidak gampang diprediksi adalah atas alasan absah manakah maka itu dipastikan haram. Apakah keharaman itu dengan mengatas-namakan Islam atau Allahu Akbar, padahal sesungguhnya mereka tidak serta merta bisa mengatas-namakan nabi Muhammad atau Al-Quran?! Ya, Quran dan Nabi justru membenarkan dan mengimani banyaknya nabi dan rasul dan tidak satupun dibedakannya (2:285 dll). Dan dalam banyak kasus, beliau justru menunjukkan kerinduannya untuk bertemu dalam kebersamaan…

Saatnya Muslim untuk tidak tersandera dalam “gila-syariah”

Makin jelas kita saksikan bahwa Muslim kian tersandera dalam “legalistik Islam” dengan mengorbankan maksud mulia dari sebuah hukum dan ajaran. Ini yang telah didamprat berulang-kali oleh Yesus kepada para Ahli Kitab ketika mereka begitu mendewakan wujud “syariat Taurat-nya”, sampai-sampai membutakan diri terhadap tujuan dan jiwa-Taurat itu sendiri: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat… Anak Manusia (Yesus) adalah juga Tuhan atas hari Sabat.” (Markus 2:27-28). Hukum Tuhan itu sesungguhnya fitrah kemanusiaan yang membebaskan, bukan suatu belenggu yang memperbudak:
“dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32).

Nah, gambar diatas bermaksud mempromosikan religious harmoni yang dengan gampang diperlihatkan dengan mewakilkannya kepada para tokoh agama. Itu tentu baik-baik saja. Bahwa pada agama tertentu, hal itu dianggap merendahkan nabinya (karena nabinya dianggap rankingnya melebihi yang lain misalnya), itu tidak usah serta-merta menjadikan para penganutnya yang gila-syariah harus naik pitam, menteror, dan mengamuk, bahkan membunuh orang-orang dari pemuja-pemuja “nabi-inferior” lainnya! Bahkan Yesus yang dipercaya oleh pengikutnya sebagai Lord of Lord (bukan sekedar nabi manusia), tidak akan merasa diriNya terhujat oleh gambar tersebut. Kenapa? Karena dua hal:
(1). Karena ketuhananNya tidak akan tergoyahkan oleh ulah si cecere. Dan
(2). Karena si cecere (sesungguh-sungguhnya) tidak tahu apa yang telah diperbuatnya.
Yesus berdoa kepada Bapa sorgawi ketika Ia paling hebat dihujat manusia, yaitu ketika Ia dipaku diatas kayu salib: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Saatnya Muslim menyidik rasul-rasul yang diklaim Muhammad
Semua nabi telah datang dan pergi, yang benar-benar  nabi maupun yang “nabi-nabian”. Kita tahu bahwa yang “nabi-nabian” selalu over-concern dengan jati-diri kenabiannya yang kurang terdukung oleh tanda-tanda ilahi. Maka ia cenderung berimaginasi bahkan merekayasa bual-bualan tentang superioritas-kenabiannya. Maka entah benar, entah bual dan salah, tetapi menurut versi nabi Muhammad, total ada 124.000 rasul-rasul Islamik yang diutus Allah keseluruh muka bumi (Hadis riwayat At-Tirmidzy, dari Abi Zar ra.) dan mencakupi setiap bangsa-bangsa  dunia, dan yang berbicara dalam bahasa kaumnya. Wah, kisah demikian sungguh merupakan konsep pemahaman kenabian yang hebat! Sebab disitu seolah tercermin keadilan Allah bagi setiap bangsa yang mendapatkan jatah “kue-pewahyuan-Nya”!

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul kepada setiap bangsa (untuk menyerukan): Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut (ilah)”
(Sura 16:36, terjemahan tandingan. Bandingkan dengan terjemahan Depag dll yang tampak sengaja menghilangkan kata ‘seorang’ karena hendak mengaburkan makna aslinya, seolah Allah telah mengutus rasul Muhammad pada semua umat. Pengosongan kata tersebut telah mencemarkan integritas Islam).

