Liputan6.com, Khamis Mushayt: Mungkin sulit dimengerti dan diterima akal sehat, bahwa dalam kehidupan perkawinan seorang suami belum pernah melihat wajah utuh sang istri sama sekali. Bahkan selama 30 tahun usia perkawinan! Tapi itu nyata dan terjadi.
Selama 30 tahun lebih hidup berumah tangga, sang suami mengaku hanya bisa melihat mata istri tercintanya. Kondisi ini tidak mengherankan lagi bagi warga Arab Saudi. Karena sang istri selalu mengenakan burka atau cadar. Selain itu, ia juga tentu saja selalu mengenakan baju muslim tertutup rapat.
Suasana tradisi ini ternyata membuat penasaran seorang suami. Baru-baru ini ada seorang suami digugat cerai istrinya gara-gara membuka cadar sang istri ketika sedang tidur. Istrinya yang telah berumur 50 tahun itu pun kaget dan tak bisa memaafkan sang suami. Perbuatan suami yang tak disebutkan namanya itu dianggap sebagai pengkhianatan atas komitmen perkawinan mereka.
“Setelah bertahun-tahun, dia mencoba melanggar komitmen kami. Ini adalah kesalahan besar,” kata sang istri kepada surat kabar Saudi Al-Riyadh, seperti dikutip Daily Mail.
Ketika sang istri ditanya bagaimana dia bisa punya anak tanpa mengizinkan suaminya untuk melihat wajahnya, ia menjawab, “Perkawinan adalah tentang cinta, bukan wajah.”
Istri yang menggugat cerai suaminya tersebut telah hidup mengikuti tradisi leluhur secara turun-menurun di desanya dekat Khamis Mushyat, wilayah barat daya Arab Saudi. Tradisi itu mewajibkan kaum wanita berkerudung dan bercadar setiap saat. Ketaatan pada tradisi begitu luar biasa, sampai-sampai banyak istri yang merelakan sang suami menikah lagi karena alasan ini.
Kasus seperti itu, sebenarnya bukanlah yang pertama kali terjadi. Seorang pria bernama Ali al-Qahtani juga pernah mengalaminya. Ia mengaku telah diancam cerai sang istri setelah mencoba untuk membuka cadar istrinya yang sudah dinikahinya selama 10 tahun. Namun, Ali masih beruntung ketika istrinya kemudian memaafkan dirinya dan bersumpah untuk tidak melakukannya lagi.
Banyak negara Islam seperti Arab Saudi dan Iran yang mengharuskan kaum perempuan untuk menutupi wajah mereka di depan umum, tetapi untuk di dalam privasi rumah mereka tidak ada paksaan seperti itu. Kasus ini sebagian besar berada di Arab Saudi, salah satu negara yang paling konservatif. (Vin)
Sumber: Yahoo News
March 16, 2011 at 7:07 am
“bahwa dalam kehidupan perkawinan seorang suami belum pernah melihat wajah utuh sang istri sama sekali. Bahkan selama 30 tahun usia perkawinan! Tapi itu nyata dan terjadi.”
Istri tersebut menyalahi syariat Islam yang mengharuskan calon suaminya melihat calon istri secara langsung dalam batas tertentu (wajah boleh dilihat) dan melalui wakil untuk menemukan cacat pada tubuh atau akhlaq yang mungkin menyebabkan si calon suami tidak menyukainya.
ALLAH Berfirman:
“…maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi…” (AN NISAA’ (WANITA) ayat 3)
Guru saya berkata “maa thoo balakum” yang dibahasakan menjadi yang kamu senangi merupakan penguat bahwa calon suami boleh harus menyenangi calon istri nya, sehingga boleh mengetahui wajahnya dan mengetahui cacatnya. Muslim mendapatkan pengajaran soal tata cara melihat calon istri dalam banyak kitab Fiqh.
Jadi jangan anda berfikir perbuatan istri tersebut dilegalisasi syariat Islam. Jika ada yang berfikri seperti itu, maka yang melegalisasi adalah dirinya sendiri, menurut pendapatnya semata, yang sama sekali tidak menggambarkan kenyataan syariat Islam yang sebenarnya. Sekonservatif-konservatifnya muslimah yang taat, dia tahu ada hak calon suami untuk melihat dirinya dalam batasan tertentu menurut syariat Islam. Pelanggaran muslimah Ini bukan soal konservatif, tapi soal ketidaktahuan ilmu syariat.
Kesimpulannya: Jangan lihat kacang dari kulitnya.
March 16, 2011 at 4:29 pm
saya heran,mengapa islam,sangat menbenci wanita,memangnya wanita salah apa terhadap islam?????
* Nikah yang boleh poligamous. Bahkan ada yang boleh kawin kontrak (mut’ah) yang memberi ruang untuk prostitusi terselubung.
* Perceraian hanya menjadi hak pria, dan tidak membutuhkan alasan. Laki-laki hanya perlu mengucapkan “Talaq” dan itulah vonisnya.
* Kesaksian hukum dimana satu pria nilai kesaksiannya setara dengan dua wanita. Artinya kesaksian setiap perempuan kurang bisa dipercaya, siapapun dia.
* Hak waris wanita juga separuh dari hak laki-laki, sebagai hukuman atas kebodohan wanita dalam otak dan dalam agama.
* Ketertutupan Diri, tidak nampang di publik, tidak bepergian sendiri tanpa muhrimnya.
* Pendisiplinan, yang bisa dijalankan suami dengan memukul si istri hanya atas dasar kecurigaan saja akan pembangkangan si istri. Muslim coba memperhaluskan pukulannya. Tetapi Qatada meriwayatkan: Istri Ayub tidak taat kepadanya. Maka nabi Allah (Ayub) bersumpah bahwa ia akan mencambuk istrinya 100 cambukan nanti ketika Allah menyembuhkannya (al-Tabari 23:169).
* Pergundikan; Islam mengakui bahwa laki-laki mempunyai hak memiliki gundik-gundik bersama dengan istri atau para istrinya. Sharia mengizinkan Muslim berhubungan sex dengan budak perempuan Muslim (atau perempuan ‘ahli-kitab’).
* Sunat wanita, demi untuk mereduksi nafsu berahi wanita dan menjaga “kehormatan dan martabat”nya. Entah kehormatan dan martabat macam apa yang akan mengangkat kaum wanita tersunat ini.
* Kesempatan ke Firdaus, maaf, tiket minoritas untuk wanita.
1 Wanita itu serba kurang, baik dalam otak maupun imannya..
Sahih Bukhari 6 : 301
Diceriterakan oleh Abu Said Al-Khudri: …. Para wanita itu bertanya, ” O Rasul Allah! Apa kekurangan kami dalam agama dan kecerdasan kami?” Ia berkata, “Bukankah kesaksian dua orang wanita sepadan dengan kesaksian seorang pria?” Mereka mengiyakan. Lalu Nabi berkata, “Ini adalah KEKURANGAN di dalam kecerdasannya. Bukankah benar bahwa seorang perempuan tidak bisa berdoa maupun puasa selama masanya menstuasinya?” Para wanita itu mengiyakan. Dan Nabi berkata, “Ini adalah KEKURANGAN didalam agamanya.”
Sahih Bukhari 48 : 826
Diceriterakan oleh Abu Said Al-Khudri: Nabi berkata, ” Bukankah kesaksian seorang perempuan setara dengan separuh kesaksian seorang laki-laki?” Para wanita itu berkata, ” Ya.” Nabi berkata, ” Ini adalah oleh karena KEKURANGAN dari otak wanita”
Sahih Bukhari 62 : 121.
Diceriterakan oleh Abu Huraira: Nabi berkata, ” Jika seorang laki-laki mengudang isteri nya untuk tidur dengan dia dan si istri berkeberatan untuk datang kepadanya, maka para malaikat akan mengirimkan kutukan kepada si istri tersebut hingga pagi.”
Sahih Muslim 3367.
Abu Huraira melaporkan bahwa Rasulullah berkata: Demi Dia, di TanganNya lah hidupku, ketika seorang laki-laki memanggil isterinya ke tempat tidur, dan dia tidak menjawab, maka Dia yang ada di surga akan merasa tidak senang dengannya sampai si lelaki (suami nya) disenangkan oleh istrinya itu.
Wanita harus dibungkus dengan burqa / jilbab agar tidak memancing nafsu pria.
Sahih Bukhari 4, Number 148:
Dikisahkan oleh Aisha: Istri2 nabi biasa pergi ke Al-Manasi, sebuah lapangan terbuka (dekat Baqia di Medina) untuk buang hajat di malam hari. Umar meminta nabi, “Suruh istri2mu mengenakan kerudung.” Tapi rasulullah tidak melakukan itu. Suatu malam saat Isha, Sauda binti Zama, istri nabi keluar untuk buang hajat, dia adalah wanita yang tinggi. Umar melihatnya dan berkata; “Aku tau itu kamu, wahai Sauda!”. Dia (‘Umar) berkata begitu karena dia ingin ada perintah illahi tentang pemakaian Al-Hijab (jilbab bagi wanita). Maka Allah menurunkan ayat pengerudungan. (Al-Hijab; seluruh tubuh ditutupi termasuk mata).
Wanita itu mayoritas di neraka dan minoritas di surga..
Sahih Bukhari 2 : 028.
Diceriterakan oleh Ibn ‘ Abbas: Nabi berkata: “Aku telah ditunjukkan Api neraka dan mayoritas yang ada disana adalah para wanita yang tak tau berterimakasih” Hal tersebut ditanyakan, Apakah mereka tidak percaya pada Allah? (atau karena mereka tak berterimakasih kepada Allah?) Ia menjawab, “Mereka tak berterimakasih kepada para suami mereka….
Lihatlah kekejaman Islam terhadap wanita di:
Revolutionary Association of the Women of Afghanistan
http://www.rawa.org/
March 20, 2011 at 6:11 pm
@berakhlaq
Islam tidak membenci wanita.Semua hukum hakam tentang wanita dalam Islam pada hakikatnya adalah utk melindungi wanita seperti berikut:
1)Poligami.Utk membolehkan lebih ramai wanita menikmati perkawinan bahagia yang sah dan berpeluang memilikki keturunan terutama dalam keadaan bilangan lelaki sedikit.
2)Tentang cerai.Apabila lelaki menceraikan wanita tanpa sebab berarti lelaki tersebut adalah lelaki yang tidak bertanggungjawab.Dengan berlakunya perceraian itu berarti wanita itu beruntun karena bebas dari lelaki yang seperti itu.Wanita itu boleh kawin lain dan bolehjadi dia akan dapat lelaki yang lebih baik dari suaminya yang dahulu.Wanita juga boleh menceraikan lelaki dengan jalan fasakh apabila ada sebab yang patut.
3)Tentang menjadi saksi.Persaksian adalah satu tanggungjawab bukan satu nikmat.Jadi dengan membataskan persaksian wanita berarti Islam membebaskan wanita dari tanggungjawab yang berat.
4)Tentang wanita menerima waris separuh daripada lelaki.Tanggungjawab menyara orang tua,anak dan istri terpikul di atas pundak lelaki yaitu suami,bapa dan adik beradik lelaki.Wanita tidak dipertanggungjawabkan utk menyara sesiapa melainkan jika dilakukan dengan sukarela.
5)Tentang menutup diri(aurat).Itu menunjukkan wanita itu adalah sesuatu yang mahal dan berharga.Memang sesuatu yg mahal dan berharga itu sentiasa dilindungi dan ditutupi.
6)Tentang memukul istri.Pukulan yang dibolehkan ialah pukulan yang tidak mendatang kecederaan.Dari sudut psikologi pukulan akan dapat menambahkan kemesraan dan mengeratkan perhubungan.Pengalaman menunjukkan anak-anak yang dipukul oleh bapanya akan jadi lebih mesra dengan bapa dan bila dewasa menjadi anak yang sayang kepada orang tuanya.Ramai guru yang mengadu kepada saya mereka mendapati,bahawa pelajar-pelajar yang selalu mereka pukul itulah yang lebih banyak menegur,menyapa dan bertanya khabar setelah berjumpa walaupun pelajar-pelajar itu telah dewasa dan bekerja berbanding pelajar yang tidak pernah dipukul.Jadi ada hikmahnya mengapa Islam membolehkan suami memukul istri.Tapi tentu,diulangi pukulan yang tidak mendatangkan kesakitan dan kecederaan.
7)Tentang hubungan sex dengan hamba.Hamba perempuan yang akan menjadi hamba seumur hidup(barangkali)tidak hanya memerlukan makan dan minum semata.Mereka juga perlukan belaian dan kasih sayang.Makanya peraturan yang dibuat itu menguntungkan kaum perempuan juga yakni yang dari kalangan hamba.Jika dapat anak dari hubungan itu status kehambaannya akan terhenti dan dia otomatis merdeka jika tuannya meninggal dunia.Ini lagi satu keuntungan bagi hamba perempuan itu.
Kesimpulannya:Hukum Islam berkenaan wanita adalah bertujuan utk menjaga kepentingan kaum wanita itu sendiri.Sekarang mari lihat bagaimana nasib wanita di negara barat:
Kasus diskriminasi gender juga terjadi di Inggris. Menurut laporan PBB tahun 2008, kaum perempuan di Inggris banyak yang menjadi korban kekerasan fisik dan pelecehan seksual. Masih menurut yang sama, kasus perdagangan perempuan di negara ini masih marak, sementara tindakan pemerintah London sendiri pun begitu lemah dalam menangani masalah tersebut. Di kalangan media massa Inggris, perempuan juga kerap hanya dipandang sebagai alat dan negatif. Kasus hamil diluar nikah dan aborsi merupakan salah satu kasus pelanggaran hakperempuan. Angka bunuh diri dan pengidap gangguan mental di kalangan perempuan imigran dan minoritas di Inggris juga mengalami peningkatan drastis akibat diskriminasi gender.
Jerman merupakan negara Eropa lainnya yang banyak memiliki kasus pelanggaran terhadap hak perempuan. Hal itu bisa kita lacak dari hasil penelitian Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan Tahun 2004. Media-media massa Jerman pun acap kali melihat perempuan sekedar komoditas seks. Angka pengangguran di kalangan perempuan juga meningkat. Selain itu, perempuan juga memperoleh standar gaji yang lebih rendah dan dipekerjakan pada level yang rendah. Laporan komite PBB itu juga mengungkapkan kekhawatirannya atas
maraknya kasus pemanfaatan perempuan sebagai komoditas seks di Jerman.
Berdasarkan laporan PBB tahun 2006, kasus kekerasan terhadap perempuan dan diskriminasi gender di lingkungan kerja di Perancis juga sangat mengkhawatirkan. Menurut laporan resmi pemerintah Perancis, dua per tiga pekerja rendahan seperti pembantu, pelayan restoran dan hotel merupakan kaum perempuan.
Kehadiran perempuan di pos-pos kerja pemerintahan, internasional, dan komunitas ilmiah Perancis sangat terbatas. Perbadaan besarnya gaji perempuan dan lelaki rata-rata terpaut 19 persen. Kasus kekerasan di lingkungan keluarga Perancis juga membuat khawatir Komite PBB untuk Perlindungan Perempuan. Setiap tahunnya, banyak perempuan Perancis yang menjadi korban kekerasan suaminya. Selain itu, sebagaimana di negara-negara Eropa lainnya, kasus hamil di luar nikah dan aborsi di Perancis juga sangat tinggi. Sepertiga dari jumlah perempuan hamil, merupakan hamil di luar nikah, dan separuh darinya berakhir dengan aborsi secara suka rela.Kasus pelanggaran terhadap hak-hak perempuan semacam itu hampir terjadi merata di berbagai negara-negara Eropa lainnya.
Mari lihat juga nasib wanita di negara-negara yang kononnya liberal:
Berikut ini adalah fakta-fakta hasil survei yang saya kutip dari artikel karya Elisabeth Diana Dewi, B. Hs yang berjudul “Profil Keluarga di Barat”. Artikel tersebut dapat ditemukan pada Jurnal Kajian Islam Al-Insan No. 3, Vol. 2, 2006.
Terjadi sekitar 960.000 aksi kekerasan setiap tahunnya pada pasangan intim maupun suami istri, menurut data tahun 1998.
Diperkirakan 3 juta perempuan telah mengalami penyiksaan fisik yang dilakukan baik oleh suami maupun pacar lelakinya. Harap diingat, hal ini terjadi di sebuah negara yang mengaku selalu memuliakan kaum perempuan.
Dalam rentang waktu Nopember 1995 hingga Mei 1996, 25% perempuan Amerika dilaporkan telah diperkosa atau mengalami penyiksaan fisik oleh suami atau mantan suaminya, teman kumpul kebo maupun pacarnya. Beginilah gambaran sikap kaum lelaki di negara yang mengaku lebih apresiatif terhadap kaum perempuan daripada pemerintahan Taliban di Afghanistan.
Sebanyak 324.000 perempuan setiap tahunnya mengalami kekerasan dari pasangan intimnya selama masa kehamilannya. Selama masa kehamilan!
Lebih dari 3 orang perempuan dibunuh per harinya di AS oleh suami atau pacarnya sendiri. Di tahun 2001, sebanyak 1.247 perempuan dibunuh oleh pasangan intimnya. Jadi, selain dalam hal hubungan seks, di mana letak keintiman mereka?
Wanita hamil lebih cenderung menjadi korban pembunuhan daripada mati karena sebab lain. No comment !
Pada tahun 1994, 37% perempuan yang mencari perawatan di emergency rooms disebabkan karena kekerasan yang mengakibatkan cedera dan luka-luka yang dilakukan oleh suami atau pasangan intim mereka.
Satu dari lima siswi SMA dilaporkan telah mengalami penyiksaan fisik dan / atau seksual oleh pacar mereka. Jadi, sejak pacaran pun mereka sudah hobi mengumbar kekerasan. Kepada orang yang (katanya) mereka cintai pun demikian, maka jangan heran menyaksikan kekejian yang terjadi di tanah-tanah jajahan mereka.
Selama tahun ajaran 1996-1997, diperkirakan terdapat 4.000 insiden pemerkosaan atau penganiayaan seksual di lingkungan sekolah di seluruh negara bagian. Harap digarisbawahi fakta bahwa hal ini terjadi di lingkungan sekolah!
76% perempuan di AS dilaporkan telah mengalami pemerkosaan atau penganiayaan fisik sejak usia 18 tahun oleh mantan atau pasangan kumpul kebo, suami atau pacarnya. Kesimpulannya, sejak usia 18 tahun, sebagian besar perempuan di AS sudah hidup di ‘neraka’.
Masihkah Anda percaya pada liberalisme?
Dengan ini kita dapat memahami mengapa ramai wanita-wanita dibarat sana yang beralih memeluk Islam karena hak-hak mereka sebagai wanita hanya dapat dijamin oleh Islam sahaja.
March 21, 2011 at 1:11 pm
@ilham.
1.sekarang ini,berdasarkan sensus terakhir,jumlah laki2 lebih banyak dr wanita,di indonesia!! jadi boleh dong,berdasarkan logika anda,wanita punya suami dua.soal orangtua si bayi nanti,bisa pakai tes DNA,akurat 100 persen!!
2.tentang cerai. Dalam islam,jika suami berkata “saya ceraikan kamu”,maka sah lah perceraian itu,secara hukum islam,sudah cerai.ARTINYA suami tak perlu alasan apapun untuk menceraikan istrinya.dalam islam,istri bisa dipakai dan dibuang kapan saja,karna mekanisme ini.
3.ttg persaksiaan: wanita sangat dirugikan.bayangkan seorang wanita yg diperkosa, ia butuh 4 saksi wanita,padahal ia cuma punya 2 saksi wanita.padahal jika 2 saksinya laki2,ia bisa menang dipengadilan dan mendapatkan keadilan.
4.tentang warisan;bayangkan seorang wanita singgle parenst,yg bekerja sebagai buruh kasar,harus menghidupi 4 anak,ia cuma mendapat setengah bagian dr saudara laki2nya yg pengangguran..
5.tentang hijab/jilbab/burqa.wanita tidak sama dengan barang dagangan moron,tapi saya tidak heran,orang islam berpendapat spt itu…
6.ttg memukul istri.dalam quran TIDAK ada pembatasan /ukuran kekuatan pukulan.mengapa anda bisa lebih pintar dr Allah????
Lebih baik anda murtad ,sebab anda jadi bodoh,dan jalan/logika pikiran anda rusak/sesat.islamlah yg menyebabkan anda merasionalisasi semua yg jelek dr islam…
March 21, 2011 at 2:06 pm
1. sensus yang mana buk? kasih bukti dong
2. mana dasar ayatnye?
3. ya kalo pakaian sopan siapa yang mo perkosa?paling yang ngamalin kitab kidung agung
4. asal lo tahu saja ya, jika ente hidup di sumbar maka ente nggak bakalan dapet warisan karna semua warisan jatuh ke pihak wanita
5. berarti bikini lebih sopan gito? pantesan nggak ada orang kerja ke kantor pakai bikini
6. sekali lagi di ayat mane buk?
March 21, 2011 at 3:31 pm
March 21, 2011 at 3:38 pm
March 21, 2011 at 1:17 am
@berakhlaq : “mengapa islam,sangat menbenci wanita,memangnya wanita salah apa terhadap islam?????”
Karena perspektif anda membuat wanita seakan dibenci Islam, padahal tidaklah begitu dalam perspektif Islam.
Anda: “Hak waris wanita juga separuh dari hak laki-laki, sebagai hukuman atas kebodohan wanita dalam otak dan dalam agama.”
Betulkah hak waris itu hukuman atas kebodohan wanita? Ini tidak lain hanyalah perspektif pesimistik anda. Faktanya, tidak ada satupun nash / keterangan yang menyatakan sebab ALLAH menetapkan proporsi hak waris itu berdasarkan level kecerdasan. Ini melainkan perkataan yang anda ada-adakan.
Saya tidak perlu mengomentari yang lainnya lagi, satu saja sudah cukup untuk melihat bahwa setiap kesimpulan anda bertumpu kepada perspektif pesimistik sehingga menjadi melenceng dari petunjuk ALLAH. Mas Ilham sudah menunjukan bagaimana perspektif optimistik untuk setiap poin yang anda sampaikan.
March 21, 2011 at 2:04 am
Ilusi Untuk Mereformasi Islam
Diposkan oleh Ali Sina pada 22 Desember 2010
Sumber: http://www.indonesian.alisina.org
Terimakasih untuk terorisme Islam yang menyebabkan ketertarikan untuk mengetahui tentang Islam semakin meningkat, dan Islam kini berada di bawah penyelidikan yang seksama. Namun sejak perkembangan terorisme yang makin meningkat itu, maka dunia non-Muslim mulai mempertanyakan, dimanakah orang-orang Muslim yang moderat. Sayangnya, tak ada seorang pun. Konsep itu adalah sesuatu yang absurd. Orang-orang Muslim melihat isu tersebut secara berbeda. Anda masuk dalam kategori, apakah seseorang yang mempraktekkan Muslim dengan ‘baik’ atau seorang Muslim yang plin-plan. Kelompok terakhir inilah yang disebut oleh orang-orang Barat sebagai Muslim yang moderat. Biasanya orang-orang Muslim sejati melihat mereka sebagai orang-orang ‘munafik’. Karena itu, tidaklah mengherankan bahwa ‘orang-orang moderat’ itu juga mengakui bahwa mereka adalah orang-orang ‘munafik’. Mereka akan memberitahukan pada anda bahwa mereka meyakini Islam tetapi mereka bukanlah orang-orang Muslim yang baik. Namun demikian, dalam pikiran mereka, mereka merencanakan untuk menjadi orang-orang Muslim yang ‘baik’ ketika mereka telah merasa puas melakukan semua ‘dosa’ serta menjalani kesenangan hidup.
