Akhirnya MUI menyatakan bahwa vaksin meningitis tetap haram, tapi membolehkannya dengan alasan darurat. Yang boleh menggunakan vaksin atas nama kedaruratan adalah yang baru pertama kali naik haji dan orang yang telah bernazar untuk umrah.

 

Bermula dari temuan Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Sumatera Selatan (Sumsel) bahwa Vaksin Meningitis mengandung babi yang diwajibkan oleh pemerintah Arab Saudi untuk disuntikkan kepada para calon haji. Namun Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyepakati jamaah haji diperbolehkan menggunakan vaksin meningitis dengan alasan kedaruratan sampai ada penemuan vaksin yang bebas enzim babi.

Ketua MUI KH Ma’ruf Amin menegaskan, vaksin itu hanya boleh digunakan orang yang baru pertama kali menunaikan ibadah haji.“Untuk wajib haji, MUI membolehkan,” tuturnya. Hukum kedaruratan itu tidak berlaku bagi orang yang naik haji untuk kedua kali atau lebih. Adapun untuk jamaah umrah, penggunaan vaksin itu juga dibatasi. MUI hanya membolehkan vaksin itu bagi orang yang telah bernazar.

Sementara itu, gara-gara tidak mau melakukan vaksinasi meningitis, dua calon jemaah haji gagal berangkat. Keduanya adalah Sidiq Muhammad Daud Bin M Daud (43), beserta istrinya Samsidar Binti M Jalil (Okezone)

Pemerintah Arab Saudi mewajibkan setiap calon jemaah umrah, haji, dan tenaga kerja mendapat imunisasi meningitis sebagai syarat untuk mendapatkan visa. (Meningitis Vaccine Forbidden). MUI telah bersidang pada 6 Juni 2009 yang akhirnya mengeluarkan fatwa haram terhadap vaksin meningitis karena setelah diteliti, diketahui bahwa vaksin itu terbukti mengandung enzim babi. MUI sendiri telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Abdurrahman Muhammad Amin Al Ayat juga langsung bertemu mufti dan pemerintah Arab Saudi untuk mempertanyakan kewajiban penggunaan vaksin meningitis bagi calon jamaah haji dan umrah.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama memastikan, vaksin meningitis yang akan digunakan bagi peserta umrah dan haji adalah jenis vaksin yang sama dengan jenis vaksin yang digunakan pada tahun lalu. Kendati vaksin itu oleh MUI sebelumnya dianggap haram, namun Tjandra menegaskan vaksin jenis ini juga digunakan oleh negara-negara berpenduduk Muslim yang lain termasuk Malaysia yang sebelumnya dianggap oleh MUI telah menggunakan jenis vaksin halal.

“Sampai saat ini, belum ada perusahaan atau negara yang bisa membuat vaksin meningitis tanpa melibatkan unsur porcine,” tandasnya. Unsur babi (porcine) dipergunakan untuk pembiakan bibit vaksin Meningtis tersebut.

Anna Priangani dari LPPOM MUI menyatakan, bahan babi yang digunakan sebagai media dalam pembuatan vaksin meningitis adalah lemak babi (gliserol). Kandungan zat haram itu ditemukan dalam penelitian LPPOM MUI Sumsel bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pusat, Husniah Rubiana Thamrin, juga membenarkan, dalam proses pembuatan vaksin meningitis bersentuhan dengan unsur babi–kendati sudah melalui proses ekstraksi.
Wacana vaksin meningitis haram pun mencuat. Rencana membahas status vaksin meningitis gagal digelar. Sebuah sumber menyatakan ada upaya memepetkan persoalan itu dengan pelaksanaan ibadah haji, agar keharaman vaksin itu bisa dima”fukan (dibolehkan) karena faktor kedaruratan.

Akhirnya MUI menyatakan bahwa vaksin meningitis tetap haram, tapi membolehkannya dengan alasan darurat. Yang boleh menggunakan vaksin atas nama kedaruratan adalah yang baru pertama kali naik haji dan orang yang telah bernazar untuk umrah.

Ajaran.wordpress.com

Artikel terkait: Fatwa Vaksin Meningitis untuk Calon Haji Haram, tetapi Boleh Dipergunakan