Jadi, yang telah diutus kesetiap bangsa disini bukanlah Muhammad, melainkan tiap-tiap nabi lokal untuk kaumnya, yang mencapai 124.000 rasul itu! Tetapi siapakah mereka itu? Sayang Muhammad hanya mampu menyebut 25 nama nabi dalam Quran. Dan sebagian diantara mereka itupun tidak diketahui persis siapa, dimana, kapan, bagaimana keabsahan (tanda kerasulan) dan perannya dalam membawa pesan-pesan wahyu Allah. Selebihnya 123.975 rasul tidak terjelaskan selamanya oleh Islam! Tidak tercarikan Kitab yang dibawakannya atau catatan seruannya, kecuali dikatakan bahwa setiap rasul itu adalah “berbahasa kaumnya sendiri, supaya dia menerangkan kepada mereka…” (Sura 14:4). Semuanya kosong, padahal Kalimat Allah yang dibawa oleh setiap rasul tidak seharusnya terhapuskan oleh manusia (jadi pasti menetap ada didunia) dan tidak ada perubahan bagi-Nya (Sura 6:34, 10:64 dll).

Jadi untuk India apakah ia Krisna Dwaipayana Wyasa (Maharesi Abyasa) atau Siddharta Gautama yang adalah nabinya Hindu-Budha? Untuk Tiongkok apakah ia Kong Hu Cu atau Lao Tse? Lalu untuk Indonesia, yang belum ada “bangsa Indonesia” diabad itu, melainkan antara lain bangsa bangsa Kutai dan Taruma, maka manakah nabi-nabinya? Apakah Mulawarman dari Kutai atau Purnawarman dari Tarumanegara atau lainnya? Bagaimana dengan Amerika dan Australia dengan bangsa Indian dan Aborigin-nya? Atau bangsa dan kaum Papua dizaman jahiliah? Dimanakah ajaran lisan Kalimat-Nya atau tulisan Kitab-Nya? Semakin diusut semakin nyata kepada kita bahwa 124.000 rasul-rasul tadi tidak membawa dokumen kenabiannya bahkan tidak membawa jati-diri dan jejak apapun dalam sejarah, ilmu dan arkeologi! Dengan kata lain, itu lebih merupakan hasil sebuah bualan atau kerinduan khayalan, ketimbang pewahyuan!

Lebih jauh lagi, pertanyaan paling bagus untuk setiap Muslim yang tidak “gila syariah”: “Benarkah 123.975 rasul itu telah betul-betul menyerukan dan menyembah Allah SWT (monotheist) dan menjauhi thaghut, ataukah malahan sebaliknya: menyembah “thaghut” dan tidak pernah kenal apa dan siapa itu Allah Islamik yang tauhid itu?

Menyembah Allah yang Tauhid atau Thagut?
Jangankan sosok “nabi-nabi misterius” diawal-awal peradaban yang tak tercarikan penyembahannya terhadap Allah yang tauhid, tetapi bahkan admiral Tiongkok Zheng He (Cheng Ho) yang dielu-elukan keislamannya di Indonesia dan diberi gelar Muhammad Cheng Ho, masih tidak betul-betul terbukti bahwa ia mengharamkan “Thaghut” yang disembah Kaisarnya.

Tablet Zheng He

Zheng He’s tablet paid equal homage to all the religions of Sri Lanka’s warring ethnic groups. Dated February 15, 1409

Di Sri Langka, ia justru membangun monumen yang berisikan satu batu prasasti dengan tiga inskripsi (The Galle Trilingual Inscription) Cina, Tamil dan Persia yang serentak memuja Budha, Shiva dan Allah dalam bobot yang sama. [Alex Perry A Testament to an Odyssey, A Monument to a Failure Set in stone: Sri Lanka].

Saat diucapkan oleh Nabi, tidak ada orang yang kritis bertanya tentang matematika 124.000 rasul yang setiapnya beriman kepada 4 entitas “surgawi” yang sama, yaitu: Allah – malaikat – kitab – dan rasul:

“Rasul telah beriman kepada Al Quran

yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,

demikian pula orang-orang yang beriman.