Islam benar-benar sebuah agama yang buruk. Masalah Islam bersumber dari kitab sucinya dan bukan pada para pengikutnya. Memanfaatkan kebingungan ini, sekelompok orang-orang Muslim memiliki ide untuk ‘mereformasi Islam.’ Beberapa orang dari ‘para reformator’ ini pun sudah mendapatkan sejumlah pengakuan dari orang-orang non Muslim yang teledor, dimana mereka menaruh harapan mereka dari kelompok orang-orang Muslim seperti itu, kendati mereka tidak dianggap bahkan dicemooh oleh orang-orang Muslim kebanyakan.
Dalam artikel ini, saya ingin mendiskusikan mengenai apakah Islam bisa direformasi.
Baca selanjutnya di:
http://www.answering-islam.org/indonesian/isu-isu-terkini/ilusi-mereformasi-islam.html
March 21, 2011 at 12:44 pm
saya kutip:
Hak waris wanita juga separuh dari hak laki-laki, sebagai hukuman atas kebodohan wanita dalam otak dan dalam agama.
saya berkata demikiaan,karna saya membuat analogi yg masuk akal dr hadist dibawah ini.
nabi berkata bahwa,kesaksiaan wanita hanya bernilai setengah kesaksiaan pria,KARENA wanita kurang dalam agama dan kecerdasan.
bukankah masuk akal mengambil kesimpulan,dari nabi yg membenci wanita,yang mengkoleksi puluhan istri,seolah 2 barang koleksi,yg menyuruh suami memukul istri yg bandel,juga mempunyai ALASAN yg sama,bahwa karena wanita kurang dalam agama dan kecerdasan,maka hak warisnya setengah saja
Sahih Bukhari 6 : 301
Diceriterakan oleh Abu Said Al-Khudri: …. Para wanita itu bertanya, ” O Rasul Allah! Apa kekurangan kami dalam agama dan kecerdasan kami?” Ia berkata, “Bukankah kesaksian dua orang wanita sepadan dengan kesaksian seorang pria?” Mereka mengiyakan. Lalu Nabi berkata, “Ini adalah KEKURANGAN di dalam kecerdasannya. Bukankah benar bahwa seorang perempuan tidak bisa berdoa maupun puasa selama masanya menstuasinya?” Para wanita itu mengiyakan. Dan Nabi berkata, “Ini adalah KEKURANGAN didalam agamanya.”
analogi yang masuk akal.baru kali ini saya lihat,ada nabi yg begitu benci wanita?????
March 21, 2011 at 4:24 pm
Jika anda adalah seorang yang sedang menyampaikan kebenaran objektif dan bukan kebenaran subjektif, seharusnya anda membangun kesimpulan berdasarkan data relevan dan bukan dugaan.
Kesaksian wanita itu setangah dari kesaksian pria. Peneliti moderen, khususnya dalam bidang prsikologi telah menggali pengetahuan bahwa wanita lebih cenderung di dominasi perasaannya dari pada akalnya. Sementara pria sebaliknya. Perasaan itu sering kali mengalahkan akal, sehingga wajarlah bila kesaksian wanita itu tidak boleh seorang diri. Tetapi harus dengan persaksian wanita lainnya. Tidak terbayang kalau kesaksian emosional wanita dijadikan rujukan tanpa pembanding (wanita lainnya), bagaimana hasil keadilan yang akan dicapai ?.
Perbedaan anatara laki-laki dan perempuan dari segi fisik sangat jelas. Namun ada beberapa hal diluar itu yang terkadang tidak dapat dibedakan, misalnya segi kemampuan untuk mencari nafkah atau bekerja bagi para perempuan dewasa, sudah banyak wanita-wanita yang bekerja bahkan sampai jadi pimpinan disebuah perusahaan besar.
Perbedaan antara pria dan Wanita menurut Michael Gurian, seorang psikolog yang menulis buku “What Could He Be Thinking” diyakini bahwa sekurang-kurangnya ada 100 perbedaan pada otak pria dan wanita. Tak hanya itu, banyak ahli juga menemukan adanya hubungan antara perbedaan perilaku pria dan wanita dengan hormon yang dimiliki keduanya. Salah satu di antara temuan ilmiah terkait wanita adalah bahwa wanita lebih emosional karena titik-titik emosinya tersebar di otak kiri dan kanan, sementara pria lebih berpikir dan bertindak dengan logika karena otak kanan lebih berperan.
Kata “kecerdasan” yang dilontarkan oleh Rasulullah SAW dalam Sahih Bukhari, jika dilihat hasil temuan psikologi modern adalah menyatakan kecerdasan emosional. Kita semua tentu saja tahu adanya bentuk dan kajian tentang kecerdasan ini. Kecerdasan yang dimaksud oleh beliau SAW bukan kecerdasan dari sisi pengetahuan, karena faktanya pada masa beliau dan sesudahnya, Aisyah istri beliau SAW adalah seorang wanita ahli agama yang dirujuk oleh muslim dan muslimat. Aisyah adalah perempuan cerdas yang menguasai syariat Islam dan cabang ilmu lainnya, melampai sejumlah pria pada masanya. Dalam kecerdasan tersebut, Aiysah tidak menggugat proporsi hak waris wanita, tidak mempersoalkan poligami, serta boikot dan pukulan tidak melukai suami kepada istrinya yang tidak menaati syariat agama. Ini menunjukan bahwa syariat yang anda anggap disandarkan pada fakta rendahnya kecerdasan akal wanita sama sekali tidak benar.
Poligami dan mengawini sahaya adalah syariat Nabi sebelumnya, bahkan hingga sekarang Yahudi ortodok masih menjalankan syariat tersebut. Dalam alQuran sangat jelas sekali bahwa poligami adalah pilihan, bukan kewajiban, boleh dilakukan dan boleh juga tidak. Hal yang wajib dipenuhi adalah bertanggung jawab terhadap wanita yang dikawininya, memberinya nafkah lahir dan bathin secara adil. Kewajiban ini merupakan bentuk penghargaan Islam terhadap wanita.
Pada masa pra Islam, wanita sama sekali tidak menerima hak waris, malah kekayaannya diwarisi oleh saudaranya, dan dia sendiri merupakan warisan yang diberikan kepada orang yang berhak menurut hukum adat. Jika hak waris wanita setengah dari pria, maka ini merupakan hukum yang berkeadilan. Seorang pria akan menanggung keluarganya saat menikah, sementara wanita akan ditanggung oleh suaminya. Dan banyak hikmah lainnya dari proporsi hak waris ini.
Adapun soal boikot dan memukul tanpa melukai terhadap istri yang melanggar syariat Islam, hal ini sudah sering muslim jelaskan di situs ini. Apa jadinya jika seorang suami membiarkan istrinya berselingkuh … Apa memboikotnya dengan tidak tidur bersama hingga setelah berkali-kali membandel kemudian memukulnya, dianggap perbuatan yang tidak adil bagi wanita. Apakah menurut agama anda … atau menurut anda saja lah … Wanita seperti itu harus dibiarkan? Apakah anda lebih memilih berfikir untuk menceraikannya dari pada menasihatinya, memboikotnya, hingga memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai? Di mana tanggung jawab anda jika anda memilih langsung menceraikannya?
Dengan demikian analogi anda sama sekali tidak masuk akal dan tidak sah. Baru kali ini saya lihat, ada orang yang menganggap kemuliaan yang diberikan Islam kepada wanita sebagai kebencian terhadap wanita. Jika Islam sejak awal membenci wanita, pastinya wanita dibiarkan berada dalam kehinaan jaman jahiliah, tidak akan ada hak waris dan bahkan dirinya menjadi warisan, tidak akan ada hak nafkah dari suami, dan lain sebagainya ?????
March 16, 2011 at 5:23 pm
[…] Dicerai Istri Gara-gara Suami Buka Cadar « Siap Murtad Tags: 1.000, Didenda, Digugat, Jadi, Pohon, […]
March 20, 2011 at 3:59 pm
March 21, 2011 at 4:49 am
Muhammad dan Tanda Kenabian
Sebuah Tanda atau Cacat Fisik?
Sam Shamoun
Quran mengatakan bahwa Muhammad adalah penutup/meterai dari para nabi:
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup (meterai) nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Sura 33:40)
Sekilas, teks ini tampaknya mencoba mengimplikasikan bahwa Muhammad adalah kulminasi dari kenabian, bahwa ia adalah yang terakhir dari sejumlah orang-orang yang diutus Allah untuk menyampaikan pesan-pesanNya. Meskipun demikian, dengan membaca literatur hadis, jelas bahwa berdasarkan sumber-sumber Muslim, sebuah tanda adalah lebih dari sekedar sebuah statement mengenai status Muhammad dalam hubungan dengan nabi-nabi sebelumnya. Semua penekanan yang dibold dan digarisbawahi akan kita pelajari secara seksama.
Baca selanjutnya di:
http://www.answering-islam.org/indonesian/muhammad/tanda-kenabian-muhammad.html
March 21, 2011 at 1:14 pm
@berakhlaq
Sehingga hari ini, tidak ada satu agama pun yang mampu mencabar prinsip-prinsip keadilan yang terkandung dalam Islam. Islam merupakan satu-satunya agama yang mencakupi segenap aspek kehidupan manusia dan mengemukakan sebuah jalan hidup yang lengkap dan bersesuaian dengan fitrah kemanusiaan mereka.
Demi membuktikan kesahihan dakwaan ini, marilah kita menganalisis prinsip-prinsip sosial agama-agama besar di dunia, selain daripada Islam. Untuk mengecilkan skop perbandingan, cukuplah sekadar membandingkan mengenai isu wanita dalam agama-agama yang besar dunia seperti agama Hindu, Yahudi dan Kristian.
Dalam konteks agama Hindu, status wanita mempunyai kontroversi. Di dalam kitab suci Manu Smriti yang menjelaskan tentang undang-undang agama Hindu disebutkan: “Jangan percaya pada wanita. Jangan duduk berseorangan dengan wanita walaupun dia ibumu, anak perempuanmu, atau anak saudaramu, kerana mereka akan menggodamu.”1
Dalam Manu Smriti 7:416-417 dijelaskan: “Seseorang isteri, anak dan hamba tidak boleh memiliki sebarang harta. Harta yang mereka peroleh adalah milik tuan (lelaki) yang menguasau mereka.” Dalam kitab yang sama juga menegaskan bahawa: “Tidak ada kemerdekaan bagi wanita dalam masyarakat.”2
Dalam agama Judaisme (Yahudi) pula, banyak ajaran-ajaran yang menghina kedudukan kaum wanita. Contohnya, dalam Perjanjian Lama ia menyebut: “Tidak ada kejelikan yang setanding kejelikan wanita… Dosa bermula daripadanya dan kerananya kita terpaksa mati.” (Ecclesiasticus: 19 dan 24)3
Dalam Talmud San. 71a, Git. 62b menegaskan bahawa: “Bagaimana seseorang wanita boleh memiliki apa-apa keranaapa saja yang dimilikinya adalah milik suaminya.”4
Dalam agama Kristian pula, Hawa dianggap sebagai punca kesalahan Nabi Adam a.s. maka Hawa dihukum. Jesteru itu, wanita diarahkan supaya sentiasa tunduk kepada lelaki.5
Demikianlah sedikit sebanyak contoh-contoh daripada ajaran agama-agama lain mengenai wanita.
Apa yang jelas, Islam merupakan satu-satunya agama yang masih wujud sehingga hari ini, yang memperjuangkan hak-hak wanita dan menjaga kemaslahatan mereka. Dalam bidang kekeluargaan juga, Islam jelas memperjuangkan hak-hak para isteri dan anak-anak.
Allah s.w.t. berfirman yang bermaksud: “…dan bergaullah dengan mereka (isteri-isteri) dengan pergaulan yang baik…” (Surah An-Nisa’: 19)
Firman Allah s.w.t. di dalam Al-Qur’an lagi yang bermaksud: “…dan para wanita (isteri) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajipannya menurut cara yang makruf (baik)…” (Surah Al-Baqarah: 228)
Rasulullah s.a.w. juga pernah ditanya: “Apakah hak seorang isteri atas suaminya?” Rasulullah s.a.w. pun menjawab: “Engkau memberikannya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul mukanya, atau menghinanya (menyatakan bahawa dia tidak cantik dan sebagainya) dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali di tempat tidur” ( Hadis Hasan yang diriwayatkan oleh Abu Daud r.h.l.)
Rasulullah s.a.w. bersabda lagi yang bermaksud: “Kewajipan kamu (suami) ke atas isteri adalah dengan berbuat baik kepadanya, memberi makanan dan pakaian kepadanya.” (Hadis Sahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmizi r.h.l.)
Jelaslah bahawa, ajaran-ajaran Islam menitikberatkan soal penjagaan terhadap wanita dan meletakkan hak-hak yang tinggi dan mulia kepada bagi wanita, yang tidak ada pada agama-agama selain daripada Islam.
Jadi, baik tamadun Barat, mahupun agama-agama lain, tidak dapat menjamin kesejahteraan manusia dengan penerapan prinsip-prinsip keadilan masyarakat yang sempurna. Hanya agama Islam sahaja yang mampu untuk mengemukakan keadilan yang sebenar dalam rangka untuk mendaulatkan kesejahteraan dalam kehidupan manusia seluruhnya.
Tentang wanita yang disebut dalam hadis kurang dari segi agama dan akal itu adalah kenyataan yang tidak siapa pun dapat menafikannya.Sungguhpun begitu Allah telah memberi wanita keistimewaan dalam bentuk yang lain pula.Ini karena Allah menghendakki supaya antara lelaki dan wanita itu saling lengkap melengkapi.Di mana-mana dalam dunia ini lelaki adalah ketua rumahtangga.Dari situ aja kita tau bahawa telah menjadi fakta umum bahawa lelaki adalah lebih daripada wanita dari beberapa segi seperti akal,fisik dan tenaga.Menyatakan hal yang sebenar bukan berarti benci.Ini yang anda tidak fahami samada hati anda telah dibutakan oleh kebencian anda kepada Islam atau anda sebenarnya adalah seekor keldai.Tentang penghinaan-penghinaan yang diterima oleh wanita dinegara yang kononnya menyanjung hak asasi manusia dan menyanjung liberalisma telah pun saya postingkan dan saya rasa sangat jelas.Barangkali anda tidak membacanya karena anda memang tidak suka membaca.Sebab itulah anda masih hidup dalam kebodohan.Mungkin anda baca tapi gagal memahami karena anda hanyalah seekor keldai.
March 21, 2011 at 3:31 pm
@berakhlaq
Fitnahan anda:
“1.sekarang ini,berdasarkan sensus terakhir,jumlah laki2 lebih banyak dr wanita,di indonesia!! jadi boleh dong,berdasarkan logika anda,wanita punya suami dua.soal orangtua si bayi nanti,bisa pakai tes DNA,akurat 100 persen!!”
Jawab:
Islam membolehkan lelaki berpoligami utk membela kaum wanita.Adapun kaum lelaki gak perlu dibela-bela karena dia lelaki.Dia boleh jaga diri sendiri.Satu lagi nafsu lelaki dijadikan Tuhan tidak sama dengan nafsu wanita.Wanita ada mens.Bila melahirkan pantangannya paling 40 hari 40 malam.Lelaki tidak mens.Tidak melahirkan.Tidak ada pantangan.Paham kamu?
Fitnahan anda:
“2.tentang cerai. Dalam islam,jika suami berkata “saya ceraikan kamu”,maka sah lah perceraian itu,secara hukum islam,sudah cerai.ARTINYA suami tak perlu alasan apapun untuk menceraikan istrinya.dalam islam,istri bisa dipakai dan dibuang kapan saja,karna mekanisme ini.”
Jawab:
Bukan mudah menceraikan istri dalam islam.
1)Istri berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal dalam tempoh iddah.
2)Istri berhak menuntut mut’ah(sagu hati perceraian)dikira oleh pihak mahkamah berdasarkan kepada kemampuan suami,tanpa had,bisa mencecah milyaran rupiah.
3)Istri berhak menuntut harta sepencarian yaitu apa-apa harta yang diperolehi sepanjang tempoh perkawinan.Jika istri sama bekerja dia berhak menuntut separuh.Jika tidak bekerja dia berhak 1/3.
4)Hak penjagaan anak yang kurang dari 7 tahun adalah terserah kepada istri.
5)Jika perkara di atas tidak ditunaikan suami berhak dipaksa oleh pemerintah dengan cara paksa sekalipun.
6)Di akherat suami itu tidak akan terlepas selagi tuntutan tidak ditunaikan.
Fitnahan anda:
“3.ttg persaksiaan: wanita sangat dirugikan.bayangkan seorang wanita yg diperkosa, ia butuh 4 saksi wanita,padahal ia cuma punya 2 saksi wanita.padahal jika 2 saksinya laki2,ia bisa menang dipengadilan dan mendapatkan keadilan.”
Jawab:
Anda tidak faham hukum Islam.Sabit kesalahan tidak bergantung kepada saksi semata-mata.Seseorang itu dapat disabitkan kesalahan melalui:
i)Pengakuannya sendiri dengan bersumpah.Pesalah mengaku kesalahannya sendiri.Tapi ini jarang berlaku.Pindah ke nomor dua..
ii)Saksi mata.Jika tidak diperolehi pindah nomor 3
iii)Qarinah.Bukti-bukti forensik.Seperti air mani dan sebagainya.
Wanita yang dirogol hendaklah melaporkan ke polisi.Sekiranya dia menuduh seorang lelaki telah merogolnya dengan disokong bukti-bukti forensik kesaksiannya adalah diterima karena dengan adanya bukti forensik kesaksian tidak perlu lagi.Saksi mata hanya diperlukan dalam kasus menjatuhkan hukum hudud.Dalam keadaan tidak ada saksi mata yang ada hanya bukti qarinah,maka hukum hudud tidak dapat dijatuhkan tetapi lelaki yang merogol itu tetap disabitkan kesalahan dan berhak mendapat hukuman takzir seperti disebat dengan sebatan tidak melebihi hudud yaitu tidak lebih 80 kali atau penjara tidak lebih setahun atau kedua-duanya sekali.Ini dikatakan sabit kesalahan tetapi tidak sabit hudud.
Fitnahan anda:
“4.tentang warisan;bayangkan seorang wanita singgle parenst,yg bekerja sebagai buruh kasar,harus menghidupi 4 anak,ia cuma mendapat setengah bagian dr saudara laki2nya yg pengangguran.”.
Jawab:
Tapi anda jangan lupa dalam hukum Islam jika wanita itu tidak berkecukupan dia berhak mendapatkan nafakah dari saudara lelakinya itu.Karena wanita yang tidak bersuami dia ditanggung oleh keluarganya yang lelaki.Pertama-tama sekali bapa.Jika bapa sudah tiada turun kepada saudara lelaki,kemudian anak saudara yang lelaki,kemudian bapa saudara,kemudian sepupu lelaki.Kesemua yang tersebut itu adalah wali kepada seseorang wanita dan kalau dia mempunyai wali yang bekemampuan mengikut hukum asal wanita itu tidak wajib bekerja.
Fitnahan anda:
“5.tentang hijab/jilbab/burqa.wanita tidak sama dengan barang dagangan moron,tapi saya tidak heran,orang islam berpendapat spt itu…”
Jawab:
Wanita memang bukan barangan.Tapi jangan lupa dia juga bukan hewan.
Fitnahan anda:
“6.ttg memukul istri.dalam quran TIDAK ada pembatasan /ukuran kekuatan pukulan.mengapa anda bisa lebih pintar dr Allah????”
Jawab:
Perkataan yang digunakan dalam Al Quran untuk memukul istri ialah dharaba.Dalam kasus mendera pesalah zina perkataan yang digunakan adalah tajlid.Tajlid lebih khusus daripada dharaba karena tajlid menghendakki pukulan itu sampai mendatangkan kesan ke atas kulit karena tujuan tajlid ialah utk menghukum pesalah yang melakukan zina.Sedangkan dharaba lebih umum sehingga kalau saya mengetikkan jari di atas keyboard pun sudah dipanggil dharaba. Para ulama mengatakan alat utk memukul istri itu panjangnya tidak boleh melebihi sejengkal .Semasa memukul tidak sampai mengangakat tangan sehingga terbuka ketiak.Ibarat kalau mengepit buku,buku itu tidak sampai jatuh.Pandangan ini adalah dikiaskan bagaimana Rasulullah saw pernah memukul pesalah minum arak dengan sepatu sahaja.Jadi kalaulah utk memukul peminum arak Rasulullah saw hanya menggunakan sepatu sahaja,mak sudah tentulah utk memukul istri dengan yang kurang daripada itu.
March 22, 2011 at 6:09 am
wkwkwkw..anda memang jagoan berbohong.dharaba artinya memukul.Berdasarkan hadist soheh dibawah ini,pukullan harus didada dan menimbulkan rasa sakit,Tak tanggung2 yg jadi contoh adalah aisyah.
Book 004, Number 2127:
Muhammad b. Qais said (to the people): Should I not narrate to you (a hadith of the Holy Prophet) on my authority and on the authority of my mother? We thought that he meant the mother who had given him birth. He (Muhammad b. Qais) then reported that it was ‘A’isha who had narrated this: Should I not narrate to you about myself and about the Messenger of Allah (may peace be upon him)? We said: Yes. She said: When it was my turn for Allah’s Messenger (may peace be upon him) to spend the night with me, he turned his side, put on his mantle and took off his shoes and placed them near his feet, and spread the corner of his shawl on his bed and then lay down till he thought that I had gone to sleep. He took hold of his mantle slowly and put on the shoes slowly, and opened the door and went out and then closed it lightly. I covered my head, put on my veil and tightened my waist wrapper, and then went out following his steps till he reached Baqi’. He stood there and he stood for a long time. He then lifted his hands three times, and then returned and I also returned. He hastened his steps and I also hastened my steps. He ran and I too ran. He came (to the house) and I also came (to the house). I, however, preceded him and I entered (the house), and as I lay down in the bed, he (the Holy Prophet) entered the (house), and said: Why is it, O ‘A’isha, that you are out of breath? I said: There is nothing. He said: Tell me or the Subtle and the Aware would inform me. I said: Messenger of Allah, may my father and mother be ransom for you, and then I told him (the whole story). He said: Was it the darkness (of your shadow) that I saw in front of me? I said: Yes.==== He struck me on the chest which caused me pain,=== and then said: Did you think that Allah and His Apostle would deal unjustly with you? She said: Whatsoever the people co….
http://www.usc.edu/schools/college/crcc/engagement/resources/texts/muslim/hadith/muslim/
Anda bilang sex dengan budak dibolehkan,karna budak juga butuh kasih sayang..
mengapa otak muslim TOLOL SEKALI.!!??
seorang majikan yg ngesex dengan budaknya ,bukanlah ekspresi kasihsayang,itu adalah perkosaan,si budak tidak mampu menolak karna statusnya sebagai budak,si majikan dapat ngesex dengan budaknya kapan saja ia mau,dan sibudak harus menurut.itu namanya PERKOSAAN, you realy stupid,moron.tapi saya tidak heran,anda menganut agama tolol,karnanya anda jadi tolol juga…
March 22, 2011 at 6:14 am
mengapa muslim di blog ini,tolol dan bodoh sekali yahh!!!???
saya tak tahan berdebat dan mengomentari ketololan muslim.muslim mendingan ke laut aja dehh,daripada hidup,GAK ada gunanya…
March 22, 2011 at 6:35 am
Bagaimana orang-orang Muslim itu pada nggak tolol semua…
Lah, mereka kan pengikut seorang Nabi yang BUTA HURUF (ummi)???!!!
Bagaimana mereka nggak pada jadi MANUSIA TOLOL???!!!
Isi Quran sendiri sudah secara kasat mata memperlihatkan pada kita semua – betapa tolol penulisnya…
March 22, 2011 at 1:03 pm
Adeng dan berakhlak bilang muslim tolol, padahal dari sekian banyak perdebatan, yang terbukti tolol itu mereka. Orang tolol yang tidak bisa melihat dirinya tolol tentu saja bisa menunjuk siapa saja sebagai orang tolol…
March 22, 2011 at 10:23 pm
http://www.usc.edu/schools/college/crcc/engagement/resources/texts/muslim/hadith/muslim/
March 24, 2011 at 11:19 pm
@bedeng
wakakakaka , la wong para orientalis aja susah payah membktikan muhammad bukan buta huruf la kok malah ente dengan enteng bilang muhammad buta huruf
March 22, 2011 at 12:14 pm
@ berakhlaq
Anda ini rupanya lebih tolol dari keldai hutan.Yang saya bilang perkataan dharaba(pukul) adalah perkataan yang terlalu umum.Pukul kuat dipanggil dharaba,pukul perlahan pun dipanggil dharaba ngerti kamu?Mengapa kamu bawa-bawa hadis Aisyah di atas?Itukan tolol namanya?Saya tidak bilang pukul istri tidak boleh sakit.Saya bilang kalau nabi memukul peminum arak dengan kasut,maka utk memukul istri mesti kurang daripada itu.Kurang daripadan itu tidak berarti tidak sakit.Tolol kamu.
March 22, 2011 at 3:02 pm
ehh malon goblog;hadist itu untuk menafsirkan quran,karna tak ada penjelasan seberapa kuat pukulan suami terhadap istri,MAKA PUKULAM MUHAMMAD DI DADA AISYAH YG MENIMBULKAN RASA SAKIT PADA AISYAH BISA JADI PATOKAN
sebagai mana kita tahu,muhammad adalah penafsir terbaik terhadap quran,jelas hadist tersebut ada hubunganya.
mengapa saya harus percaya pada tafsir anda,sementara muhammad telah memberi contoh,bagaimana caranya memukul aisyah,…anda sekarang mengerti,idiot?????
March 22, 2011 at 3:15 pm
yang penting islam nggak ngajarin belah perut wanita hamil(kayak belah durian aje)
March 22, 2011 at 3:16 pm
mengapa saya harus percaya pada tafsir anda,sementara muhammad telah memberi contoh,bagaimana caranya memukul aisyah,…anda sekarang mengerti,idiot?????
===============
la wong ente aja bukan muslim kok keminter nyalahin tafsir orang
March 22, 2011 at 4:15 pm
Perkataan sakit itu terbit dari mulut Aisyah sedangkan sakit satu hal yg subjektif.Mungkin pada Aisyah dirasakannya sakit.Lagipun perkataan sakit itu pun masih terlalu umum karena tidak dijelaskan sakit yang bagaimana.Apakah sampai gak bolehh berjalan?Apakah samapai pingsan?Apakah sampai lebam di dadanya?Hadis begini kamu gunakan utk menafsir?Bodoh bin tolol kamu ni.
March 22, 2011 at 5:14 pm
Rupanya di berakhlaq ini belum pernah memegang payudara wanita. Payudara wanita itu sensitif, ditekan sedikit saja maka si pemiliknya akan merasakan sakit. Makanya, kawinlah kamu, biar otakmu itu tambah encer. Sperma yang tertahan gak keluar itu cuma bisa membuat otakmu mandeg.
March 22, 2011 at 5:10 pm
Masalahnya, berahlaq ini tidak bisa nunjukin bahwa haidts pemukulan aisyah itu benar-benar ada, sejumlah link yang pernah dia tunjukan, sama sekali tidak mengarah kepada haditsnya. Beberapa muslim menunjukan nomor hadits tersebut isinya bukan seperti yang disampaikan si tukang bohong ini. Terus, dia juga gak bisa menjelaskan kontradiktif haditsnya yang diragukan keberadaannya tersebut dengan hadist riwayat Asiyah yang menyatakan bahwa Muhammad SAW tidak pernah memukul istrinya.
Bagaimana anda mengatakan hadits yang tidak jelas ada tidak adanya sebagai perkataan Muhammad SAW. Ingatlah, barangsiapa yang mengatakan sesuatu sebagai perkataan Muhammad SAW padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka!
March 22, 2011 at 5:18 pm
Benar juga tu,saya nyari kok dalam hadis muslim gak nemu.Saya gak sangka berakhlaq tega berbohong ke tahap itu.Apa dia tidak mikirkan bakalan ramai pindah muallaf kalau bohongnya ketahuan?Oh, iya ya..dia tu kan keldai hutan mana bisa berfikir.
March 22, 2011 at 10:21 pm
xixixixix,tuhh saya kasih link hadist on line di atas,silahkan di klik…
entah muslim itu bodoh atau buta,linknya berwarna merah….
March 22, 2011 at 10:24 pm
nehh saya kasih link lagi:
http://www.usc.edu/schools/college/crcc/engagement/resources/texts/muslim/hadith/muslim/
March 23, 2011 at 2:22 am
Lah, yang ditunjukin satu hadits, yang diliatin malah daftar hadits … wkwkwkwkwk
March 23, 2011 at 2:24 am
Nih saya ulangi lagi komentar saya:
Masalahnya, berahlaq ini tidak bisa nunjukin bahwa haidts pemukulan aisyah itu benar-benar ada, sejumlah link yang pernah dia tunjukan, sama sekali tidak mengarah kepada haditsnya.
March 23, 2011 at 2:37 am
wkwkwkkwk…. begitu bodohkah muslim sehingga tidak bisa mencari sendiri???? kakkakakkakk
SAYA KASIH TAHU PELAN2,SAYA MAKLUM OTAK IQ 2 DIGIT.
DISITU ADA NO.HADIST:01,02,03,04,05……
ANDA KLIK NO.004,LALU SETELAH ADA TAMPILAN BARU,KLIK NO.2127
ADUH ADUHH BODOHNYA MUSLIM,MASA BEGITU AJA HARUS DIAJARIN…ampun djjjj
March 23, 2011 at 2:36 pm
Saya sudah mencari dalam Shahih Muslim ataupun ringkasannya dalam kitab ke-4 tentang Shalat, tidak ditemukan hadits no 2127 dengan redaksi seperti yang anda sampaikan atau seperti yang tertulis dalam situs USC yang diterjemahkan oleh Abdul Hamid Siddiqui. Hadits Shahih Muslim no 2127 tidak sedang menceritakan Shalat, tetapi Haji, makanya posisinya bukan dalam kitab Shalat, tetapi kitab Haji. Isinya sebagai berikut:
Hadits riwayat Jabi r.a., ia berkata: Kami pernah bepergian bersama Rasulullah SAW dalam keadaan berihram haji ifrad, sedangkan Aisyah ra untuk berihram umrah. Hingga ketika kami sampai di Sarif, tiba-tiba ia (Aisyah) datang haid. Sehingga ketika kami tiba, kami melakukan tawaf di Kakbah dan sai antara Shafa dan Marwah. Rasulullah SAW menyuruh kami yang tidak membawa hewan sembelihan untuk bertahallul. Kami bertanya: Apa saja yangd ihalalkan? Beliau menjawab: Semua sudah dihalalkan. Maka kami menggauli istri-istri kami, memakai minyak wangi dan berpakaian lengkap. Sedang antara kami dan hari Arafah ketika itu hanya empat malam saja. Kemudian kami berihram pada hari Tarawiyah (8 Zulhijah). Kamudian Rasulullah SAW menemui Asiyah yang sedang menangis. Beliau bertanya: Ada apa dengan dirimu? Ia menjawab: Aku sedang haid, orang-orang sudah bertahallul, sedang aku belum bertahallul dan tawaf di Baitullah, bahkan sekarang ini, mereka sedang berangkat haji. Beliau bersabda: Sesungguhnya masalah ini (haid) sudah merupakan ketentuan Allah atas setiap wanita anak-cucu Adam, maka mandilah kemudian berihramlah untuk haji! Lalu ia melaksanakannya lalu melaksanakan manasik haji, hingga ketika sudah suci dari haidnya, ia melakukan tawaf di Kabah, Sai antara Shafa dan Marwah. Setelah itu beliau bertanya: Bukankah engkau sudah bertahallul dari haji dan umrahmu sekaligus? Ia menjawab: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berniat tidak tawaf di Baitullah sebelum aku selesai haji. Mendengar itu beliau bersabda kepada Abdurrahman: Hail Abdurrahman, antarkan dia berniat umrah dari Tan’im dan itu dilaksanakan pada malam Hashbah (Shahih Muslim no. 2127)
Hadist nomor sebelumnya (2126) adalah hadits riwayat Abdurrahman bin Abu Bakar r.a.: Bahwa Nabi SAW menyuruhnya untuk memboncengkan Aisyah pergi ke Tan’im untuk berihram umrah dari sana.
Dalam situs yang anda tunjukan, hadits Shahih Muslim no. 2127 yang saya tunjukan malah diberi nomor 2765 kitab ke-7 tentang Haji.
Book 007, Number 2765:
‘A’isha, the wife of the Apostle of Allah (may peace be upon him), said: We went out with the Messenger of Allah (may peace be upon him) during the year of the Farewell Pilgrimage. There were some amongst us who had put on IHram for Umra and there were some who had put on Ihram for Hajj. (We proceeded on till) we came to Mecca. The Messenger of Allah (may peace be upon him) said: He who put on Ihram for ‘Umra but did not bring the sacrificial animal with him should put it off. and he who put on Ihram for Umra and he who had brought the sacrificial animal with him should not put it off until he had slaughtered the animal; and he who put on lhram for Hajj should complete it. A’isha (Allah be pleased with her) said: I was in the monthlyperiod, and I remained In this state till the day of ‘Arafa, and I had entered into the state of Ihram for ‘Umra. The Messenger of Allah (may peace be upon him) thus commanded me to undo my hair and comb them (again) and enter into the state of Ihram for Hajj, and abandon (the rites of ‘Umra). She (‘A’isha) said: I did so, and when I had completed my Pilgrimage, the Messenger of Allah (may peace be upon him) sent with me ‘Abd al-Rabman b. Abu Bakr and commanded me to (resume the rites of) ‘Umra at Tan’im. the place where (I abandoned) ‘Umra and put on Ihram for Hajj (before completing Umra).
Perbedaan nomor ini menunjukan ketidaksesuaian yang sangat mencurigakan. Dari kitab Shahih Muslim yang mana Abdul Hamid Siddiqui menerjemahkan?
Sangat mengherankan dan mencurigakan, pembahasan tentang adab di pemakaman ada di dalam kitab Shalat. Dalam Shahih Muslim ataupun ringkasannya yang saya miliki sama sekali tidak ditemykan Chapter 203 ini yang bahasannya memang di luar konteks Shalat. Padahal sudah sangat jelas, kitab ke-4 itu tentang Shalat. Bagaimana mungkin ada pembahasan selain shalat di dalam kitab ke-4 Sahih Muslim ini? Bagaimana situs non muslim ini memasukan hadits nomor 2127 yang redaksinya berbeda dengan Shahih Muslim yang dipegang muslim.
Coba tengok Shahih Muslim di situs muslim berikut ini:
http://www.ummah.net/Al_adaab/hadith/muslim/index.html
Anda buka kitab ke-4, lalu cari hadits no 2127, gak ketemu tuh. Persis seperti dalam Shahih Muslim yang saya miliki, Ilham Othmani miliki, dan muslim lainnya, hadits tersebut kalaupun nomornya ada tapi isinya berbeda.
Perhatikan hadits berikut ini:
dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلَا خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya. Tidak terhadap istri, juga terhadap pelayan. Kecuali saat jihad di jalan Allah.” (Shahih Muslim, no. 2328)
Hadits ini menunjukan bahwa Asiyah tidak mengakui Rasulullah SAW pernah memukul siapapun kecuali dalam jihad fii sabilillah. Dengan demikian, betulkan Asiyah pernah dipukul padahal Asiyah mengatakan Rasulullah SAW tidak pernah memukul wanita. Hadits tersebut diperkuat dengan hadits lainnya:
“Bahwa Rasulullah tak pernah memukul pembantu dan tidak juga perempuan.” (Hadîst Riwayat Abû Dâwûd, Sunan Abû Dâwûd, Kitâb al-Adâb, Fî al-Tajâwuz fî al-Amri, Nomor Hadîts: 4154).
March 23, 2011 at 3:52 pm
Sampai kapanpun muslim tidak akan pernah menemukan hadits yang anda tunjukan dalam kitab shalat, karena hadits tersebut berada dalam kitab ke-12 Pemakaman, dalam bagian apa yang dikatakan saat memasuki pekuburan dan doa kepada ahli kubur, hadits ke-2:
وحدثني هارون بن سعيد الأيلي حدثنا عبد الله بن وهب أخبرنا بن جريج عن عبد الله بن كثير بن المطلب أنه سمع محمد بن قيس يقول سمعت عائشة تحدث فقالت ألا أحدثكم عن النبي صلى الله عليه وسلم وعني قلنا بلى ح وحدثني من سمع حجاجا الأعور واللفظ له قال حدثنا حجاج بن محمد حدثنا بن جريج أخبرني عبد الله رجل من قريش عن محمد بن قيس بن مخرمة بن المطلب أنه قال يوما ألا أحدثكم عني وعن أمي قال فظننا أنه يريد أمه التي ولدته قال قالت عائشة ألا أحدثكم عني وعن رسول الله صلى الله عليه وسلم قلنا بلى قال قالت لما كانت ليلتي التي كان النبي صلى الله عليه وسلم فيها عندي انقلب فوضع رداءه وخلع نعليه فوضعهما عند رجليه وبسط طرف إزاره على فراشه فاضطجع فلم يلبث إلا ريثما ظن أن قد رقدت فأخذ رداءه رويدا وانتعل رويدا وفتح الباب فخرج ثم أجافه رويدا فجعلت درعي في رأسي واختمرت وتقنعت إزاري ثم انطلقت على إثره حتى جاء البقيع فقام فأطال القيام ثم رفع يديه ثلاث مرات ثم انحرف فانحرفت فأسرع فأسرعت فهرول فهرولت فأحضر فأحضرت فسبقته فدخلت فليس إلا أن اضطجعت فدخل فقال مالك يا عائش حشيا رابية قالت قلت لا شيء قال لتخبريني أو ليخبرني اللطيف الخبير قالت قلت يا رسول الله بأبي أنت وأمي فأخبرته قال فأنت السواد الذي رأيت أمامي قلت نعم فلهدني في صدري لهدة أوجعتني ثم قال أظننت أن يحيف الله عليك ورسوله قالت مهما يكتم الناس يعلمه الله نعم قال فإن جبريل أتاني حين رأيت فناداني فأخفاه منك فأجبته فأخفيته منك ولم يكن يدخل عليك وقد وضعت ثيابك وظننت أن قد رقدت فكرهت أن أوقظك وخشيت أن تستوحشي فقال إن ربك يأمرك أن تأتي أهل البقيع فتستغفر لهم قالت قلت كيف أقول لهم يا رسول الله قال قولي السلام على أهل الديار من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين وإنا إن شاء الله بكم للاحقون
Kalimat yang diterjemahkan “He struck me on the chest which caused me pain” adalah
فلهدني في صدري لهدة أوجعتني
Coba perhatikan, bagaimana kalimat “pukulah” dalam QS 4:34 … Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya {291}, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka…
Dalam ayat tersebut “pukulah mereka” dituliskan
واضربوهن
Kalimat “he struct me on the chest” seharusnya dituliskan:
ضربت لي على صدري
Jelas beda bukan ضربت لي dengan فلهدني
Apa dua kalimat berbeda ini bermakna sama????
March 24, 2011 at 12:57 am
Apakah Nabi SAW pernah melakukan ضَرَب terhadap istrinya?
Jawaban Asiyah : مَا ضَرَبَ
“Tidak pernah memukul” (Shahih Muslim, no. 2328)
Karena jelas ضربت لي (QS 4:34) bukanlah فلهدني (HR Muslim)
March 24, 2011 at 6:43 am
@someone;jika sekarang anda punya buku tabari,bisakah anda tunjukkan,dibagian mana dia berkata:ke empat anak abu bakar dilahirkan jaman jahiliyyah”???
March 24, 2011 at 6:51 am
wkwkwkwkkw jadi sekarang anda mengakui hadist itu ada..hmm bagus bagus…
““He struck me on the chest which caused me pain” jelas menggambarkan jenis pukulan yg lebih keras dari ‘dharaba:
March 24, 2011 at 7:32 am
Saya mengakui hadits tersebut ada, tetapi “struct me” ضربت لي bukan kata tepat untuk menggambarkan kata فلهدني
Jadi, anda tidak bisa menyimpulkan bahwa Muhammad SAW memukul Asiyah di dada dengan pemahaman memukul yang sama dengan kata ضرب dalam QS 4:34.
March 24, 2011 at 7:37 am
““He struck me on the chest which caused me pain” jelas menggambarkan jenis pukulan yg lebih keras dari ‘dharaba.
Bagaimana anda menyimpulkan itu dengan membandingkan terjemah inggris “struck” yang belum tentu benar dengan bahasa arab dharaba? Menggelikan …
March 30, 2011 at 3:29 am
Anda itu memang tolol karna mata anda tidak bisa melihat ajaran barbar (memukul). Bangsa bermartabat seperti Indonesia tidak membenarkan memukul untuk alasan apapun. Hanya ajaran barbar yang membolehkan memukul. Momed itu keturunan bangsa barbar arab biadap sehingga PASTI ajarannya juga barbar biadap yaitu boleh memukul istri. Kebiadapan ajaran bangsa arab barbar ini sudah terbukti di Pandeglang dengan matinya bangsa Indonesia karna ajaran barbar bangsa arab biadap. Tinggalkan ajaran barbar biadap yang disebut Pis-lam agar anda terhindar kelak MEMUKUL istri anda atau terhindar kelak untuk bawa bom dikepala anda untuk bom bunuh diri.
March 23, 2011 at 4:51 am
@berakhlaq
tolong dong!Kalau pun mau menjatuhkan agama Islam pake hadis yang benar dong.Dari kelmarin kamu asal-asalan aja.Please!Jangan ulang isu-isu basi.Kalau pun kamu keldai jangan ditujukkin dong keKELDAIannya.
March 23, 2011 at 9:00 am
wkwkkwkwkwkw…
saya memakai hadist soheh muslim,dan berkaitan dengan ayat quran yang hendak diterangkan,dan sumber hadist sudah saya tuls linknya sangat jelas,apalagi yg salah.KEBODOHAN anda bukan tanggungjawab saya.
wkwkwkwkwkwkkwkwkwkw
March 23, 2011 at 2:57 pm
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
Rasul berkata,”Di setiap rahim, Allah mengutus seorang malaikat yang berkata,’O Tuhan! Setetes air mani, O Tuhan! Segumpal darah! Segumpal daging.” Maka jika Allah berkehendak (untuk menyelesaikan) ciptaannya, malaikat bertanya, (O Tuhan!) apakah ia akan menjadi pria atau wanita, seorang yang sial atau seorang yang diberkati, dan seberapa banyak perlengkapannya nanti? Dan berapa umurnya nanti?’ Itulah semua yang ditulis selagi seorang anak masih berada dalam rahim ibunya.”
Hadis ini adalah sebuah lelucon. Baru memikirkan mengenai malaikat kecil yang masuk ke dalam rahim, dan berdiri di depan rahim setiap kali seorang pria berhubungan intim dengan isterinya; menonton seluruh pertunjukan dari dalam vagina si wanita, memohon Allah untuk setetes air mani tepat di depan wajahnya, sudah merupakan menimbulkan sebuah kegaduhan. Bukankah kita seharusnya melihat hadis ini sebagai hadis yang palsu? Sudah jelas ini bertentangan dengan akal sehat kita. Tetapi ia tidak bertentangan dengan akal sehat mereka yang biasa menceritakannya satu sama lain pada 1200 tahun yang lalu. Ia tak masuk akal bagi kita, tetapi sangat masuk akal bagi mereka. Beberapa ratus tahun yang lalu, akal sehat mengatakan bahwa Bumi ini bulat. Semua filsuf menyetujuinya. Hari ini tidaklah demikian bukan? Bisakah kita mengatakan bahwa hadis-hadis yang bertentangan dengan akal sehat manusia modern kita adalah palsu saat ini, tetapi bahwa mereka benar karena sesuai dengan akal sehat masyarakat kuno?
Poinnya adalah, kita tidak bisa mengesampingkan sebuah hadis sebagai tidak otentik berdasarkan pada akal sehat kita. Orang-orang Muslim meyakini bahwa Muhammad adalah Utusan Allah dan karena itu tak mungkin Ia salah. Karena itu mereka me-reevaluasi kembali hadis-hadis di saat waktu terus maju, dan membuang hadis-hadis yang dalam pemahaman ilmu pengetahuan mereka terbukti tidak masuk akal.
Baca selanjutnya di:
http://indonesian.alisina.org/?p=188
March 23, 2011 at 3:59 pm
@ Adeng
Alam malaikat adalah alam ruhani.Mereka hadir dalam bentuk yang ruhani.
March 24, 2011 at 12:40 am
Sangat sulit melihat kenyataan bahwa Nabi Islam, seorang yang praktis disembah dan dijadikan teladan oleh semiliar jiwa-jiwa dalam kegelapan, ternyata adalah seorang pedofil yang menjijikkan.
Muhammad mengawini Aisha tatkala ia baru berumur 6 tahun, dan menyetubuhinya (baca “memperkosanya”) disaat ia berumur 9. Dan dia sendiri 54 tahun.
Kenyataan adalah terang benderang, sebab hal ini dilaporkan oleh Aisha sendiri dalam lusinan Hadis, dan tidak ada Muslim yang mempertanyakan hal tersebut sampai akhir-akhir ini dimana orang baru mulai mengernyitkan bulu matanya.
Harap dicatat bahwa sikap orang-orang Muslim selama ini tidak ada yang merasa malu terhadap kenyataan bahwa nabi mereka adalah seorang pedofil. Soalnya, mereka sendiri juga telah mempraktekkan tindakan yang tercela ini selama rentang waktu seribuan tahun lebih, dan bahkan juga sedang mempraktekkannya sampai sekarang! Mereka hanya rikuh ketika dunia mempertanyakan hal ini kepada mereka. Namun bukti-bukti telah melimpah ruah.