Semuanya beriman kepada

*Allah,

*malaikat-malaikat-Nya,

*kitab-kitab-Nya, dan

*rasul-rasul-Nya.

(Mereka mengatakan):

“Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (Sura 2:285)

Tetapi pada kenyataannya yang sejati – dan bukan retorika — tidak ada satupun Tuhan dari agama lain yang sama dengan Allah SWT yang diklaim oleh Muhammad. Tatkala ia berkata : “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu” (29:46), maka Tuhannya adalah Allah Islamik yang tidak mengasihi umat non-Islam, sementara Yahweh Alkitab mengasihi semua tanpa kecuali, tanpa pamrih dan syarat. Juga nabi-nabinya yang 124.00 orang (dengan 124.000 kitab) tak ada yang tahu menahu. Begitu pula malaikatnya yang punya 600 sayap, dan apalagi Kitab-kitab Suci yang pernah ada didunia, tak satupun yang bisa diselaraskan dengan Al-Quran yang aneh. Sebab susunan wahyu/firman Allah Islamik disini justru acak dan anti-kronologi, dan ini bertentangan dengan Kitab manapun didunia!

Saatnya Muslim menyimak betapa kejiwaan Muhammad itu bernatur pengkhayal
Sejak muda, Muhammad memimpikan dirinya menjadi seorang pemimpin rohani, sekaliber nabi. Itu sebabnya beliau begitu terpesona dengan kenabian Musa, apalagi Isa Al Masih.

Mengutip salah satu buku yang sangat terkenal tentang Islam adalah Sejarah Hidup Muhammad karangan MH. Haekal. Disitu digambarkan mimpi dan firasat Muhammad bahwa ia bakal menjadi seorang Nabi. Haekal menulis: “Yang menyebabkan dia (Muhammad) lebih banyak merenung dan berfikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata:

“Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.”
Dan katanya lagi: “Musa diutus, dia gembala kambing,
Daud diutus, dia gembala kambing.
Aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.” (p.60)

Beliau adalah satu-satunya nabi yang tidak risi bermimpi dan berimajinasi tentang wajah dan tongkrongan Nabi Musa dan Isa misalnya. Dia tak sadar bahwa pengutaraan sesuatu keghaiban yang sepele tidak bermakna dan mandek disitu secara mubazir, hanyalah akan menempatkan kalimatnya sebagai sebuah redundant (kemubaziran) yang konyol, karena “kalau ya, so what?” Kembali, itu hanyalah sebuah bual atau setidaknya sebuah pelipur lara untuk naik kejenjang kenabian .

“Saya melihat Nabi-nabi Isa, Musa, dan Ibrahim. Isa merah kulitnya, kriting rambutnya, lebar dadanya. Dan Musa kemerah-merahan, tinggi besar, tiada keriting rambutnya, seolah-olah beliau dari kaum Zuth.” (Bukhari no.1498).

Muhammad juga mengklaim secara redundant bahwa ia tahu makam Musa tanpa ada kepentingan dan keperluan:
“Kalau sekiranya aku ada disana, akan kutunjukkan kepadamu makamnya (Musa), yaitu dipinggir jalan, didekat tumpukan katsbil ahmar (pasir merah)” (HS. Bukhari 694).

Muhammad juga melihat Jibril mempunyai 600 sayap (Bukhari 1437). Ia pernah kena sihir, sehingga ia mengkhayalkan mengerjakan sesuatu, padahal beliau tidak mengerjakannya (Bukhari 1414). Itu sebabnya mimpi atau khayalan Muhammad dalam kisah perjalanan Israa’ (ke Baitul Maqdis-Al Aqsa di Yerusalem) perlu dikritisi, karena tak ada Rumah Tuhan apapun disana dikala itu, sejak sejarah mencatat Bait Tuhan telah dihancurkan oleh tentara Romawi ditahun 70 M. Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud ra. bahwa di Baitul Maqdis Muhammad bertemu dengan Ibrahim, Musa dan Isa ditengah-tengah sejumlah nabi lainnya. Mereka berkumpul karena Rasulullah saw. Kemudian Muhammad shalat bersama mereka (dalam bahasa Arab?), dimana beliau menjadi imam….
Tidakkah itu menceritakan bagaimana khayalan Muhammad untuk berkumpul dengan para nabi, dimana kerinduannya adalah untuk menempatkan dirinya sebagai nabi nomor satu?