Sahih Muslim, buku 008, no.3310:
Aisha (ra) melaporkan: Rasul Allah (saw) mengawini saya ketika saya berumur 6 tahun, dan saya masuk ke rumahnya saat saya berumur 9 tahun.
Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.64:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun, lalu tinggal bersama-sama dengannya untuk 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya).
Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no.65:
Diriwayatkan Aisha: bahwa Nabi mengawininya ketika ia berumur 6 tahun dan ia (Muhammad) menggenapkan nikahnya tatkala ia berumur 9 tahun. Hisham berkata: Saya telah diberitahu bahwa Aisha tinggal bersama-sama dengan Nabi selama 9 tahun (yaitu, hingga wafatnya). Apa yang engkau ketahui tentang Quran (hafal)’
Sahih Bukhari, vol.7, buku 62, no 88:
Diriwayatkan ‘Ursa: Nabi menuliskan (kontrak perkawinan) dengan Aisha tatkala ia berumur 6 tahun dan menggenapi nikahnya dengan dia ketika ia berusia 9 tahun dan ia tinggal bersama dengan beliau selama 9 tahun (sampai ajalnya).
Sebagian Muslim berkata bahwa Abu Bakr-lah yang mendekati Muhammad dan meminta beliau untuk menikahi puterinya. Tentu ini tidak betul.
Sahih Bukhari 7.18:
Diriwayatkan ‘Ursa: Nabi meminta kepada Abu Bakr untuk menikahi Aisha. Abu Bakr berkata, “Tetapi sayakan saudaramu”. Nabi berkata, “ Engkau memang saudaraku dalam agama Allah dan Kitab-Nya, tetapi dia (Aisha) dibolehkan oleh hukum untuk kunikahi”.
Baca selanjutnya di:
http://indonesian.alisina.org/?p=201
March 24, 2011 at 1:11 am
Lihat KBBI : me·mer·ko·sa v 1 menundukkan dng kekerasan; memaksa dng kekerasan;
Menikahi sampai meninggal (HR Muslim) sama dengan memaksa? wkwkwkwk …
Dasar Odong2 penyebar berita bohong!
Pedofilia (dari bahasa Yunani: paidophilia (παιδοφιλια)—pais (παις, “anak-anak”) dan philia (φιλια, “cinta”) adalah penyimpangan kepribadian seseorang yang memiliki ketertarikan atau hasrat seksual terhadap anak-anak yang belum memasuki masa remaja.
Muhammad SAW memang menikahi Asiyah saat Asiyah berusia anak-anak seperti Maria (12 tahun) yang dinikahi Yusuf (90 tahun), tetapi Muhammad SAW mengawini Asiyah pada saat Asiyah sudah remaja (haid). Sebelum dinikahi Muhammad SAW, Asiyah sempat dipinang oleh lelaki lainnya.
—————————-
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu, 610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam, 613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke masyarakat, 615 M: Hijrah ke Abyssinia, 616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam, 620 M: disebutkan bahwa Nabi meminang Aisyah, 622 M: Hijrah ke Yathrib kemudian dinamai Medina, 623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah.
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya,” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, yaitu tiga tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah, umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah. Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun. Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah.”
Jika Statement Ibn Hajar adalah faktual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah di usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
Umur Aisyah dihitung dari umur Asma. Menurut Abda’l-Rahman ibn Abi Zanna’d, “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir, “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun.”
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.”
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn Abi Zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
March 24, 2011 at 6:34 am
wkkwkwkkwkkwkwk
beginilah cara muslim lari dari kebenaran.
mengapa mereka tidak percaya hadist soheh bukhari/muslim, yg jelas2 mengatakan usia aisyah 9 tahun,ketika nabi ngesex dengannya,MENURUT PENGAKUAN AISYAH SENDIRI:
Sahih Bukhari 62: 64
Diriwayahkan ‘Aisha: bahwa nabi menikahi saya ketika saya berumur ENAM TAHUN dan berhubungan suami istri saat saya SEMBILAN TAHUN, dan kemudian saya tinggal bersama nabi selama sembilan tahun (yaitu sampai kematiannya)-.
Sahih Bukhari 73: 151
Dinyatakan ‘Aisha: Aku biasa bermain dengan boneka2 di depan sang Nabi, dan kawan2 perempuanku juga biasa bermain bersamaku. Kalau Rasul Allah biasanya masuk ke dalam (tempat tinggalku) mereka lalu bersembunyi, tapi sang Nabi lalu memanggil mereka untuk bergabung dan bermain bersamaku.
muslim lebih suka membohongi diri sendiri,dengan utak-atik angka yg sangat tidak myakinkan.
semua apologi muslim ini sudah dibantah di wiki islam:
Shaykh Gibril Haddad says that the evidence Amjad provided above is false.
Al-Tabari nowhere reports that “Abu Bakr’s four children were all born in Jahiliyya” but only that Abu Bakr married both their mothers in Jahiliyya, Qutayla bint Sa`d and Umm Ruman, who bore him four children in all, two each, `A’isha being the daughter of Umm Ruman.
Gibril Haddad
There is also no need to make oblique calculations using Tabari when Tabari explicitly states Aisha’s age several times.
These are Tabari’s direct accounts. He reported it at least four times, making it clear that this was what he deemed authoritative.
‘Aisha was 6 (or 7) years old when she was married, and the marriage was consummated when she was nine years old.’ Muhammad b. ‘Amr is one of the transmitters.
al-Tabari vol.9 p.129-131
‘My mother came to me while I was being swung on a swing between two branches and got me down. My nurse took over and wiped my face with some water and started leading me. When I was at the door she stopped so I could catch my breath. I was brought in while Muhammad was sitting on a bed in our house. My mother made me sit on his lap. The other men and women got up and left. The Prophet consummated his marriage with me in my house when I was nine years old.’
al-Tabari vol.9 p. 131
‘Aisha was 6-7 when married, and came the marriage was consummated when she was 9-10, three months after coming to (sic – from) Mecca.’
al-Tabari vol.7 p.7. The chain of transmission includes an unnamed man from the Quraysh
‘The Prophet married Aishah in Shawwal in the tenth year after the [beginning of his] prophethood, three years before Emigration. He consummated the marriage in Shawwal, eight months after Emigration. On the day he consummated the marriage with her she was nine years old.’
al-Tabari vol. 39, pp. 171-173
March 24, 2011 at 6:46 am
tunjukkan pada saya dibagian mana dr buku tabari yg bilang,bahwa keempat anak abu bakar,dilahirkan pada masa jahiliyyah???
March 24, 2011 at 6:47 am
http://wikiislam.net/wiki/Refutation_to_Muslim_Apologetics_against_Aisha%27s_Age_of_Consummation
March 24, 2011 at 7:49 am
Anda tidak pernah membaca atau menulis karya tulis bereferensi ya, atau tahunya Ath-Thabari cuma menulis buku Tafsir Ath-Thabari saja? Sampai kapanpun kalau anda telusuri tafsir ath-Thabari, anda tidak akan menemukan :
“Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya,”
Coba anda baca:
http://id.wikipedia.org/wiki/At-Tabari
Saya menuliskan:
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya,” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).
Kalau anda mau tahu di mana kalimat tersebut anda temukan, cari dalam :
Al-Tabari, Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari, Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979.
Anda bisa bacanya nggak? 😀
March 24, 2011 at 7:55 am
Muhammad SAW menikahi Aisyah saat Asiyah berusia anak-anak. Demikian pula dengan Maria ibunya Yesus dinikahi pada saat usia 12 tahun oleh Yusuf yang saat itu berusia 90 tahun. Muhammad SAW mengawini Asiyah pada saat Asiyah sudah remaja (haid). Sebelum dinikahi Muhammad SAW, Asiyah sempat dipinang oleh lelaki lainnya. Artinya, pernikahan dini merupakan kelajiman dalam masyarakat di mana Muhammad SAW tinggal dan dalam masyarakat di mana Maria ibunya Yesus tinggal. Pernihakan dini tersebut sama sekali tidak menggambarkan pedhofil jika si wanita disetubuhi setelah remaja. Remaja itu ditandai dengan kematangan rahim yang wanita mendapatkan tandanya dari datangnya haidh.
March 24, 2011 at 1:57 pm
xixiiixixiix
saya tidak bisa berbahasa arab,jadi anda saja yg mengcopypaste ke sini,bagian dari attabari yg dimaksud,nanti saya tranlate ke google translate atau tanya2 teman saya.
atau sebenarnya anda tidak berani memeriksanya,takut kutipan itu sebenarnya tak ada???
wkwkkwkwkkwkwkwkwkkwkwkwk
March 24, 2011 at 2:20 pm
Wualah … alasan saja !
March 24, 2011 at 2:25 pm
Setahu saya, terjemahan google untuk Arab itu kacau, jadi anda tidak bisa mendapat apa-apa dari kutipan saya. Kalau gak percaya, coba saja terjemahkan kutipan hadits pake google. Hasilnya acak-acakan, hahahahaha….
Sudahlah, yang terpenting anda faham bahwa kalimat itu bukan dalam tafsir ath Thabari, tapi dalam buku lainnya.
March 24, 2011 at 2:49 pm
@someone
wkwkkwkkwkkwkwk
buku yang lain yg manakah itu yg memuat kalimat yg dimaksud????
wkwkkwkwkkwkwkwwkwk
ngeles terusss…xixixixixiixi
March 24, 2011 at 3:05 pm
@someone
BISAKAH ANDA BUKTIKAN,BAHWA AISYAH YG MASIH BOCAH CILIK,(9 tahun) SUDAH REMAJA(SUDAH HAID),KETIKA NGESEX DENGAN NABI????????
March 24, 2011 at 4:17 pm
Anda mempertanyakan buku mana, bukankah maksud saya jelas:
Al-Tabari, Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari, Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979.
Anda mempertanyakan kapan Rasululllah SAW mengawini Asiyah? Lalu selama ini yang menjadi landasan anda menuduh beliau SAW pedofil itu apa, fakta usia Aisyah saat dinikahi Rasulullah SAW? Masa dinikahi sama dengan dikawini … mas-mas. Belum yakin kapan Rasulullah SAW mengawini Aisyah kok sudah berani nuduh …. naudzubillah
March 24, 2011 at 11:16 pm
wakakaka ente sendiri nggak tahu kedudukan hadis di banding al quran/ente malah nggak tahu beda hadis dengan al quran?
March 24, 2011 at 11:17 pm
bisa nggak ente membuktikan hadis yang ente pakai sahih?
March 24, 2011 at 6:27 am
ALLAH SUDAH MEMUJI AKHLAQ RASULULLAH.INI QURAN DARI ALLAH.SEDANGKAN HADITS MERUPAKAN BAYANUL QURAN.PENJELASAN KEPADA QURAN. KALAU ALLAH SUDAH BILANG AKHLAQ NABI BAIK YA BAIK.JANGAN IKUTI YANG LAIN.BIAR ANDA BAWA BUKU HADITS BUKHARI.HADITS SAHIH.
QURAN AN NAJM 68:4. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
S U R A T A L – A N ‘ A A M
6:124. Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: “Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah”. Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.
APALAGI YAHUDI SANGAT DENGKI DENGAN NABI MUHAMMAD.NAH QURAN BAGI ORANG YANG MENCARI KEBENARAN INI MUDAH DIPAHAMI.KALAU YAHUDI YAH JELAS NGGA BISA DIPERCAYA.UNTUK APA PERCAYA PADA BERITA ORANG KAFIR DAN FASIK.???
AKAN TETAPI BANYAK JUGA ORANG YANG DISESATKAN YAHUDI YAITU KRISTEN KHATOL YANG DISESATKAN PAULUS SI YAHUDI TULEN.NGAKU2 RASUL SETELAH YESUS.
DALAM PERJANJIAN BARU 14 KITAB DIBUATNYA.
JUTAAN ORANG DISESATKANNYA.JUTAAN BAKAL DITOLAK KEIMANNANNYA DAN DIENYAHKAN DARI HADAPANNYA DIAKHIRAT.KARENA MEMBUNUH DAN MENFITNAH NABI2 DENGAN KITAB BUATAN YAHUDI.
Nabi Ibrahim memiliki gundik.
Kej 25:5. Abraham memberikan segala harta
miliknya kepada Ishak,
Kej 25:6. tetapi kepada anak-anaknya yang
diperolehnya dari gundik-gundiknya ia
memberikan pemberian; kemudian ia menyuruh
mereka–masih pada waktu ia hidup–
meninggalkan Ishak, anaknya, dan pergi ke
sebelah timur, ke Tanah Timur.
FITNAH 2: Nabi Nuh mabuk dan bugil.
Kej 9:20. Nuh menjadi petani; dialah yang mula-
mula membuat kebun anggur.
Kej 9:21. Setelah ia minum anggur, mabuklah ia
dan ia telanjang dalam kemahnya.
FITNAH 3: Nabi Sulaiman memiliki gundik dan
menyembah berhala.
1 Raj 11:3. Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari
kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-
isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN.
1 Raj 11:9. Sebab itu TUHAN menunjukkan murka-
Nya kepada Salomo, sebab hatinya telah
menyimpang dari pada TUHAN, Allah Israel, yang
telah dua kali menampakkan diri kepadanya,
Kej 11:10. dan yang telah memerintahkan
kepadanya dalam hal ini supaya jangan mengikuti
allah-allah lain, akan tetapi ia tidak berpegang pada
yang diperintahkan TUHAN.
FITNAH 4: Nabi Harun membuat berhala dan
menyuruh orang2 Israel menyembahnya.
Kel 32:3. Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan
anting-anting emas yang ada pada telinga mereka
dan membawanya kepada Harun.
Kel 32:4. Diterimanyalah itu dari tangan mereka,
dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari
padanya anak lembu tuangan. Kemudian
berkatalah mereka: “Hai Israel, inilah Allahmu,
yang telah menuntun engkau keluar dari tanah
Mesir!”
SADARLAH KRISTEN KHATOL ANDA TELAH DIJERUMUSKAN.KEMBALILAH KE ISLAM ANDA AKAN SELAMAT.LIHATLAH AL KITAB ANDA YAKINKAH KITAB ITU DARI TUHAN???BACA AYAT2 DIATAS DARI AL KITAB.ANDA ,ORANG TUA ANDA,NENEK MOYANG ANDA SEMUA DISESATKAN DENGAN AYAT2 BUATAN DIATAS.KEMBALILAH KE ISLAM ANDA AKAN SELAMAT.
March 24, 2011 at 6:35 am
ADANG HUDAYA SAMPAH DI BLOG INI NDA JELAS SIAPA TUHANNYA?.SIAPA NABI NYA?,APA KITABNYA.
MUNGKIN TUHAN SI ADANG YESUS SI YUDAS PENGKHIANAT YANG DISALIB.KITABNYA KIDUNG AGUNG, NABINYA JELAS SIPAULUS TUKANG BUAT AYAT.
March 24, 2011 at 7:37 am @ berakhlak Berhubung dengan riwayat tentang ‘umur Aishah semasa berkahwin dengan Rasulullah s.a.w.’, kami tidak mengatakan bahawa riwayat dari Hisham bin Urwah di dalam ‘Bukhari’ dan ‘Muslim’ itu sebagai hadis Maudhu (rekaan) dan juga kami tidak mengatakan bahawa perawi tersebut seorang pendusta. Sebaliknya, kami berpendapat Hisham telah melakukan kesilapan di dalam riwayat ini dengan menyebut ‘sembilan belas’ sebagai ‘sembilan’ dengan tidak disengajakan. Kami mempunyai banyak hujah untuk menyokong pendapat kami. Jikalau tidak mempunyai apa-apa hujah sekalipun, kami akan tetap mengatakan bahawa hadis ini mungkar kerana kami lebih mencintai Rasulullah s. a.w. dari perawi-perawi riwayat ini. HUJAH PERTAMA – BERTENTANGAN DENGAN FITRAH MANUSIA Riwayat ini bertentangan dengan pengalaman dan fitrah manusia. Adalah mustahil ia dilakukan oleh Nabi s.a.w. dan ia sebenarnya tidak pernah berlaku. Jika peristiwa sedemikian pernah terjadi, maka musuh-musuh Islam dan juga musuh-musuh Nabi Muhammad s.a.w. pada waktu itu sudah tentu telah mengambil kesempatan untuk mempermainkan dan menghina baginda s.a.w. Dan, apabila tiada apa-apa serangan terhadap peribadi Rasulullah s.a.w. oleh musuh-musuh Islam pada masa itu , ianya membuktikan bahawa peristiwa tersebut tidak pernah berlaku. Sekiranya tidak, ianya adalah peluang keemasan kepada musuh Islam untuk menyerang Islam dan rasulnya. Tidak syak lagi riwayat ini adalah tidak benar. Sumber utama riwayat ini ialah Hisham dan perawi-perawi yang menukilkan darinya; oleh itu keraguan berkisar hanya sekitar Hisham. HUJAH KEDUA – BERTENTANGAN DENGAN AKAL YANG WARAS Suatu riwayat yang bertentangan dengan akal adalah palsu dan dongeng. Ibnu Jauzi, salah satu nama besar dalam lapangan pengkritikan hadis, ialah orang yang bertanggungjawab memperkenalkan prinsip ini. Riwayat oleh Hisham ini adalah bercanggah dengan akal dan akal yang waras tidak dapat menerimanya . Apa sudah jadi dengan kewarasan dan kebijaksanaan kita ? Amat aneh bila kita dapati tidak ramai cendiakawan yang samada menolak atau meragui riwayat ini. HUJAH KETIGA – TIADA CONTOH DITEMUI DI NEGERI ARAB ATAU DI NEGERI-NEGERI PANAS Sehingga hari ini tidak ditemui kes seperti ini di Semenanjung Arab dan negaranegara beriklim panas yang lain. Jika sekiranya ia menjadi amalan masyarakat ini nescaya kita akan dapati wujud beribu-ribu contoh tersebut dalam catatan sejarah.. Sebaliknya, sekiranya peristiwa begini berlaku pada hari ini , ianya akan menjadi berita sensasi , contohnya, seorang lelaki gila merogol seorang kanakkanak perempuan berumur sembilan tahun…dan orang yang melakukan perbuatan sedemikian digelar orang gila. Ulama kita dan para pencinta Nabi s.a.w. tidak menunjukkan keberanian untuk menyangkal riwayat ini dan yang sedihnya sebahagian daripada mereka tidak dapat menjadi contoh kepada ummah bila mereka sendiri mengahwinkan anak dara sunti mereka yang berumur sembilan tahun , atas nama sunnah dan berbangga kerana menghidupkan sunnah !! Kami adalah ‘orang bodoh’ dan berdosa.Ulama sepatutnya menunjukkan contoh yang praktikal supaya kami dapat mengikuti contoh tersebut. Mungkin anda tidak akan percaya bahawa ulama kita pada suatu ketika dahulu telah menolak penemuan saintifik yang bertentangan dengan pendapat mereka, malah sebaliknya tidak mengiktiraf hasil kajian saintifik tersebut . Contoh klasik ialah, ramai daripada mereka yang berpendapat matahari mengelilingi bumi, tetapi apabila kajian saintifik mengatakan sebaliknya mereka berkeras dengan pendapat mereka. Dalam bahasa yang mudah mereka berkata, ‘ Saya tidak akan menerimanya dalam apa pun keadaan’. Beginilah sikap mereka dalam hal ini , iaitu , tentang umur Aishah r.a. semasa berkahwin dengan Rasulullah s.a.w. Dengan hanya berkata “kami tidak menerima fakta sejarah”, tidak memberi apaapa makna kepada ummah. Berkenaan ‘sejarah’, di satu pihak mereka mendakwa bahawa mereka tidak menerima ‘sejarah’, tetapi pada masa yang sama mereka melaung-laungkan cerita “Yazid yang jahat’ dari mimbar-mimbar khutbah ( walaupun ianya cerita sejarah yang direka). Bahkan cerita berkenaan Karbala telah diulas oleh ulama kita lebih hebat daripada ahli sejarah. Kami akan menyentuh tentang aspek sejarah di bahagian kedua kertas ini. Buat masa ini kami akan membentangkan hujah berdasarkan hadis, usul hadis, biografi perawi ( ilmu rijal) dan illal hadis kerana ulama kita mengiktiraf ilmu-ilmu ini. Adalah tujuan kami untuk menarik perhatian mereka dalam aspek ini. HUJAH KEEMPAT- RIWAYAT INI BUKAN HADIS RASULULLAH S.A.W . Kami telah mengkaji dengan terperinci hadis yang diriwayatkan oleh Hisham. Untuk kajian ini, kami telah mengumpulkan bukti-bukti daripada kitab-kitab ‘Saheh Bukhari’, ‘Saheh Muslim’, ‘Sunan Abu Daud’, ‘Jami’ Tirmizi’, ‘Sunan Ibnu Majah’, ‘Sunan Darimi’ dan ‘Musnad Humaidi’. Selepas menelaah kitab-kitab tersebut, sesuatu kemusykilan telah timbul. Sebahagian perawi mengatakan riwayat tersebut sebagai kata-kata oleh Aishah r.a., sedangkan setengah yang lain mengatakannya sebagai kata-kata Urwah r.a. Yang pastinya , ia bukan kata-kata Nabi Muhammad s.a.w. sendiri. Ia sama ada kata-kata ‘Aishah r.a. ataupun kata-kata Urwah r.a. yang merupakan seorang ‘tabiin’ iaitu anak kepada seorang sahabat ( Zubair bin Awwam r.a ) dan juga anak kepada kakak Aishah r.a sendiri ( Asma binti Abu Bakar r.a ) . Jika riwayat ini adalah kata-kata Urwah, ia tidak mempunyai apa-apa nilai dalam syariah. Dan, kita juga tahu bahawa apabila berlaku perbezaan pendapat sama ada suatu riwayat itu ‘Muttasil’ (bersambung) ataupun ‘Mauquf’ (terputus) , ulama hadis pada amnya akan mengatakan ianya sebagai ‘Mauquf’ (terputus) . Berdasarkan prinsip ini, bolehlah disimpulkan bahwa riwayat ini adalah cerita sejarah oleh Urwah ( dan bukannya hadis); dan tidak berdosa untuk menolak kata-kata Urwah. Riwayat ini akan tetap dianggap cerita sejarah sehingga ulama membuktikan sebaliknya ( iaitu riwayat ini ‘muttasil’( bersambung)) . HUJAH KELIMA – RIWAYAT INI DIRIWAYATKAN OLEH HISHAM SELEPAS FIKIRANNYA BERCELARU Urwah menceritakan riwayat ini kepada anaknya Hisham. Pada pandangan kami, segala kekeliruan dalam riwayat ini adalah berpunca daripada Hisham. Adalah penting untuk diketahui bahawa dengan hanya menjadi perawi dalam ‘Saheh Bukhari’ dan ‘Saheh Muslim’ tidak bermakna perawi tersebut sempurna dan tidak melakukan sebarang kesilapan . Kami telah menghabiskan masa bertahun-tahun lamanya mengkaji biografi perawi dan kami dapati ada dua zaman dalam kehidupan Hisham iaitu zaman Madani (semasa di Madinah) dan zaman Iraqi (semasa di Iraq). Zaman Madaninya ialah sehingga tahun 131 H. Dalam tempoh ini di antara muridnya yang paling penting ialah Imam Malik. Imam Malik telah meriwayatkan beberapa hadis daripada Hisham di dalam kitabnya ‘Muwatta’, tetapi riwayat perkahwinan Ummul Mukminin Aishah r.a. dengan Rasulullah s.a.w tidak ditemui dalam kitab Imam Malik tersebut. Imam Abu Hanifah r.a. juga merupakan anak muridnya dalam tempoh tersebut, dan beliau juga tidak pernah meriwayatkan cerita ini. Zaman kedua Hisham bermula selepas tahun 131 H. Adalah tidak diragukan bahawa Hisham adalah seorang perawi ‘thiqah’ (boleh dipercayai) sehinggalah tahun 131 H, dan Hisham merupakan sumber asas (madar) kepada banyak hadis yang diriwayatkan oleh Saidatina ‘Aishah r.a. Kemudian suatu yang malang berlaku. Pada tahun 131 H Hisham berhutang sebanyak seratus ribu dirham untuk melangsungkan perkahwinan anak perempuannya, dengan harapan mendapat wang daripada Khalifah yang sedang berkuasa untuk menjelaskan hutangnya. Namun apa yang terjadi adalah diluar jangkaan Hisham di mana pemerintahan Bani Umaiyyah berpindah tangan kepada Bani Abbas. Hisham tiba di Baghdad dengan penuh harapan, dan telah menghulurkan tangannya meminta duit daripada Khalifah Mansur ( Khalifah Abbasiyah). Pada mulanya, Khalifah mencelanya tetapi selepas didesak Khalifah Mansur telah memberinya sepuluh ribu dirham . Kejadian ini merupakan kejutan pertama ke atas fikirannya, dan akibatnya beliau mula menjadi ‘tidak tetap’ dalam meriwayatkan hadis-hadis. Dia mula meriwayatkan hadis yang beliau mengaku didengar daripada ayahnya (Urwah) tetapi sebenarnya beliau tidak pernah mendengar hadis tersebut.. Dengan harapan mendapat pinjaman tambahan daripada Khalifah beliau kembali ke Baghdad dan berjaya mendapat sedikit wang . Selepas membayar sebahagian hutangnya, sekali lagi beliau datang ke Baghdad dan kemudiannya menetap di sana sehingga meninggal dunia Beliau meninggal dunia di Baghdad pada tahun 146 H. Semua kekacauan dalam riwayat-riwayatnya berlaku semasa berada di tanah Iraq. Seolah-olahnya, apabila beliau tiba di Iraq, ingatannya telah bertukar dan telah mengalami perubahan yang besar. Ya’aqub bin Abi Shaibah mengatakan bahawa sebelum pindah ke Iraq tiada riwayat Hisham yang ditolak, tetapi apabila beliau pergi ke Iraq beliau telah menceritakan banyak riwayat yang disandarkan kepada ayahnya Urwah yang tidak disukai oleh penduduk Madinah. Seperkara lagi, semasa tinggal di Madinah, Hisham hanya menceritakan hadis yang didengari daripada ayahnya. Tetapi semasa di Iraq, dia mula menceritakan hadis yang didengari daripada orang lain . Oleh itu, riwayat Hisham yang dinukilkan oleh orang Iraq adalah tidak boleh dipercayai. (Tahzib-ul-Tahzib, m/s 48, jilid 11) Semoga Allah merahmati Ibn Hajar, yang mendapat ilham daripada Ya’aqub bin Abi Shaibah dengan mengatakan bahawa ‘riwayat Hisham yang diceritakan oleh orang Iraq tidak boleh dipercayai’ . Di antara riwayat tersebut ialah riwayat ‘Saidatina Aishah r.a. hidup bersama suaminya (Nabi s.a.w.) semasa berumur sembilan tahun dan telah berkahwin sewaktu usianya enam tahun . Juga cerita berkenaan Rasulullah s.a.w. terkena sihir. Cerita mengenai ‘Aishah r.a. ‘bemain dengan anak patung’ juga telah diriwayatkn oleh orang Iraq daripada Hisham. Sekalung penghargaan untuk Ya’aqub bin Abi Shaibah dan Hafiz Ibn Hajar kerana mengatakan: “Riwayat-riwayat yang dibawa oleh orang Iraq tidak boleh dipercayai”. Mereka tidak mengecualikan riwayat-riwayat dalam ‘Saheh Bukhari’ dan ‘Saheh Muslim’ daripada prinsip ini. Oleh sebab itu, kita hendaklah bersungguh-sungguh mengenalpasti dan mencari hadis-hadis yang telah diriwayatkan oleh orang Iraq daripada Hisham. Jika kita mengisytiharkan kesemua hadis tersebut sebagai yang ‘tidak boleh dipercayai’, ulama kita tidak boleh membantah kemudiannya kerana prinsip ini telah diberi oleh ulama salaf yang terdahulu. Kami mendoakan kepada mereka yang baik ini yang (dengan mengemukakan prinsip ini), telah melindungi Rasulullah s.a.w. daripada serangan- orang-orang Iraq. Hafiz az-Zahabi telah menulis tentang Hisham: “terjadi perubahan dalam ingatannya di akhir usianya , dan Abul Hasan bin Al-Qattan mendakwa bahawa beliau keliru dalam meriwayatkan hadis bila di akhir usianya” Hafiz Uqaili telah menulis dengan lebih jauh lagi: “dia telah nyanyuk di tahun-tahun terakhir kehidupannya”. Di dalam ‘Mizan al-I’tidal’ , Hafiz az-Zahabi menulis bahawa ingatan Hisham yang kuat di waktu mudanya, tidak kekal di usia tuanya. Dan di Iraq, dia tidak dapat meriwayatkan hadis dengan baik dan tepat (‘Mizan al-I’tidal, Jilid IV) Imam Malik, salah seorang anak murid Hisham, telah meriwayatkan beberapa riwayat Hisham di dalam ‘Muwatta’nya di masa beliau menganggap riwayat Hisham adalah muktamad di dalam semua perkara. Beliau juga tidak bersetuju dengan Hisham semasa beliau ( Hisham) tinggal di Iraq. Beliau menolak riwayat Hisham yang diceritakan oleh orang-orang Iraq. Ibn Hajar mengatakan “ Penduduk Madinah menolak riwayat Hisham yang diceritakan oleh orang-orang Iraq” Angka “sembilan tahun” ini telah menghantui pemikiran Hisham sehingga dia mengaku berkahwin dengan isterinya semasa isterinya berumur sembilan tahun. Az- Zahabi telah menceritakan peristiwa ini sebagaimana berikut: “Fatimah binti Al-Munzir adalah sebelas tahun lebih tua dari suaminya, Hisham. Sekiranya dia datang ke rumah Hisham untuk tinggal bersamanya semasa berumur sembilan tahun beliau perlu menunggu dua tahun sebelum ibu Hisham melahirkannya dan sebelum kelahirannya, Hisham tidak menbenarkan orang lain melihat isterinya. Kami belum pernah menyaksikan perkara se ajaib ini”. Az-Zahabi kemudian menerangkan bahawa Fatimah tinggal bersama suaminya ketika berumur sekitar 28- 29 tahun. Dalam erti kata lain, Hisham telah menggugurkan angka ‘20’ dari angka ’29’. Dengan cara yang sama, dalam hal Ummul Mukminin r.a. angka ‘9’ timbul selepas menggugurkan ‘10’ daripada angka ‘19’. Menurut Hafiz Ibn Hajar, Hisham pernah mengaku bahawa isterinya tiga belas tahun lebih tua daripadanya…kami sedar bahawa iklim Iraq telah merosakkan fikiran ramai orang baik-baik HUJAH KEENAM – HANYA PERAWI IRAQ YANG MENUKILKAN RIWAYAT INI Kami agak tekejut apabila mendapati bahawa kesemua perawi tentang ‘Umur Aishah’ adalah orang Iraq yang samada dari Kufah ataupun Basrah. Riwayat ini tidak pernah dinukilkan oleh mana-mana perawi Madinah, Mekah, Syam, mahupun Mesir. Tiada perawi bukan Iraq yang meriwayatkan kisah ini, sebabnya cerita ini dikeluarkan oleh Hisham semasa beliau tinggal di Iraq. Perawi-perwai berikut telah menyalin kisah ini daripada Hisham: 1. Sufyan bin Said Al-Thawri Al-Kufi 2.Sufyan bin ‘Ainia Al-Kufi 3. Ali bin Mas’her Al-Kufi 4.Abu Muawiyah Al-Farid Al-Kufi 5. Waki bin Bakar Al-Kufi 6. Yunus bin Bakar Al-Kufi 7.Abu Salmah Al-Kufi 8. Hammad bin Zaid Al-Kufi 9. Abdah bin Sulaiman Al-Kufi Sembilan orang tersebut berasal daripada Kufah. Manakala perawi dari Basrah pula adalah : 1.Hammad bin Salamah Al-Basri 2.Jafar bin Sulaiman Al-Basri 3.Hammad bin Said Basri 4.Wahab bin Khalid Basri Inilah mereka yang telah meriwayatkan kisah ini daripada Hisham. Semasa beliau tiba di Iraq pada tahun 131 H , beliau berumur 71 tahun. Adalah tidak masuk akal beliau tidak dapat mencari orang untuk meriwayatkan kisah ini sehinggalah beliau berumur 71 tahun. Dalam hal ini, riwayat ini tidak terlepas dari dua keadaan , iaitu, sama ada orang Iraq yang merekanya dan mengatakan Hisham sebagai sumbernya, ataupun iklim Iraq telah mempengaruhi Hisham dengan teruk menyebabkan dia tidak sedar akan ‘dirinya’, bahawa dia membawa isterinya Fatimah binti Al- Munzir untuk tinggal bersama ketika umur isterinya sembilan tahun, iaitu empat tahun sebelum kelahirannya sendiri.! Setelah tiba di Iraq, tahap kebijaksanaan dan kesedaran mentalnya telah merosot hingga ke tahap ini.. Kami mengagumi Hisham , dan nasihat semasa beliau tinggal di Madinah masih lagi segar dalam ingatan kami . Anda juga patut mengingatinya, bak kata pepatah Parsi yang masyhur ‘sesuatu yang disimpan pasti ada gunanya suatu hari nanti” . Nasihatnya yang satu ini amat berguna . Katanya: “Apabila seorang Iraq meriwayatkan seribu hadis, kamu patut mencampakkan sembilan ratus sembilan puluh daripadanya ke tanah, dan berasa sangsi terhadap sepuluh yang masih tinggal.” Jika kita berpandukan kepada nasihat Hisham ini, banyak masalah yang akan terjawab dengan sendirinya. Selain daripada itu, kita juga patut memberi perhatian kepada prinsip ulama hadis yang dinukilkan oleh Baihaqi dari Abdur-Rahman bin al-Mahdi: “Apabila kami meriwayatkan hadis mengenai ‘halal dan haram’ dan ‘perintah dan larangan’, kami menilai dengan ketat sanad-sanad dan mengkritik perwiperawinya, akan tetapi apabila kami meriwayatkan tentang faza’il ( keutamaan ) , pahala dan azab, kami mempermudahkan tentang sanad dan berlembut tentang syarat-syarat perawi.” (Fatehul- Ghaith, ms 120) Abdur Rahman bin al-Mahdi merupakan guru kepada Imam Bukhari dan Imam Muslim. Beliau adalah salah seorang tokoh penting dalam ilmu rijal (biografi perawi). Bagi pihak ulama hadis, beliau mengatakan muhaddisin menilai sanad dengan ketat bila menilai hadis berkenaan halal dan haram dan juga tentang ‘perintah’ dan ‘larangan’. Bagi hadis yang tidak berkaitan dengan halal dan haram serta perintah dan larangan ( seperti ‘fazail’ ( keutamaan) , sirah dsb) ulama hadis bersikap mudah tentang peribadi perawi dan mengabaikan kesilapan dan kelemahan mereka. Sebagai contoh, ulama hadis tidak melakukan kajian terperinci dan menyeluruh ke atas riwayat yang berkenaan dengan Fazaiel (Kelebihan) sama ada ia berkaitan dengan perwatakan atau amalannya seseorang, balasan azab terhadap sebarang perbuatan maksiat, ataupun peristiwa daripada sejarah. Mungkin ini adalah sebabnya mengapa ulama hadis tidak merasakan perlu untuk membincangkan dengan teliti riwayat yang berkenaan umur sebenar Saidatina ‘Aishah (semasa berkahwin dengan Rasulullah s.a.w. ) Besar kemungkinan, Imam Bukhari memegang prinsip yang sama iaitu tidak ketat dalam menilai riwayat seperti ini, yang mana kemudiannya menjadi ‘fitnah’ kepada kita semua. Satu lagi prinsip hadis ialah jika ingatan seseorang perawi menjadi lemah, maka riwayat yang disalin oleh para muridnya ketika itu adalah ditolak. Hafiz Ibn Hajar mendakwa bahawa Imam Bukhari tidak mengambil sebarang riwayat daripada perawi seperti itu. Akan tetapi, dengan kesalnya kami terpaksa mengatakan bahawa setelah datang ke Iraq, ingatan Hisham menjadi lemah. Penduduk Iraq yang telah menyalin riwayat tersebut daripadanya, menyalinnya setelah ingatannya menjadi lemah. Imam Bukhari sepatutnya tidak memasukkan hadis daripada Hisham semasa tinggal di Iraq. HUJAH KETUJUH – AISHAH R.A MASIH INGAT AYAT ALQURAN YANG DITURUNKAN DI TAHUN EMPAT KERASULAN Marilah kita membincangkan satu lagi hadis daripada kitab Saheh Bukhari, di mana Imam Bukhari telah memasukkannya dalam ‘Kitabul Tafsir’ sebagaimana berikut: ‘Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. mengulas bahawa ketika ayat al-Qur’an berikut diturunkan , “(Bukan kekalahan itu sahaja) bahkan hari Qiamat ialah hari yang dijanjikan kepada mereka (untuk menerima balasan yang sepenuh-penuhya). Dan (azab seksa) hari Qiamat itu amat dahsyat dan amat pahit.” (Surah al-Qamar, ayat 46), “ saya masih kanak-kanak yang bermain ke sana ke mari.” Surah al-Qamar ini telah diturunkan berhubung dengan kejadian ‘Shaqqul Qamar’ (Peristiwa Nabi s.a.w. membelah bulan ) . Para pentafsir al-Qur’an telah menjelaskan bahawa surah ini diturunkan pada tahun ke-4 kenabian, dan Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. ketika itu adalah seorang kanak-kanak yang selalu bermain ke hulu dan ke hilir. Pada pandangan kami, riwayat ini bertentangan dengan riwayat Hisham. Ini kerana, dalam riwayat Hisham, Ummul Mu’minin r.a. telah dilahirkan pada tahun ke-5 kenabian dan ini diterima oleh ulama kita. Kalau begitu Ummul Mu’minin r.a. telah mempelajari ayat ini sebelum beliau dilahirkan, dan beliau juga telah biasa bermain ke hulu-hilir di sekitar Mekah sebelum kelahirannya …. Alangkah peliknya !! Oleh itu, kita perlu memilih salah satu di antara dua kemungkinan iaitu: 1. Riwayat Hisham adalah benar, dan riwayat Bukhari salah; atau 2.Riwayat Bukhari adalah benar dan riwayat Hisham salah. Ulama kita nampaknya telah menerima pilihan pertama, tetapi kami lebih cenderung kepada pilihan kedua. Riwayat ini membuktikan bahawa Ummul Mu’minin r.a. sudah besar sewaktu tahun ke-4 Kerasulan, di mana beliau r.a. selalu bermain dengan kanak-kanak perempuan lain; dan beliau r.a. mampu mengingati dan memahami bahawa ayat yang diturunkan adalah ayat daripada al-Quran yang mulia. Sekiranya kita membuat andaian bahawa umurnya adalah enam tahun pada tahun ke-4 Kerasulan, bermakna Ummul Mu’minin r.a. telah dilahirkan dua tahun sebelum Wahyu Pertama diturunkan (Perlantikan Nabi). Berdasarkan pengiraan ini, usianya ialah 17 tahun semasa mula tinggal dengan nabi s.a.w. HUJAH KELAPAN – AISHAH R.A MASIH INGAT DENGAN JELAS PERISTIWA HIJRAH ABU BAKAR R.A. KE HABSHAH Di dalam ‘Saheh Bukhari’, ada satu riwayat telah dinukilkan oleh Zuhri dari Urwah daripada Ummul Mu’minin r.a. Riwayat ini tidak pernah disebut oleh orang Iraq tetapi diriwayatkan oleh dua orang perawi Mesir, seorang perawi Sham dan dua orang perawi Madinah. Ummul Mu’minin r.a. berkata : “Sejak saya mengerti dan faham keadaan sekeliling, saya dapati keluarga saya telah menganut agama Islam, dan tiada sehari pun yang berlalu tanpa Nabi s.a.w. datang ke rumah kami pada waktu pagi dan petang”. Apabila penindasan terhadap orang-orang Islam meningkat, Abu Bakar r.a. berniat untuk berhijrah ke Habshah . Beliau r.a memulakan perjalanan sehingga sampai ke suatu tempat bernama ‘ Birk al-Ghamd’ di mana beliau r.a. bertemu dengan ketua kabilah Qarah bernama Ibn Dughunah. Beliau bertanya, “Wahai Abu Bakar! Kemanakah kamu hendak pergi?” Abu Bakar r.a. menjawab, “Kaumku telah menghalau aku.” Ibn Dughunah berkata, “Seorang lelaki seperti kamu tidak boleh keluar dan tidak akan dihalau. Kamu menolong orang miskin, menghubungkan silaturrahim, menanggung orang susah, melayan tetamu dan orang asing dan menanggung kesusahan orang lain demi kebenaran. Pulanglah dan beribadatlah kepada tuhanmu , di kampung mu sendiri” Kemudiannya, Abu Bakar pulang dengan ditemani ibn Dughunah. Pada petangnya Ibn Dughunah bertemu pemuka-pemuka Quraisy lalu berkata, “Orang seperti Abu Bakar tidak sepatutnya keluar atau dihalau. Adakah kamu ingin mengusir orang yang membantu orang-orang miskin, menghubungkan silaturrahim, menghilangkan kesusahan orang, melayan tetamu dan berusaha menegakkan kebenaran?”. Orang-orang Quraish tersebut tidak menolak perlindungan yang diberi oleh Ibn Dughunah, tetapi mereka berkata kepadanya, “Pergilah beritahu Abu Bakar supaya menyembah tuhannya di dalam kawasan rumahnya sahaja dan bersembahyang di dalam rumahnya. Dia boleh membaca apa-apa yang dia suka, tapi dia jangan menyakiti hati kami. Dan juga dia tidak boleh menunaikan sembahyangnya secara terbuka. Dan juga dia tidak boleh membaca al-Quran kecuali di dalam rumahnya sahaja.” Untuk memenuhi syarat tersebut, Abu Bakar r.a berfikir, agaknya boleh diterima sekiranya dia mendirikan sebuah surau di halaman rumahnya. Lalu beliau r.a. membina sebuah surau di dalam kawasan rumahnya, dan mulai bersolat dan membaca al-Qur’an al-Karim di situ. Kanak-kanak dan wanita musyrikin mula terpesona dengan apa yang mereka saksikan . Abu Bakar r.a. adalah seorang yang lembut hatinya dan mudah mengalirkan air mata bila membaca al-Quran. Bangsawan Quraisy menjadi bingung dengan keadaan ini. Mereka memanggil Abu Dughunah kembali dan bersungut kepadanya bahawa mereka bersetuju Abu Bakar diberi perlindungan dengan syarat dia menyembah Tuhannya di rumah sendiri, tetapi Abu Bakar telah mencabul syarat tersebut dengan membina surau di halaman rumahnya dan membaca al-Quran dengan suara yang nyaring bila bersembahyang. Mereka berkata, “Kami bimbang kaum wanita dan kanak-kanak kami akan tergoda dengan fitnah ini. Oleh itu laranglah dia daripada berbuat demikian . Jika Abu Bakar bersetuju untuk bersembahyang di dalam rumahnya, kami tidak akan menghalangnya. Kami tidak suka menarik balik jaminan perlindungan kamu, tetapi kami tidak akan sekali-kali membenarkan Abu Bakar membaca al-Qur’an secara terbuka.” Ummul Mu’minin r.a. berkata bahawa Ibn Dughunah datang berjumpa Abu Bakar r.a. dan berkata kepadanya, “Tahukah kamu, orang Quraisy telah menerima perlindunganku ke atas kamu dengan syarat kamu mengotakan janjimu . Sekiranya engkau bersetuju untuk memegang janjimu, aku akan terus memberi perlindungan kepadamu. Aku tidak suka kaum Arab berkata aku tidak bertanggungjawab ke atas orang yang aku beri jaminan” Saidina Abu Bakar r.a. menjawab; “Saya kembalikan semula perlindungan kamu dan dan cukuplah untukku perlindungan Allah.” (Bukhari, Jilid I, m/s 553) Di dalam hadis ini, Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. menghuraikan pemerhatiannya tentang keadaan daripada tempoh mula kerasulan sehingga peristiwa hijrah ke Habshah dalam dua ayat iaitu “ Sejak saya mengerti dan faham keadaan sekeliling saya dapati keluarga saya telah memeluk Islam” dan “Saya melihat Nabi Muhammad s.a.w. datang ke rumah kami setiap hari pada pagi dan petang”. Di bahagian pertama hadis ini Ummul Mu’minin r.a. telah menceritakan pemerhatiannya di dalam dua ayat, iaitu “Sejak saya mengerti dan faham keadaan sekeliling , saya telah melihat keadaan ini”. Dan di bahagian kedua iaitu selepas balighnya, Ummul Mu’minin r.a. menyatakannya sebagai zaman persengketaan. Iaitu zaman yang menyebabkan sahabat-sahabat utama di awal Islam berhijrah ke Habshah. ‘Aishah r.a. kemudiannya telah menceritakan secara terperinci peristiwa penghijrahan ayahnya, Abu Bakar r.a ke Habshah. Bahagian ketiga daripada hadis ini yang tidak kami nukilkan di sini ialah hijrah ke Madinah. Ada dua riwayat tentang peristiwa Hijrah ke Madinah. Pertamanya, “Nabi s.a.w. keluar dari rumah Abu Bakar” di mana Aishah r.a. menyatakan dia diberitahu oleh Amir bin Fahirah (bekas hamba Abu Bakar r.a. dan temannya semasa Hijrah ) . Keduanya, peristiwa Suraqah di mana beliau r.a. menyatakan diberitahu oleh Suraqa kepadanya. Dengan kata lain, sejak daripada Ummul Mu’minin r.a. boleh berfikir, Abu Bakar r.a. dan Ummu Rumman r.a. telah memeluk Islam. Dan juga, sejak beliau faham keadaan sekelilingnya , beliau melihat Rasulullah s.a.w. sentiasa melawat rumah mereka setiap hari pada waktu pagi dan petang. Di dalam hadis ini Aishah r.a. telah mendakwa secara jelas bahawa beliau r.a. telah faham keadaan sekelilingnya pada ketika nabi s.a.w. dilantik menjadi rasul dan menyaksikan semua peristiwa yang berlaku dalam tempoh tersebut. Namun ulama kita telah mentakwilkan bahawa oleh sebab riwayat Hisham menyatakan ‘Aishah r.a. berusia sembilan tahun semasa mula hidup bersama Rasulullah s.a.w., Ummul Mu’minin r.a. mungkin telah mendengar cerita-cerita ini daripada orang lain. Ummul Mu’minin r.a. berkata bahawa “apabila saya telah faham keadaan sekeliling, saya telah melihat perkara yang berlaku” Ulama kita mengatakan bahawa beliau belum lagi