Tetapi Bukhari meriwayatkan perjalanan Mi’raj ke Sidratul Muntaha secara amat berbeda dengan Imam Muslim (HS.Bukhari 211). Dan untuk setiap tingkat langit beliau bertemu dan bersalam-sapa dengan satu persatu nabi-nabi Allah (yang justru sudah disebutkan shalat bersama Muhammad di Baitul Maqdis?!). Tetapi Muhammad menjadi begitu pelupa dan menanyakan kepada Jibril siapa-siapa mereka satu persatu. Malahan menjadi begitu tolol telah menerima hukum wajib shalat 50 x sehari dari Allah, sampai-sampai ia DIKULIAHI Musa berturut-turut bahwa itu adalah frekwensi shalat yang mustahil dapat ditunaikan oleh umat Islam! Bila setiap shalat (berikut persiapan wudu) memakan waktu rata-rata 20 menit saja, maka akan tersita 1000 menit (hampir 17jam) buat shalat setiap hari. Itu adalah seluruh 100% waktu aktif kerja manusia sehari-semalam, diluar waktu tidur! Tentu akan mencengangkan bahwa Allah kok bego terlanjur menurunkan hukum-rodi untuk wajib shalat yang mustahil! Bahkan double bego bahwa Muhammad kok ya menerima hukum itu dengan suka cita sebelum bertemu dengan Musa yang mengkuliahi dia?

Bagi kita-kita yang mau berpikir wajar, kisah-kisah mustahil semacam itu hanya pantas terjadi dalam alam mimpi, dan samasekali bukan pewahyuan Allah yang kelak malah dijadikan dasar peribadatan Islam yang paling pokok! Semua memperlihatkan khayalan jauh kebawah alam sadar dari seorang Muhammad, bahwa beliau sangat mengkhayalkan untuk menampil-kan dirinya dalam satu etalase nabi-nabi secara “bergandengan tangan”, asal saja beliau menjadi imamnya!

Maka gambaran CONFUTOPIA diatas agaknya tepat melukiskan bagian dari kerinduan Muhammad yang terdalam. Mungkin dia harus ditempatkan ditengah-tengah menggantikan posisi Yesus. Sayangnya kenabiannya tidak disahkan (diurapi) oleh siapa-siapa kecuali oleh dia juga sendiri (bersama istrinya Khadijah) yang menganggapnya harus begitu, lalu mengklaim-nya atas nama Allah. Simaklah, sebab tidak ada satupun klaim pertemuan dirinya dengan nabi-nabi lain (yang begitu dirindukannya) yang  tidak terkesan bual atau khayal. Tanpa saksi tanpa bukti.

Ini berlainan (beda antara bumi versus langit) dengan kejadian Yesus yang sungguh bertemu muka per muka dengan nabi nabi Musa – yang merepresentasikan hukum Tuhan – dan  Elia yang merepresentasikan penubuatan profetis, disaksikan oleh 3 orang muridNya. Bacalah sebaik-baiknya keabsahan Yesus seperti yang dimaklumatkan oleh suara Tuhan Elohim sendiri bahwa Yesus adalah ANAK yang wajib didengar oleh seisi dunia!

Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia…. Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata:
“Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Mendengar itu tersungkurlah murid-murid-Nya dan mereka sangat ketakutan” (Matius 17:1-6).

Yesus telah berkata berulang kali kepada orang-orang yang kian bebal:
“Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar” (Matius 11:15, 13:9, 43)