dilahirkan! Ringkasnya, boleh dikatakan, Ummul Mu’minin telah melihat peristiwa tersebut lima atau enam tahun sebelum kelahirannya. Kami menyerahkan kepada anda untuk membuat keputusan siapakah yang benar. Keseluruhan perbincangan ini membuktikan bahawa sewaktu nabi s.a.w. dilantik menjadi rasul Ummul Mu’minin r.a. merupakan seorang kanak-kanak yang telah mengerti keadaan sekelilingnya iaitu berumur sekurang-kurangnya lima hingga enam tahun. Dengan kata lain, seorang kanak-kanak yang sudah boleh mengingati siapa yang datang dan keluar dari rumahnya dan faham bahawa apa yang ibu bapanya lakukan adalah bercanggah dengan penduduk Mekah. Ini adalah peringkat usia seorang kanak-kanak di mana mempunyai naluri ingin tahu dan berfikir mengapa dan bagaimana sesuatu perkara berlaku. Kesimpulan dari perbincangan ini ialah, anda hendaklah mengaku, berdasarkan hadis ini, bahawa Ummul Mu’minin r.a. sudah tentu sekurang-kurangnya berumur antara lima hingga enam tahun pada sewaktu perlantikan nabi s.a.w. sebagai rasul. Oleh itu, pengiraan ringkas menunjukkan umur beliau r.a. adalah sekitar sembilan belas atau dua puluh tahun semasa mula tinggal dengan Rasulullah s.a.w. Dan sekaligus ia membuktikan bahawa Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. dan Saidatina Fatimah r.a. adalah sebaya. Dengan itu, terpulanglah kepada anda samada untuk menerima riwayat Hisham ( dengan menolak dua hadis di dalam kitab Bukhari di atas) atau mengakui kesilapan Hisham. HUJAH KESEMBILAN – AISHAH R.A. MENGELAP LUKA DAN HINGUS USAMAH BIN ZAID R.A. YANG DIKATAKAN SEBAYA DENGANNYA Saidatina Aishah r.a. menceritakan bahawa Usamah telah jatuh tergelincir di bendul pintu dan luka di mukanya. Rasulullah s.a.w. berkata kepada saya, “Bersihkan kotoran itu daripada Usamah.” Saya terasa jijik bila melihat Usamah mula menjilat darahnya untuk membersihkan mukanya. Dalam riwayat Ibn Majah, “Hingus keluar dari hidung Usamah. Nabi s.a.w. menyuruh saya bangkit dan membersihkan hidung Usamah. Saya berasa jijik, lalu Nabi s.a.w. sendiri yang bangun dan membersihkan hidungnya.” Di dalam riwayat Tirmizi ada pula disebut bahawa Nabi s.a.w. hendak membersihkan hidung Usamah. Kemudian Ummul Mu’minin r.a. meminta izin untuk membersihkan hidungnya (Usamah). Nabi s.a.w. kemudian berkata, “Wahai ‘Aishah! Sayangilah Usamah, kerana saya juga menyayangi Usamah.” (Tirmizi: Jilid II, m/s 246) Juga, Baihaqi menerusi Sha’abi, daripada Ummul Mu’minin r.a. katanya “Rasulullah s.a.w. meminta saya bangun dan membasuh muka Usamah. Saya memberitahunya saya tidak tahu membersihkan muka kanak-kanak kerana saya tidak mempunyai anak. Tolonglah pegang dia dan basuh mukanya. Nabi s.a.w. memegang Usamah dan membasuh mukanya”. Dan baginda berkata, “Dia (Usamah) telah memudahkan kita kerana dia bukan seorang kanak-kanak perempuan. Jika dia seorang kanak-kanak perempuan, saya akan menghiaskannya dengan perhiasan-perhiasan dan akan berbelanja banyak untuknya.” Imam Ahmad, melalui Baihaqi, telah meriwayatkan daripada ‘Aishah r.a. bahawa Usamah jatuh tergelincir di atas bendul pintu. Mukanya telah luka. Nabi Muhammad s.a.w. telah mengelap dan membersihkannya, dan Baginda s.a.w. berkata, “Wahai Usamah! Jikalau kamu seorang kanak-kanak perempuan, pastinya saya akan memakaikan dan menghiasi kamu dengan perhiasan. Saya akan berbelanja besar untuk mu.” Sekali lagi, perhatikan semua riwayat ini. Anda akan dapati bahawa Usamah bin Zaid r.a adalah seorang kanak-kanak yang jauh lebih muda daripada Ummul Mu’minin r.a.. Ada masanya dia r.a. tercedera atau hidungnya berhingus. Adakalanya Ummul Mu’minin r.a. mengangkat dan membersihkannya dan kadang-kadang Rasulullah s.a.w. yang melakukannya. Adakalanya Ummul Mu’minin r.a. berasa jijik, dan pernah suatu kali beliau meminta maaf dengan berkata, “Saya tidak mempunyai anak, jadi saya tidak mempunyai pengalaman membasuh muka kanak-kanak.” Pertama sekali, perkataan ‘saya tidak mempunyai anak’ tidak mungkin keluar daripada mulut seorang kanak-kanak perempuan berusia sembilan atau sepuluh tahun. Perkataan ini hanya boleh diucapkan oleh seorang wanita yang umurnya sesuai untuk mendapat anak. Yang keduanya, ini jelas menunjukkan bahawa Usamah adalah jauh lebih muda dari Ummul Mu’minin r.a. Jika Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. adalah sebaya atau lebih muda daripada Usamah, Rasulullah s.a.w. tidak mungkin akan menyuruh ‘Aishah r.a. untuk membersihkan darah dan hidungnya (Usamah). Arahan begitu selalunya diberi kepada seseorang yang lebih tua daripada kanak-kanak tersebut. Tidak pernah berlaku dalam sejarah seorang kanak-kanak berusia lapan tahun disuruh untuk melayan atau merawat seorang kanak-kanak berusia sepuluh tahun !! ……………………………………………………………………. Para ulama mengatakan, ‘dari Riwayat Hisham, Ummul Mu’minin berusia 18 tahun semasa kewafatan nabi ’. Dengan itu, adalah perlu untuk mengetahui berapakah usia Usamah di waktu kewafatan Rasulullah s.a.w. Imam Zahabi telah menulis di dalam bukunya ‘Siyar A’lam al-Nubala’ bahawa Usamah berusia 18 tahun pada waktu itu. Sesuatu yang menarik untuk dperhatikan di sini ialah seorang kanak-kanak perempuan telah membersihkan hidung seorang kanak-kanak lelaki yang sebaya dengannya! Waliuddin Al-Khatib, penulis ‘Mishkat’, menulis di dalam bab ‘Al-Ikmal fi Asma’ al-Rijal’ “Apabila Nabi Muhammad s.a.w. wafat, Usamah berumur 20 tahun.” (‘Mishkat’, m/s 585) Telah disepakati oleh ulama hadis dan ahli sejarah bahawa sebelum kewafatannya, Rasululullah menyusun satu pasukan tentera untuk menyerang tentera Rom dan menakluki Syria untuk menebus kekalahan dalam Perang Mu’tah. Usamah r.a merupakan panglima angkatan tentera ini, dan sahabat besar seperti Saidina Umar r.a. telah diperintahkan untuk berperang di bawah arahannya. Pada ketika itu, beliau berumur dua puluh tahun, menurut Waliuddin Al-Khatib, dan sembilan belas tahun menurut Hafiz Ibn Kathir: “Semasa Rasulullah s.a.w. wafat, Usamah berumur 19 tahun.” (Al-Bidayah-wan- Nihayah, Jilid 8, m/s 67) Setelah dibaia’kan, Saidina Abu Bakar r.a. menyempurnakan tugasan ini dengan menghantar tentera Usamah, yang mana dengan izin Allah S.W.T. telah kembali dengan kemenangan. Usamah r.a. telah dilahirkan pada tahun ke-3 kerasulan. Dan kejadian di mana beliau cedera terjatuh di muka pintu rumahnya, atau hidungnya berhingus, atau Nabi Muhammad s.a.w. membasuh mukanya ataupun Baginda s.a.w. menyuruh Ummul Mu’minin r.a. supaya membasuh atau membersih mukanya dan sebagainya, adalah kerana Usamah pada masa itu ialah seorang kanak-kanak kecil. Dan juga, arahan supaya Ummul Mu’minin merawat Usamah adalah kerana Ummul Mu’minin adalah lebih tua daripada Usamah. Jika Usamah r.a. adalah lebih muda daripada Ummul Mu’minin r.a. dan usianya (Usamah) sekitar 19-20 tahun di waktu kewafatan Nabi s.a.w., umur Ummul Mu’minin r.a.sepatutnya sekurang-kurangnya lima tahun lebih tua (daripada Usamah), dengan itu barulah arahan mengenai membersihkan darah dan hidung itu sesuai. HUJAH KESEPULUH – UMMUL MU’MININ R.A. TURUT SERTA DI DALAM PEPERANGAN BADAR Di dalam ‘Saheh’nya Imam Muslim melalui Urwah bin Zubair, telah meriwayatkan daripada Saidatina ‘Aishah r.a. bahawa beliau (Saidatina ‘Aishah r.a.) berkata Nabi Muhammad s.a.w. mara ke medan pertempuran Badar dan semasa tiba di Harratul Wabrah, seorang lelaki yang terkenal dengan kegagahan dan keberanian datang kepadanya. Para Sahabat r.a. teramat gembira melihat kedatangan lelaki tersebut . Beliau berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w., “Saya telah datang kepadamu dengan tujuan untuk menyertai peperangan, dan saya ingin menanggung kesukaran ini bersama kamu.” Baginda s.a.w bertanya, “ Adakah kamu beriman kepada Allah dan Nabi- Nya?” Pemuda itu menjawab, “Tidak”. Lalu Baginda s.a.w. berkata, “Pergi, baliklah. Saya tidak memerlukan sebarang bantuan daripada seorang musyrik.” Ummul Mu’minin r.a. berkata bahawa pemuda tersebut pun berlalu dari situ. Tetapi apabila mereka sampai di Shajarah, orang yang sama telah datang semula. Baginda s.a.w. sekali lagi menanyakan soalan yang sama iaitu sama ada beliau beriman kepada Allah dan Nabi-Nya. Sekali lagi pemuda itu menjawab tidak. Kemudian Rasulullah s.a.w. telah berkata bahawa baginda s.a.w tidak memerlukan sebarang pertolongan daripada seorang musyrik. Maka pemuda itu pun sekali lagi berlalu pergi. Ummul Mu’minin r.a. menceritakan bahawa apabila mereka tiba di sebuah tempat bernama Baida’, pemuda yang sama muncul kembali. Sekali lagi Nabi Muhammad s.a.w. bertanyakan soalan yang serupa, “Adakah kamu beriman kepada Allah dan Nabi-Nya?” Pemuda tersebut mengiyakannya. Lalu Baginda s.a.w. berkata, “Bagus! Kamu boleh turut serta.” (‘Sahih Muslim’, Jilid II, m/s 118) Bagaimanapun pensyarah-pensyarah hadis telah mentakwilkan bahawa perkataan ‘kami’ yang digunakan oleh Ummul Mu’minin r.a. mungkin telah bermaksud ‘para sahabat ’ r.a. dan beliau (‘Aishah r.a.) sendiri sebenarnya tidak termasuk dalam ungkapan ‘kami’ itu. Dan Ummul Mu’minin r.a. mungkin telah pergi hingga ke Baida’ untuk mengucapkan selamat jalan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Namun, kami tidak dapat menerima takwilan ini. Daripada hadis imam Muslim ini, kami membuat kesimpulan bahawa Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. telah turut serta dalam peperangan Badar, dan ‘Aishah r.a. adalah satu-satunya wanita yang menyertai peperangan Badar. Ahli-ahli sejarah dan para penulis sirah Nabi Muhammad s.a.w. yang mengatakan bahawa Baginda s.a.w. mula tinggal bersama ‘Aishah r.a. di bulan Syawal, tahun ke-2 H mungkin dipengaruhi golongan Syiah. Yang tepatnya, Ummul Mu’minin r.a. telah mulai hidup bersama Baginda s.a.w. pada bulan Syawal, tahun pertama selepas hijrah, dan hadis Muslim di atas adalah benar . Di samping membuktikan bahawa Ummul Mu’minin r.a. turut serta dalam Peperangan Badar dan hidup bersama Nabi s.a.w. mulai bulan Syawal di tahun pertama hijrah, hadis ini juga membuktikan bahawa ‘Aishah r.a. telah hidup bersama Rasulullah s.a.w. selama sepuluh tahun. Dakwaan ahli sejarah yang mengatakannya sembilan tahun ataupun Riwayat Hisham yang menyatakan tempoh sembilan tahun, adalah salah. Apabila Saidina Umar r.a. telah memperuntukkan sejumlah elaun untuk para Sahabat r.a. sewaktu beliau menjadi Khalifah, beliau telah memberikan elaun yang lebih kepada mereka yang telah menyertai Perang Badar, berbanding dengan mereka yang tidak menyertai Peperangan Badar. Dan, apabila elaun untuk isteri-isteri Rasulullah s.a.w dibahagikan, jumlah elaun Ummul Mu’minin Saidatina ‘Aishah r.a. adalah yang tertinggi yang mana menurut ahli sejarah disebabkan beliau adalah isteri yang paling disayangi oleh Rasulullah s.a.w. Alasan ini mungkin juga benar. Akan tetapi, sebabnya yang sebenar pada pandangan kami ialah beliau (‘Aishah r.a.) telah turut serta di dalam Perang Badar, dan isteri yang lain tidak memiliki kelebihan ini, malah wanita lain di muka bumi ini juga tidak memiliki penghormatan ini. Semoga Allah S.W.T. melimpahkan rahmat-Nya ke atas Imam Muslim yang telah menyampaikan riwayat ini dengan sanad yang paling sahih sehingga tiada perawinya dipertikaikan. Beliau telah membuktikan Ummul Mu’minin Saidatina ‘Aishah r.a. turut serta di dalam Peperagan Badar, dan menjalani kehidupan sebagai isteri kepada Nabi s.a.w. pada tahun 1 (selepas hijrah), dan terus kekal sebagai isteri Nabi s.a.w. selama sepuluh tahun (sehingga kewafatannya) ; maka tempoh selama sembilan tahun. sebagaimana yang disebut di dalam Riwayat Hisham, adalah tidak benar. Semoga Allah mengurniakan kesejahteraan terhadap Imam Muslim di dalam taman-taman syurga, kerana dengan meriwayatkan peristiwa ini telah membuktikan Ummul Mu’minin r.a. tidaklah bermain dengan anak patung tetapi bermain dengan pedang; bahkan beliau telah dibesarkan di bawah bayangbayang pedang. Ini merupakan sifat semulajadinya, kerana seorang kanakkanak yang senantiasa melihat permainan pedang, tidak bermain dengan anak patung. Bermain dengan anak patung adalah kebiasaan orang Ajami (Iran), bukannya permainan orang Arab. Para Perawi Iraq ini mahu mengatakan Ummul Mu’minin Aishah r.a. suka bermain dengan anak patung sebagaimana kegemaran wanita-wanita di sana. Berkemungkinan, tujuan mereka ialah ingin mengatakan ‘bagaimanana mungkin seorang kanak-kanak perempuan yang menghabiskan masanya dengan bermain anak patung dapat memahami maksud al-Qur’an dan Sunnah’. Riwayat ini juga telah membuktikan bahawa Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. bukanlah seorang kanak-kanak berumur sembilan tahun ketika itu. Jika beliau adalah seorang kanak-kanak berusia sembilan tahun, apakah tujuannya untuk pergi ke medan perang? Ini kerana, wanita yang berada di medan perang, tugas mereka ialah untuk berperang dan memberikan khidmat ketenteraan. Aspek ini akan dijelaskan dalam halaman-halaman seterusnya. Di dalam Peperangan Badar, sudah termasyhur bahawa bendera yang disediakan pada hari itu, adalah diperbuat daripada kain tudung yang digunakan oleh wanita Islam untuk menutup kepala dan badan. Sekiranya peristiwa ini benar-benar terjadi, ia merupakan bukti yang lebih kukuh, bahawa Ummul Mu’minin r.a. mulai hidup bersama Rasulullah pada tahun pertama Hijrah dan beliau (‘Aishah) menyertai Peperangan Badar. Ini kerana, adalah tidak masuk akal untuk mengambil kain tudung kanak-kanak perempuan yang belum berkahwin lagi. Begitu juga agak sukar dipercayai bahawa Baginda s.a.w. membawa kain tudung seorang pengantin baru dan mara ke medan Badar, dan ia juga tidak mungkin bahawa beliau (Saidatina ‘Aishah) pergi hingga ke Baida’ semata-mata untuk mengucapkan selamat jalan kepada Rasulullah s.a.w., dan telah meninggalkan kain tudungnya di sana. Ini bukan sebuah kisah cinta !! Yang sebetulnya, keadaan peperangan yang datang secara mengejut menyebabkan kesukaran untuk mendapatkan kain bendera. Kemungkinannya, tiada kain di dalam khemah untuk dijadikan bendera. Kemudiannya Ummul Mu’minin r.a. memberikan kain tudungnya dan meletakkan sehelai kain sapu tangan di atas kepalanya dan beliau r.a. telah bersedia untuk berperang. Namun perawi-perawi Iraq menggambarkannya sebagai sebuah kisah cinta yang romantik!! Juga perhatikan bahawa bendera-bendera tersebut telah disediakan di tempat yang bernama ‘Rawja’ yang jauhnya 40 batu dari Madinah. Sehelai bendera telah dibuat untuk orang Ansar dan yang sehelai lagi untuk Muhajirin. Bendera Muhajirin telah diberi kepada Mus’ab bin Umair r.a., akan tetapi Waqidi (seorang perawi Syiah) berkata ia telah diberi kepada Saidina Ali r.a. Riwayat ini, kemudianya telah dikutip oleh ulama ahli sunnah yang menganggap setiap riwayat perlu dikutip untuk memenuhi kewajipan agama . Maka timbullah cerita sehelai bendera telah diberi kepada Mus’ab r.a. dan sehelai lagi diberi kepada Ali r.a. Kemudian daripada itu ahli-ahli sejarah Syiah telah memotong nama Mus’ab r.a. dan memasyhurkan nama Ali r.a. sebagai satu-satunya pembawa bendera. Pada hari ini ‘sejarah’ yang kita miliki, adalah sejarah yang diputarbelit dan diselewengkan. Semua kaki dan tangannya sudahpun dipotong oleh pembohong-pembohong Syiah. Untuk menyambungkan kembali tangan dan kakinya yang dipotong ini adalah hanya mungkin apabila kita mendapatkan ‘anggota’ yang sebenar. Kebanyakan orang sibuk untuk mengorek dan menggali sejarah. Kita geledah di mana-mana untuk mencari ‘anggota-anggota’ yang hilang itu. Walaupun kita menjumpai anggota-anggota ini kita sebenarnya tidak dapat mempastikan bahawa ianya bukan organ palsu. Malah adalah dibimbangi kita mungkin kehilangan tubuh yang sedia pincang ini setelah mendapat anggota yang kononnya ‘asli’ tetapi pada hakikanya adalah palsu. Sebagai contoh, pada awal abad ini, jenazah, yang dikatakan milik Saidina Huzaifah dan Saidina Jabir bin Abdullah telah ditemui. Menurut ahli sejarah dan ulama hadis, Jabir r.a. telah dikebumikan di perkuburan Baqi’ di Madinah. Mungkin kubur palsu ini, yang siap dengan ukiran, telah di bina pada zaman Bani Buwaihah ataupun selepas kematian sahabat besar ini mereka telah menggali satu terowong yang panjang dan berjalan sampai ke Baghdad!; sebagaimana empat orang anak perempuan Saidina Husin r.a. yang telah sampai ke Lahore, dan kubur mereka yang terkenal dengan nama ‘Nik Bibiyun” (Anakanak perempuan yang baik) hingga ke hari ini, atau Saidina Ali r.a. mungkin telah dikebumikan di Najaf (Iraq), di Koh Mawla, Baluchistan (Pakistan) dan di Koh Mawla, Deccan (India) pada satu masa. Sebenarnya , ini semua kerja puak-puak Bathiniah ( salah satu ajaran Syiah) . Kita tidak mampu meneropong rahsia dan konspisrasi di balik tabir. Halangan yang paling besar yang kita hadapi sekarang ini ialah kurangnya ‘ilmu’ di kalangan kita . Sekiranya kita membuang buku-buku ke dalam sungai seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali , al-Rumi, Junaid dan Shibli, maka, kita akan dikuasai oleh orang-orang jahil dan jahat. HUJAH KE-11 – AISHAH R.A. MENYERTAI PERANG UHUD SEDANGKAN KANAK-KANAK LELAKI BERUMUR EMPAT BELAS TAHUN TIDAK DIBENARKAN MENYERTAI PERANG Peperangan Uhud adalah satu peperangan di mana Nabi Muhammad s.a.w. telah tercedera parah. Menurut Hadis Bukhari, hanya dua orang sahabat yang tinggal bersamanya iaitu Sa’ad bin Abi-Waqas dan Talhah bin Ubaidullah r.a. Sebahagian sahabat kebingungan, sebahagiannya berjuang bersendirian dan terputus hubungan dengan yang lain. Sebahagian yang lain pula telah memanjat bukit untuk menyelamatkan nyawa; dan telah tersebar dengan luas kabar angin bahawa Nabi Muhammad s.a.w. telah syahid. Pada hari itu, Abu Talhah Ansari r.a. iaitu ayah tiri Anas r.a., telah mempertahankan Nabi s.a.w. dengan sepenuh jiwa dan tenaganya. Beliau berkali-kali merayu kepada Rasulullah s.a.w. sambil berkata , “Saya korbankan ibubapa ku demi keselamatanmu! Jangan tinggalkan tempatmu kerana saya takut anda akan dipanah”. Inilah satu-satunya peperangan semasa hayat Rasulullah s.a.w. di mana orang Islam telah ditewaskan dan seramai 70 orang sahabat r.a. telah syahid. Dan, barangkali tiada seorang pun yang tidak mendapat kecederaan . Beberapa orang wanita juga turut serta dalam pertempuran ini. Sebelum kami mengulas dengan lebih lanjut tentang siapakah wanita yang turut serta dalam peperangan ini, dan apakah tanggungjawab mereka, perlu dijelaskan bahawa Rasulullah s.a.w. menyedari akan bahaya yang akan dihadapi. Itulah sebabnya mengapa Baginda s.a.w. tidak membenarkan kanakkanak lelaki yang berumur 14 tahun ke bawah untuk mengambil bahagian dalam peperangan ini. Di kalangan kanak-kanak bawah umur ini termasuklah Samrah bin Jundub, Bara’ bin Azib, Anas bin Malik, Zaid bin Thabith dan Abdullah bin Umar r.a. . Ibn Umar r.a. tidak dibenarkan menyertai Perang Uhud kerana beliau berumur 14 tahun ketika itu dan peperangan pertama yang disertainya ialah Perang Ahzab atau dikenali dengan nama Perang Khandak. Oleh itu, had umur untuk menyertai satu-satu peperangan ialah 15 tahun. Angka ini amat penting sehingga sesetengah ahli feqah, dengan berdasarkan riwayat Ibn Umar ini, telah menetapkan had kematangan ( baligh ) adalah sekurang-kurangnya 15 tahun. Sekarang perhatikan sekiranya Rasulullah s.a.w. hanya membenarkan mereka yang berumur 15 tahun ke atas untuk mengambil bahagian dalam peperangan, bagaimana mungkin seorang kanak-kanak perempuan bawah umur dibenarkan untuk turut serta dalam peperangan? Perlu diingat bahawa wanita yang mengambil bahagian di dalam peperangan mempunyai pelbagai tanggungjawab seperti mengangkat dan merawat mujahidin yang tercedera di medan pertempuran, memberi minum kepada mujahidin yang tercedera, bahkan mengangkat senjata bila diperlukan. Adalah jelas bahawa tidak semua wanita mampu melakukan tugas-tugas ini . Bagaimana mungkin tugasan sebegitu penting diserahkan kepada seorang kanak-kanak perempuan yang baru berusia sembilan atau sepuluh tahun? Seorang wanita mampu melaksanakan tugas yang sebegitu penting sekiranya dia memiliki kemahiran dalam teknik bertempur , dan boleh mempertahankan dirinya sendiri apabila perlu, dan yang utamanya dia mestilah mempunyai keberanian untuk menyertai pertempuran apabila diperlukan. Dengan mempertimbangkan hal ini dengan cermat, kita terpaksa mengakui bahawa tanggungjawab seperti itu tidak boleh diserahkan kepada seorang kanak-kanak perempuan bawah umur. Sekiranya, pemuda yang berusia 14 tahun tidak dibenarkan untuk mengambil bahagian di dalam pertempuran, kaum wanita yang ingin menyertai peperangan mestilah seorang yang cukup matang dan berpengalaman yang faham akan risiko yang bakal ditanggung. Di antara wanita yang pernah berperang bersama Rasulullah s.a.w. ialah : 1. Ummu Ammarah r.a. : Di antara wanita yang telah menyertai peperangan Uhud ialah Ummu Ammarah r.a. yang turut melindungi Rasulullah s.a.w. . Pada hari itu, beliau mendapat 13 luka dan Nabi s.a.w. sendiri telah membalut lukanya sambil berdiri. Ummu Ammarah r.a. berhadapan dengan Ibn Qamayyah yang melemparkan batu kepada Rasulullah s.a.w. Beliau (Ummu Ammarah r.a.) menyerang menggunakan sebatang kayu (sedangkan Ibn Qamayyah bersenjatakan sebilah pedang) , mengakibatkan Ibn Qamayyah jatuh tersungkur dan pecah kepalanya. Beliau r.a. juga telah menyertai Peperangan Yamamah menentang Musailamah al-Kazzab dan telah berjuang dengan sepenuh hati dan telah mendapat 12 luka sehingga menyebabkan tangannya tidak boleh digunakan . 2. Ummu Sulaim r.a. : Ibn Sa’ad telah meriwayatkan bahawa Ummu Sulaim r.a. membawa bersamanya pisau belati pada hari Peperangan Uhud. Anas r.a. telah menceritakan bahawa Ummu Sulaim r.a. membawa pisau belati bersamanya sewaktu Pertempuran Hunain. Abu Talhah r.a. mengadu kepada nabi s.a.w., “Wahai Rasulullah., ini Ummu Sulaim dan beliau membawa pisau belati bersamanya”. Mendengarkan kata-kata itu, Ummu Sulaim r.a. berkata, “Wahai Rasulullah., saya menyimpan pisau ini kerana jika ada orang kafir datang mendekati saya, saya akan menikam perutnya”. (Tabaqat Ibn Sa’ad, Jilid VIII, m/s 425) Wanita yang tidak menyertai pertempuran secara langsung juga turut dilengkapi dengan senjata. Keterangan ini jelas menunjukkan bahwa menyertai peperangan bukanlah tugas seorang kanak-kanak bawah umur. Ummu Sulaim r.a., ibu kepada Anas r.a., adalah seorang wanita dewasa dan berpengalaman Beliau telah mengambil bahagian dalam beberapa peperangan bersama Nabi Muhammad s.a.w. 3. Ummul Mu’minin Saidatina ‘Aishah r.a. : Kami telah membuktikan bahawa Ummul Mu’minin Saidatina ‘Aishah r.a. telah menyertai Peperangan Badar sebagai wanita dewasa dan bukan sebagai kanakkanak bawah umur. Beliau r.a. juga telah mengambil bahagian di dalam Pertempuran Uhud bersama-sama dengan Ummu Sulaim r.a. Anas r.a. mengatakan bahawa beliau telah melihat ‘Aishah binti Abu Bakar r.a. dan Ummu Sulaim r.a. menyinsingkan kaki seluar mereka dan sebahagian daripada buku lali mereka telah terlihat olehnya (Anas r.a.). Kedua-dua mereka bertugas mengangkat gereba air dan memberi minum kepada tentera Islam. Mereka berulang-alik mengisi air dan memberi minum kepada Mujahidin. (Bukhari, Jilid I, m/s 403) Tugas menyediakan air adalah proses yang berterusan di medan perang. Tugas ini hanya boleh dilakukan oleh wanita yang bersenjata dan berpengalaman, dan bukan seorang gadis mentah berumur sepuluh tahun. Sedangkan untuk mengangkat gereba air pun suatu tugas yang berat untuknya ( sekiranya beliau r.a. berumur sepuluh tahun pada masa itu) bagaimana mungkin beliau samasama memikul tanggungjawab bersama Ummu Sulaim r.a., seorang wanita dewasa? Berganding bahu dengan Ummu Sulaim r.a. itu sendiri membuktikan bahawa Ummul Mu’minin r.a. sekali-kali bukan seorang kanak-kanak di bawah umur pada masa itu . Dan juga, apabila diakui bahawa kanak-kanak lelaki yang berumur 14 tahun tidak dibenarkan menyertai peperangan, bagaimana mungkin Ummul Mu’minin r.a. yang berumur 10 tahunn dibebankan dengan tugas berat ini. —————————————— Saudara, perbincangan di atas adalah dari sudut hadis. Sekarang mari kita bincangkan tajuk ini dari aspek sejarah, yang mana akan terus menyokong pendapat bahawa Ummul Mu’minin tidak berumur enam tahun semasa beliau r.a. mengahwini Rasulullah s.a.w. HUJAH KE-12 – AISHAH R.A. LEBIH MUDA 10 TAHUN DARI KAKAKNYA ASMA, DAN SEMASA PERISTIWA HIJRAH ASMA R.A. BERUMUR 27 ATAU 28 TAHUN Ahli hadis dan ahli sejarah sepakat bahawa Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. adalah sepuluh tahun lebih muda daripada kakaknya Asma’ r.a., dan Asma’ r.a. meninggal dunia sewaktu berumur 100 tahun pada tahun 73 H. Ini menunjukkan Asma’ r.a. berusia 27 atau 28 tahun semasa peristiwa Hijrah. Apabila sepuluh tahun ditolak daripada 28, umur Ummul Mu’minin r.a. menjadi 18 tahun ketika peristiwa Hijrah, dan jika ‘Aishah r.a. mula hidup bersama-sama Rasulullah s.a.w. pada tahun 1 H umurnya ialah 19 tahun, dan sekiranya mereka tinggal bersama pada tahun 2 H umurnya menjadi 20 tahun. Wali al-Din bin Al-Khatib menulis di dalam bukunya ‘Al-Ikmal fi Asma’ al- Rijal’ sebagaimana berikut: “Asma’ r.a. adalah ibu kepada Abdullah bin Zubair. Beliau memeluk Islam di awal permulaan Islam di Mekah. Diriwayatkan beliau merupakan orang ke lapan belas memeluk Islam. Beliau sepuluh tahun tua daripada adiknya, ‘Aishah. Dia meninggal dunia sepuluh hari selepas kematian anak lelakinya. Ada juga pendapat mengatakan bahawa selepas 20 hari Ibn Zubair diturunkan daripada gantungan, beliau (Asma’ r.a.) genap umurnya 100 tahun, dan perstiwa ini berlaku di Mekah pada tahun 73 H” (Mishkat, m/s 556) Hafiz Ibn Hajar menulis di dalam ‘Taqrib-ul-Tahzib’: “Asma r.a. hidup selama 100 tahun dan meninggal dunia pada tahun 73 atau 74 H.” (Taqrib-ul-Tahzib, m/s 565) Hafiz Ibn Kathir menulis di dalam kitab sejarahnya yang terkenal, ‘Al- Bidayah-wa al-Nihayah’: “Adik kepada Asma’ ialah ‘Aishah r.a., ayahnya ialah Abu Bakar As-Siddiq r.a., datuknya ialah Abu Qahafah r.a., anak lelakinya ialah Abdullah r.a., dan suaminya ialah Zubair r.a., dan kesemuanya adalah merupakan sahabat r.a.” Asma’ r.a., bersama-sama anaknya Abdullah dan suaminya, menyertai Perang Yarmuk. Beliau lebih tua sepuluh tahun dari adiknya ‘Aishah r.a. Beliau menyaksikan pembunuhan anaknya, Abdullah bin Az-Zubair r.a., yang menyedihkan beberapa hari sebelum kematiannya ( pada tahun 73 H) . Setelah lima hari kejadian ini berlaku, menurut sesetengah pendapat mengatakan ‘selepas sepuluh hari’ sementara pendapat yang lainnya pula mengatakan ‘setelah lebih daripada 20 hari’, dan beberapa pendapat lagi mengatakan ‘selepas 100 hari’, Asma’ r.a. meninggal dunia. Suatu yang dimaklumi semua bahawa beliau berumur 100 tahun semasa kematiannya. Tiada satupun giginya tanggal malah tidak ada sebarang kekurangan pada ingatannya. (Al-Bidayah-wan-Nihayah Jilid VIII, m/s 346) Begitu juga az-Zahabi telah menulis di dalam bukunya ‘Siyar -A’lam al- Nubala’. Beliau mengatakan: “Asma’ r.a. binti Abu Bakar r.a. adalah lebih kurang sepuluh tahun lebih tua daripada ‘Aishah r.a.” (Siyar-A’lam Al-Nubala, Jilid II, m/s 208) Abdur Rahman bin Abi Zinad mengatakan bahawa Asma’ r.a. adalah sepuluh tahun lebih tua daripada ‘Aishah r.a. . Urwah juga mengatakan bahawa Asma’ r.a. wafat semasa berumur 100 tahun.(Siyar- A’lam Al-Nubala, Jilid II, m/s 213) Hafiz az-Zahabi, Hafiz Ibn Kathir dan Wali al-Din Al-Khatib adalah dikenal sebagai ulama hadis . Tokoh-tokoh ini juga adalah ahli sejarah dan ulama hadis (muhaddis) yang terkenal dalam ilmu Rijal ( biografi perawi) . Mereka mengatakan Ummul Mu’minin Aishah r.a.ialah sepuluh tahun lebih muda dari Asma’ r.a. Berdasarkan fakta bahwa umur Asma’ adalah 100 tahun semasa meninggal dunia , kita dapati umur Ummul Mu’minin ialah 16 tahun semasa berkahwin dan 19 tahun semasa mula hidup bersama dengan Rasulullah s.a.w. r.a. Sekali lagi dibuktikan bahawa angka ‘10’ telah digugurkan oleh Hisham di dalam riwayatnya, dan beliau telah tersalah bila menyebut hanya satu angka iaitu ‘6’ dan perkara yang serupa bila menyebut angka ‘9’. Sekiranya riwayat Hisham adalah benar umur Asma’ r.a. menjadi kurang sebanyak sepuluh tahun. HUJAH KE-13 – AHLI SEJARAH AT-TABARI MENGATAKAN AISHAH R.A . LAHIR DI ZAMAN JAHILLIYAH ( SEBELUM KERASULAN) Ahli sejarah Muhammad bin Jareer al-Tabari, menceritakan tentang keluarga Saidina Abu Bakar r.a. sebagaimana berikut: “Abu Bakar r.a. telah berkahwin sebanyak dua kali semasa zaman Jahiliyah. Pertama dengan Qatilah dan memperolehi Abdullah dan Asma’ r.a., dan kedua dengan Ummu Rumman r.a., yang daripadanya ‘Aishah r.a. dan Abdur-Rahman r.a. telah dilahirkan”. Kemudian beliau menyebut: “Empat orang anak ini telah dilahirkan oleh dua orang isteri sebagaimana dinyatakan di atas. Kesemuanya telah dilahirkan pada zaman Jahiliyah”. (Tarikh Tabari, Jilid IV, m/s 50) Ingat bahawa kaum Shiah mengatakan umur Aishah ialah enam tahun bila mengahwini Rasulullah s.a.w. Al-Tabari sendiri merupakan seorang Syi’ah tulin tetapi beliau mengesahkan bahawa Ummul Mu’minin r.a. dilahirkan pada zaman Jahiliyah. Hampir setiap Muslim tahu bahawa zaman sebelum daripada Kerasulan dipanggil sebagai ‘zaman Jahiliyah’. Jika Ummul mu’minin r.a. telah dilahirkan meskipun beberapa bulan sebelum Kerasulan, usianya ialah 15 tahun pada waktu beliau mula tinggal bersama Rasulullah s.a.w. Dan juga, kami telah membuktikan sebelum ini bahawa Ummul Mu’minin r.a. telah dilahirkan sekurang-kurangnya lima tahun sebelum Kerasulan. Dengan ini, telah pasti bahawa Ummul Mu’minin r.a. mula hidup bersama Rasulullah s.a.w. ketika berusia 19 tahun. Bagaimanapun, mungkin juga usianya lebih tua daripada sembilan belas tahun tetapi adalah mustahil beliau lebih muda dari itu. Pada pandangan kami, semua tipu helah ini adalah ciptaan orang-orang Kufah. Ini adalah kerana mereka mendakwa Fatimah r.a. dilahirkan lima tahun selepas kerasulan dan beliau berkahwin semasa berumur sembilan tahun Dicatitkan di dalam ‘Tu’fatul Awam’ iaitu buku fiqah mereka, bahawa seorang gadis sepatutnya dikahwinkan setelah usianya mencecah sembilan tahun. Dengan itu, orang Kufah, dengan niat untuk menyembunyikan muslihat jahat mereka telah memalsukan fakta tentang usia Ummul Mu’minin r.a. Bila ahli sunnah dengan lantang menolak penipuan orang Syiah ini, mereka akan menjawab, “ Bagaimana kamu boleh menolak fakta ini sedangkan kamu menerima yang Fatimah berkahwin semasa berumur sembilan tahun!” Sekiranya kita berpegang bahawa perbezaan umur di antara Aishah r.a. dan Asma’ r.a ialah sepuluh tahun, maka umur Asma’ ialah 14 tahun semasa nabi s.a.w. dilantik menjadi rasul. Deangan fakta ini Ummul M’minin r.a. sudah pasti dilahirkan sebelum kerasulan. Ini bermakna, bahawa Ummul Mu’minin r.a. dan Saidatina Fatimah r.a. adalah hampir sebaya. Perbezaan umur sebanyak sepuluh tahun di antara kedua-duanya hanyalah rekaan orang Kufah. HUJAH KE-14 – AISHAH R.A. ADALAH ANTARA ORANGORANG YANG TERAWAL MEMELUK ISLAM Ibn Hisham, seorang ahli sejarah, telah menyenaraikan nama mereka yang beriman di dalam bukunya ‘As-Seerat’ di bawah tajuk “As-Sabiqun al-Awwalun” (Orang-orang Yang Terawal dan Terkemuka). Beliau meletakkan Ummul Mu’minin Saidatina Khadijah r.a. di tempat yang teratas, diikuti lelaki, wanita dan kanak-kanak mengikut turutan . Beliau menulis: “Selepas Saidatina Khadijah r.a., Usman Ibn Affan, Zubair bin Al-Awwam, Abdur-Rahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqas dan Talhah bin Ubaidullah (termasuk Zaid, Ali dan Abu Bakar) r.a. Ini adalah sekumpulan lapan orang yang telah memeluk Islam melalui seruan Abu Bakar r.a. yang terlebih dahulu memeluk Islam. Kemudiannya Abu Ubaidah bin Al-Jarah memeluk Islam diikuti oleh Abu Salamah bin Abdul Asad dan Arqam bin Abi Al-Arqam (yang mana rumahnya terletak di atas Bukit Safa yang digunakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. meyebarkan Islam secara rahsia). Setelah orang Islam berjumlah 40 orang, mereka telah keluar berdakwah secara terang-terangan. Hasil daripada usaha tersebut, mereka ini telah menerima Islam, Uthman bin Maz’un beserta adiknya Qadamah dan Abdullah, Ubaidah bin Al-Harith, Sa’id bin Zaid dan isterinya Fatimah (adik perempuan Umar bin Al-Khattab), Asma’ binti Abu Bakar r.a. dan ‘Aishah binti Abu Bakar r.a., keduaduanya masih kecil, dan Khabab bin Al-Arth. (Ibn Hisham, Jilid I, m/s 65) Dari senarai Ibnu Hisham, Asma’ dan Aishah r.a. berada di tempat ke sembilan belas dan ke dua puluh. Aishah r.a. telah memeluk Islam lama terlebih dahulu sebelum Saidina Umar r.a., iaitu pada tahun nabi s.a.w. dilantik menjadi rasul. Kini, jika kita hendak menerima riwayat Hisham , Ummul Mu’minin r.a. telah memeluk Islam empat tahun sebelum kelahirannya. Oh , amat menakjubkan! Ibn Ishaq juga menyenaraikan dengan turutan, sahabat-sahabat r.a. yang telah memeluk Islam pada awal permulaannya. Dia menyebut nama sembilan sahabat r.a. yang telah memeluk Islam di peringkat permulaan. Ibn Ishaq berkata, “Kemudian Abu Ubaidah r.a. telah memeluk Islam, selepasnya Abu Salamah r.a., dan Arqam bin Abi Al-Arqam, dan Uthman bin Maz’un, dan Ubaidah bin Al- Harith, dan Sa’id bin Zaid beserta isterinya Fatimah (binti Al-Khattab), dan Asma’ binti Abu Bakr dan ‘Aishah binti Abu Bakar r.a. memeluk Islam dan beliau masih kecil ketika itu. (As-Seerat-un-Nabawiyyah, Jilid I, m/s 452) Di sini, Ibn Ishaq telah meninggalkan nama dua adik-beradik kepada Maz’un r.a. , iaitu Qadamah dan Abdullah, meletakkan nama Asma’ dan ‘Aishah pada kedudukan yang ke-17 dan 18; dan sekiranya dua nama tadi dimasukkan maka Ummul Mu’minin Saidatina ‘Aishah r.a. jatuh di tempat yang ke-20. Senarai yang sama telah dikeluarkan oleh Ibn Suhaili dalam kitabnya yang terkenal iaitu ‘Kitab-Al-Raudh Al-A’yif’ Keterangan di atas menjelaskan bahawa Ummul Mu’minin r.a. adalah di kalangan Orang-orang Yang Terawal Beriman, dan beliau telah menyatakan keimanannya pada tahun pertama Kerasulan. Meskipun beliau seorang gadis kecil , yang pastinya, beliau sudah faham tentang makna Islam dan Iman. Kemungkinan besar beliau telah dilahirkan lima tahun sebelum kerasulan dan beliau berumur enam tahun semasa menerima Islam. Penulis ‘Hayat Sayyid -ul-Arab’ meletakkan Waraqah bin Naufal sebagai orang yang pertama sekali memeluk Islam. Ia telah disokong oleh Hafiz Balqinin dan Hafiz Iraqi. Ibn Mandah, Ibn Hajar, Tabari, al-Baghawi, Ibn Qan’iah dan Ibn al- Sakan juga telah menyatakan Waraqah adalah salah seorang di antara sahabat r.a. Selepas daripada Waraqah, Khadijah r.a. ialah Orang Yang Terawal Beriman. Kemudian selepasnya ialah Abu Bakar r.a. di kalangan lelaki dewasa, Ali r.a. di kalangan kanak-kanak, Za’id bin Harithah r.a. di kalangan hamba sahaya. Kemudiannya Ummu Aiman, dan Ummu Rumman isteri Abu Bakar r.a., kemudian Ummu Khair ibu kepada Abu Bakar, selepas itu Asma’ r.a. anak perempuan Abu Bakar. Dan telah diakui di kalangan ahli sejarah bahawa ‘Aishah dan Asma’ telah memeluk Islam bersama-sama. Dengan ini, Ummul Mu’minin Aishah berada di tempat yang kesepuluh. Ibn Sa’ad menceritakan bahawa wanita pertama yang memeluk Islam ialah Khadijah r.a. Selepasnya ialah Ummul Fazal r.a. iaitu isteri kepada Abbas. Kemudiannya ialah Asma’ anak perempuan Abu Bakar dan ‘Aishah. Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan sebagaimanan turutan ini. Akan tetapi amat dikesali bahawa mereka yang terpengaruh dengan riwayat Hisham, telah menulis sesuatu yang bercanggah dengan kenyataan iaitu bahawa Ummul Mu’minin r.a. belum lagi dilahirkan pada masa itu! Kami amat terkejut bahawa Shibli tidak memasukkan langsung seorang pun ahli keluarga Abu Bakar di dalam senarai Orang Yang Terawal Beriman di dalam bukunya ‘Siratun Nabi, Jilid I’ . Beliau telah menggugurkan nama Ummu Rumman, Ummul Khair, Asma’ dan ‘Aishah r.a. daripada senarai ini. Beliau bukan sahaja melakukan kesilapan di segi sejarah, tetapi melakukan kesilapan besar bila tidak menyebut mana-mana wanita kecuali Khadijah. Bahkan, beliau tidak menyebut nama puteri-puteri Rasulullah s.a.w. Seperti dijangkakan beliau tidak dapat melupakan Ali! Hakim Abdur Rauf Danapuri telah menulis di dalam bukunya ‘As’hah-ul-Sa’yer’ sebagai jawapan kepada tulisan Shibli dalam ‘Siratun Nabi’, di mana beliau telah memberikan satu senarai panjang mereka Yang Terawal Beriman . Di dalam senarai ini, beliau telah meletakkan nama Saidatina Asma’ di kedudukan yang ke-16 dan nama Ummul Mu’minin ‘Aishah di tempat yang ke-17. Namun begitu, disebabkan oleh Riwayat Hisham yang menghantui fikirannya, beliau menulis nota kaki sebagaimana berikut: “Riwayat Bukhari dan Muslim menyebut bahawa apabila Nabi Muhammad s.a.w. mengahwini beliau (‘Aishah), umurnya enam tahun; dan dalam riwayat yang lain beliau berusia tujuh tahun, dan apabila mereka mula tinggal bersama, beliau berusia sembilan tahun. Ibn Sa’ad menulis bahawa Rasulullah s.a.w. dan isterinya ‘Aishah r.a. mulai tinggal bersama di bulan Syawal pada tahun pertama Hijrah”. Beliau (‘Aishah r.a.) telah dilahirkan selepas empat atau lima tahun Kerasulan. Bagaimanapun, telah difahamkan beliau adalah salah seorang di antara Orang-orang Terawal Beriman. Ini bermakna, beliau adalah seorang Muslim sejak daripada awal kebangkitan Islam. (Abdur-Rauf Danapuri, ‘As’hahul- Sa’yer’, m/s 64) Hakim Rauf telah menunjukkan rasa tidak senangnya mengapa Ummul Mu’minin r.a. telah disenaraikan bersama-sama Orang-orang Terawal Beriman , kerana beliau r.a. masih belum dilahirkan ketika itu. Ini kerana, sebagaimana telah dibuktikan melalui riwayat oleh Imam Bukahri dan Muslim (dari Hisham), bahawa beliau (‘Aishah r.a.) dilahirkan selepas empat atau lima tahun Kerasulan. Hakim Rauf mengatakan bahawa Ummul Mu’minin r.a. adalah seorang Muslim semenjak dilahirkan. Kita hairan mengapa Hakim Rauf tidak memasukkan Zainab dan Ruqayyah r.a., anak perempuan nabi s.a.w. di dalam senarai ini. Ramai orang telah terkeliru disebabkan riwayat Hisham sehingga ke hari ini sebagaimana yang telah dibincangkan di awal tulisan ini. Riwayat Hisham telah menutup pemikiran sehingga hadis dan riwayat lain tidak dipedulikan. Mereka tidak dapat menerima yang lain kecuali yang satu ini dan mata mereka masih lagi tertutup sehingga hari ini HUJAH KE-15 – ABU BAKAR R.A. BERCADANG MENGAHWINKAN AISHAH R.A. SEBELUM BERHIJRAH KE HABSHAH Ahli sejarah mendakwa Ummul Mu’minin r.a telah ditunangkan dengan Jabir bin Mut’im sebelum Rasulullah s.a.w. mengahwini beliau. Ibn Sa’ad telah meriwayatkan daripada Ibn Abbas bahawa sewaktu Rasulullah s.a.w. menyampaikan hajatnya kepada Abu Bakar r.a. untuk mengahwini ‘Aishah r.a., beliau (Abu Bakar) meminta tangguh daripadanya s.a.w., “Wahai Rasulullah! Saya telah berjanji dengan Mut’im bin ‘Adi bin Nawfal untuk mengahwinkan ‘Aishah dengan anaknya Jabir. Berikan saya s
March 24, 2011 at 8:00 am
Kesimpulannya untuk diketahui oleh para pencaci Islam, bahwa tidak setiap hadits itu sahih, karena kualitas kesahihan hadits sangat bergantung kepada validitas perawinya. Ilham sudah menunjukan bagaimana kualitas perawi dari hadits tentang usia Asiyah yang mempengaruhi kesahihan haditsnya.
March 24, 2011 at 8:34 am
HUJAH KE-15 – ABU BAKAR R.A. BERCADANG
MENGAHWINKAN AISHAH R.A. SEBELUM BERHIJRAH
KE HABSHAH
Ahli sejarah mendakwa Ummul Mu’minin r.a telah ditunangkan dengan
Jabir bin Mut’im sebelum Rasulullah s.a.w. mengahwini beliau.
Ibn Sa’ad telah meriwayatkan daripada Ibn Abbas bahawa sewaktu
Rasulullah s.a.w. menyampaikan hajatnya kepada Abu Bakar r.a. untuk
mengahwini ‘Aishah r.a., beliau (Abu Bakar) meminta tangguh daripadanya
s.a.w., “Wahai Rasulullah! Saya telah berjanji dengan Mut’im bin ‘Adi bin Nawfal
untuk mengahwinkan ‘Aishah dengan anaknya Jabir. Berikan saya sedikit masa
supaya saya dapat meleraikan ikatan janji ini daripadanya.” Kemudiannya Abu
Bakar r.a. telah membebaskan dirinya daripada Mut’im dan anak lelakinya.
Selepas daripada itu, beliau mengahwinkan anak perempuannya dengan
Rasulullah s.a.w.
Ibn Sa’ad r.a. telah menukilkan satu riwayat yang lain, melalui Abdullah
bin Numeer, daripada Abdullah bin Abi Mulaikah sebagaimana berikut:
“Rasulullah s.a.w. telah menyampaikan hajatnya kepada Abu Bakar untuk
mengahwini ‘Aishah. Abu Bakar telah meminta tangguh , “Wahai Rasulullah!
Saya telah memberikan ‘Aishah kepada anak lelaki Mut’im bin ‘Adi, Jabir. Tolong
berikan saya sedikit tempoh supaya saya dapat membebaskannya. Jabir telah
membebaskan ‘Aishah, dan Rasulullah pun mengahwini beliau (‘Aishah).”
(Tabaqat Ibn Sa’ad, Jilid VIII, m/s 58)
Perhatikan baik-baik bahawa rundingan telah dibuat dengan Mut’im bin
Adi untuk mengahwinkan Ummul Mu’minin r.a. dengan anak lelakinya Jabir
( bin Mut’in bin Adi )
Semoga Allah mengampuni Shibli kerana terkeliru dengan mengatakan
bahawa ‘Aishah r.a. telah ditunangkan dengan anak lelaki Jabir bin Mut’im
(bukannya dengan Jabir) sebelum daripada Rasulullah mengahwininya. (Siratun
Nabi, m/s 405)
‘Aishah sebenarnya ditunangkan kepada Jabir, dan bukannya kepada
anak lelaki Jabir kerana beliau belum berkahwin pada ketika itu. Shibli telah
melakukan kesilapan, dan kesilapan ini telah disalin oleh penulis-penulis
kemudiannya.
Almarhum Syed Sulaiman Nadvi menulis di dalam bukunya:
“Akan tetapi sebelum ini ‘Aishah telah ditunangkan kepada anak lelaki
Jabir bin Mut’im, maka adalah perlu untuk bertanya kepadanya (Jabir) terlebih
dahulu.” (Seerah ‘Aishah, m/s 15)
Niaz Fatehpuri menulis; “Saidatina ‘Aishah telah ditunangkan kepada anak
lelaki Jabir bin Mut’im hingga ke waktu itu, jadi Saidina Abu Bakar telah
bertanya kepada Jabir. (Sahabiyyat, m/s 36)
Almarhum Maulana Said Akbaradi, iaitu seorang penyelidik terkemuka,
menulis; “ Beliau (Abu Bakar) berkata bahawa dia telah berjanji dengan Jabir bin
Mut’im. Tetapi apabila Jabir bin Mut’im diminta untuk memutuskannya, beliau
menolak.” (Seerat-us-Siddiq, m/s 16)
Adalah jelas bahawa kesemua penulis yang hebat ini telah mengakui
bahawa perhubungan Ummul Mu’minin r.a. telahpun diputuskan, akan tetapi
mereka semua tidak mengetahui kepada siapa sebenarnya beliau r.a. telah
ditunangkan. Mereka telah menyalin bulat-bulat pernyataan Shibli itu, dan
mereka telah mempertunangkan ‘Aishah bukan dengan Jabir tetapi kepada anak
lelaki Jabir yang tidak pernah wujud sampai ke hari ini. Nampaknya, tiada
siapa pernah merujuk kepada kitab “Ibnu Sa’ad”. Mereka menjumpai riwayat ini
di dalam “Siratun Nabi’ dan tanpa usul periksa menyalin cerita ini di dalam
tulisan mereka. Kami tidak menyalahkan penulis-penulis ini tetapi cukup untuk
kami katakan kekeliruan ini sebagai “Kesilapan Menyalin” .
Ahli sejarah Muhammad bin Jareer Tabari telah menulis tentang peristiwa
ini dengan terperinci sebagaimana berikut:
“Apabila Abu Bakar As-Siddiq r.a. berasa amat terganggu dengan
penindasan yang dilakukan oleh orang kafir, beliau memutuskan untuk
berhijrah ke Habshah. Beliau terfikir untuk mengahwinkan anaknya Aishah
sebelum meninggalkan Mekah.
Abu Bakar pun pergi berjumpa Mut’im . Isteri Mut’im juga ada
bersamanya. Apabila Abu Bakar menyatakan niatnya, isteri Mut’im memberitahu
Abu Bakar bahawa jika mereka mengahwinkan anak lelaki mereka dengan anak
perempuan Abu Bakar, sudah tentu Abu Bakar dan anaknya akan membuatkan
anak mereka , Jabir, keluar daripada agama asalnya untuk memeluk agama
Islam.
Sambil melihat ke arah Mut’im, Abu Bakar berkata, “Apa yang dicakapkan
oleh isteri kamu ?” (bermaksud, bagaimana beliau menolak lamaran ini?). Mut’im
telah menjawab bahawa apa yang dikatakan oleh isterinya adalah betul. “Kami
menganggap kamu dan anak perempuan kamu adalah sama (iaitu berdakwah
kepada Islam). Mendengarkan ini, Abu Bakar pun beredar dari situ. (Tabari,
Jilid I, m/s 493)
Riwayat oleh Tabari ini telah mendedahkan beberapa perkara seperti
berikut:
1.Hubungan yang dimaksudkan ialah dengan Jabir, bukannya dengan anak
lelaki Jabir.
2.Apabila Saidina Abu Bakar r.a bercadang untuk berhijrah ke Habshah,
Ummul Mu’minin r.a. adalah seorang gadis remaja ataupun hampir
dewasa. Inilah sebabnya mengapa Saidina Abu Bakar memikirkan tentang
anak perempuannya sebelum berhijrah ke Habshah.
Menurut riwayat Hisham, Ummul Mu’minin r.a. belum lagi dilahirkan, dan
jika beliau telah dilahirkan pun, beliau mungkin baru berusia dua atau empat
bulan. Bolehkah kita katakan Ummul Mu’minin r.a.. berkahwin pada usia 2-4
bulan?
Kita hairan, Mut’in tidak pernah mengatakan “Wahai Abu Bakar!
Baguslah, kamu mempunyai seorang bayi perempuan , dia akan menjadi isteri
anak saya.” Tidak, perkataan seperti ini tidak pernah diucapkan.
3.Ini juga membuktikan bahawa ‘Aishah r.a., sebagaimana ayahnya, Abu
Bakar telah terkenal dalam mendaawahkan Islam. Mut’im bimbang
bahawa anak perempuan Abu Bakar akan mendaawah anak lelakinya
memeluk Islam oleh itu adalah lebih baik untuk menghalang
perkahwinan itu. Ini satu lagi bukti bahawa beliau (‘Aishah) telah remaja
dan mampu berdaawah kepada Islam .
4. Logiknya, seorang ayah hanya akan mula memikirkan mengenai
perkahwinan anaknya apabila anaknya melewati usia remaja. Dalam
keadaan ini, kita akan terfikir bahawa umurnya sekurang-kurangnya 15
tahun pada ketika itu. Berdasarkan andaian ini, usianya ialah 25 tahun
pada ketika beliau mula tinggal bersama suaminya s.a.w. Adalah tidak
berasas untuk menetapkan usia yang lebih muda dari itu.
HUJAH KE-16 – AISHAH R.A. DISEBUT SEBAGAI ‘GADIS’
DAN BUKAN ‘KANAK-KANAK ’ SEMASA DICADANGKAN
UNTUK BERNIKAH DENGAN RASULULLAH
Juga merupakan satu fakta sejarah bahawa Khaulah binti Hakim telah memberi
cadangan kepada Rasulullah s.a.w. untuk mengahwini ‘Aishah r.a. dan Saudah
r.a. Khaulah bt Hakim adalah isteri kepada Uthman bin Maz’un, dan Uthman
bin Maz’un adalah adik beradik susuan Baginda s.a.w. Dalam hubungan ini,
Khaulah adalah isteri kepada adik sesusuan Nabi s.a.w.
Khaulah telah berkata, “Wahai Rasulullah! Mengapa anda tidak kamu
berkahwin?” Khaulah mengusulkan demikian setelah kematian Ummul
Mu’minin Saidatina Khadijah r.a. Lalu Baginda s.a.w. bertanya, “Dengan siapa
saya patut berkahwin?” Khaulah r.a. menjawab, “Dengan seorang gadis atau
janda” Baginda s.a.w. berkata, “Siapakah gadis itu, dan siapa pula janda itu?”
Khaulah menjawab, “Dia adalah anak perempuan orang yang paling kau sayangi
di atas muka bumi ini , Abu Bakar, iaitu Aishah, dan janda itu pula ialah
Saudah binti Zam’ah.” Lalu Baginda s.a.w. berkata, “Baiklah, beritahu tentang
saya kepada kedua-duanya , dan tunggu .”
Hafiz Ibn Kathir telah menukilkan riwayat ini dengan panjang lebar dengan
merujuk kepada ‘al-Baihaqi’ dan ‘Musnad Ahmad’. Kedua-dua kitab tersebut
bukanlah buku sejarah, tetapi kitab hadis dan Ibn Kathir tidak meminda atau
mengulas riwayat-riwayat ini. Oleh itu , perbahasan ini bukanlah dalil sejarah,
akan tetapi dalil hadis.
Dalam Bahasa Arab, perkataan ‘Jari`ah’ biasa digunakan untuk gadis kecil yang
belum baligh, sementara perkataan ‘Bakra’ digunakan untuk seorang anak
dara. Perkataan ini tidak diucapkan untuk seorang anak kecil berusia lapan atau
sembilan tahun; tetapi ia digunakan untuk anak dara yang telah baligh .
Sepertimana Nabi Muhammad s.a.w. pernah bersabda, “Persetujuan hendaklah
diperolehi daripada ‘bakra’ (anak dara) ( dalam hal nikah ), dan diamnya adalah
persetujuannya.” (Muslim)
Perkataan ‘bakra’ dalam Bahasa Arab adalah lawan kepada perkataan ‘thayb’.
‘Thayb’ ialah wanita
berkahwin yang kematian suami atau yang telah bercerai, yang mana dalam
Bahasa Urdu disebut sebagai ‘au`rat’( dan dalam bahasa Melayu disebut ‘janda’
atau ‘balu’ ) . Jika anda tidak mempercayainya, cubalah panggil seorang anak
dara dengan sebutan ‘au`rat’, dan lihat apa yang akan terjadi!
Itulah sebabnya satu lagi ayat di dalam hadis ini ialah:
“Dan, seorang ‘thayb’(janda atau balu ) lebih berhak ke atas dirinya berbanding
dengan wali ”. (Saheh Muslim)
Perkataan ‘thayb’ ini digunakan sebagai lawan kepada perkataan ‘bakra’. Di
dalam Riwayat daripada ‘Musnad Ahmad’ dan ‘Baihaqi’ , Khaulah r.a.
mengucapkan; “ada seorang ‘bakra’(gadis atau anak dara) dan ada seorang
‘thayb’(janda)”. Perkataan ‘bakra’ (gadis) ini adalah suatu bukti bahawa ‘Aishah
ialah seorang anak dara yang melepasi usia remaja. Jika Aishah r.a. adalah
seorang kanak-kanak perempuan berusia enam tahun, maka Khaulah r.a.
tentunya akan mengucapkan perkataan “ada seorang ‘jari’at’ (kanak-kanak
perempuan) dan seorang ‘thayb’(janda)”. Beliau tidak mungkin berdusta yang
sebegitu jelas. Beliau juga bukanlah seorang ‘ajami’ (bukan Arab), iaitu
seseorang yang tidak fasih berbahasa Arab . Beliau tidak mungkin melakukan
kesilapan sebodoh ini.
Telah menjadi suatu kebiasaan bagi Nabi Muhammad s.a.w. untuk melawat
rumah Abu Bakar setiap hari di waktu pagi dan petang, sepertimana yang
diriwayatkan oleh Bukhari. Dalam hal ini, mungkinkah Nabi s.a.w. tidak
menyedari bahawa apa yang Khaulah beritahu sebagai ‘seorang anak dara’
hanyalah seorang kanak-kanak perempuan yang baru berusia enam tahun?
Jikalau benar sedemikian sudah tentu baginda s.a.w. akan berkata:
“Wahai Khaulah!Adik iparku! Adakah fikiran anda betul ? Kamu telah
mencadangkan kepada saya seorang kanak-kanak perempuan dengan
mengatakan beliau seorang gadis . Saya biasa melihatnya setiap pagi dan
petang”.
Adalah jelas perkara yang sedemikian tidak pernah berlaku . Bahkan, apabila
Khaulah menyampaikan hasrat Rasulullah kepada Abu Bakar r.a., beliau (Abu
Bakar) menjawab bahawa beliau telah berjanji untuk mengahwinkan Aishah
dengan anak Mut’im, dan meminta tempoh untuk menyelesaikan perkara
tersebut dengan sebaik mungkin. Abu Bakar tidak pernah mengatakan Aishah
r.a. masih lagi kanak-kanak kecil.
Peristiwa ini adalah bukti bahawa Saidatina ‘Aishah bukan lagi seorang kanakkanak
di waktu itu. Sekiranya tidak , Abu Bakar r.a. dan Khaulah binti Hakim
r.a. mungkin dianggap sebagai orang kurang siuman , dan kemungkinan juga
kemuliaan Nabi s.a.w. akan diperlekehkan . (Semoga Allah melindungi kita dari
semua ini!)
Khaulah mencadangkan seorang anak dara kepada Rasulullah s.a.w. Bapanya,
Abu Bakar r.a. dan Rasulullah s.a.w. tidak menolak bila mendengar cadangan
ini. Jikalau perkahwinan ini telah berlaku sewaktu Ummul Mu’minin r.a. baru
berusia enam tahun, maka Nabi Muhammad s.a.w. dan Islam kemungkinannya
telah menjadi bahan ejekan dan cemuhan kaum musyrikin di Mekah. Dan, tidak
boleh dibayangkan tokoh-tokoh yang bijaksana sebagaimana nabi s.a.w. dan
Abu Bakar r.a. melakukan kesilapan sedemikian rupa sehingga menjadi sasaran
dan buah mulut orang ramai.
Sebelum daripada ini kami adalah salah seorang yang mempercayai bahawa
Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. telah hidup bersama Rasulullah s.a.w. sejak
umurnya sembilan tahun, dan kami menerima riwayat ‘Bukhari’ dan ‘Muslim’.
Akan tetapi apabila kami, dengan mengosongkan fikiran, membaca buku-buku
hadis dan sejarah, dan buku-buku rijal ( biografi perawi ), kami membuat
kesimpulan bahawa selama ini kami seolah-olah katak yang berada di dalam
telaga. Namun, kini kami telah sampai ke peringkat di mana sungai Furat dan
Dajlah , bahkan Teluk Farsi, tidak lagi mengepung kami. Sekarang doa kami
hanyalah supaya Ulama kami turut keluar daripada tempurung kejahilan dan
tipudaya, dan kemudian lihatlah berapa banyak manakah sungai yang mengalir
di Pakistan ini.
HUJAH KE-17 – RASULLULAH TIDAK TINGGAL BERSAMA
AISHAH R.A. KERANA MASALAH MENDAPATKAN
MAHAR, BUKAN KERANA UMUR AISHAH YANG TERLALU
MUDA
Ibn Saad di dalam “Tabaqat”, menukilkan dari Amra binti Abdur Rahman
bahawa beliau telah bertanya kepada Ummul Mu’minin r.a., “Bilakah Rasulullah
mula tinggal bersama dengan anda?” Beliau (‘Aishah r.a.) menjawab, “Apabila
Rasulullah s.a.w. berhijrah ke Madinah, baginda telah meninggalkan saya dan
anak perempuannya di Mekah. Setelah tiba di Madinah, baginda telah
menghantar Zaid bin Harithah r.a. untuk membawa kami (ke Madinah), dan
juga menghantar pembantunya Abu Raf’a r.a. bersamanya (Zaid), dan telah
memberi kepada Zaid dua ekor unta dan 500 Dirham. Baginda s.a.w. mendapat
duit ini daripada Abu Bakar r.a., dan duit ini telah diberi kepada Zaid bin
Harithah untuk tujuan mereka membeli barang-barang keperluan dan lebih
banyak unta, jika diperlukan.
Abu Bakar r.a. menghantar Abdullah bin Ariqit Al-dili bersama dengan dua
orang ini, dan telah memberikan dua atau tiga ekor unta (kepada Al-dili). Beliau
(Abu Bakar r.a.) telah menulis kepada anaknya Abdullah dan menyuruhnya
menyiapkan keluarganya untuk berhijrah. Emak saya Ummu Rumman r.a. dan
isteri Zubair, Asma’ r.a. dan saya keluar bersama-sama. Apabila kami telah tiba
di Qadid, Zaid bin Harithah membeli tiga ekor unta dengan harga 500 Dirham,
dan kami mulai bertolak bersama-sama. Di dalam perjalanan kami berjumpa
Talhah bin Ubaidullah yang telah keluar dengan niat untuk berhijrah dan beliau
mahu menyertai rombongan keluarga kami berhijrah ke Madinah.
Zaid bin Harithah r.a. meneruskan perjalanan ke Madinah dengan
membawa bersama Abu Raf’a, Fatimah, Ummu Kalthum dan Saudah bin Zam’ah
r.a. Zaid juga telah membawa bersama isterinya Ummu Aiman dan anak
lelakinya Usamah r.a. Manakala Abdullah bin Abu Bakar membawa ibunya
Ummu Rumman r.a. dan kedua-dua adik perempuannya. Apabila kami sampai
ke tempat bernama Baidh yang terletak berhampiran dengan Mina, unta saya
telah ketakutan dan lari. Ketika itu saya berada di dalam mehfah, ibu saya telah
menangis, “Oh! Anak ku. Oh! Pengantin ku”. Kemudian mereka menemui unta
kami yang turun dari gaung. Allah yang Maha Kuasa telah memeliharanya.
Apabila kami tiba di Madinah, saya tinggal bersama dengan keluarga Abu
Bakar r.a. (ayah saya), sementara keluarga Rasulullah s.a.w. telah tinggal di
rumah berdekatan dengan masjid. Baginda s.a.w. pada masa itu sibuk membina
masjid. Kami telah tinggal untuk beberapa hari di rumah Abu Bakar.
Kemudian Abu Bakar r.a. telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w.,
“Sekarang apakah halangan kepada tuan untuk tinggal bersama dengan isteri
tuan?” Rasulullah s.a.w. menjawab, “Maskahwin ialah halangannya.” Kemudian
Abu Bakar r.a memberi kepada baginda s.a.w. 12 Ukyah dan beberapa Nash
(lebih kurang 500 Dirham atau lebih sedikit). Rasululah s.a.w. kemudiannya
telah menghantar wang tersebut kepada kami sebagai mahar perkahwinan.
Selepas itu saya telah datang ke rumah ini untuk tinggal bersamanya, di tempat
saya tinggal sekarang ini. Di rumah inilah Rasulullah s.a.w. wafat . Dan,
Rasulullah telah membina sebuah pintu yang menghala ke masjid yang terletak
di hadapan rumah saya. Dan, Rasulullah juga telah hidup bersama Saudah r.a.
di sebuah rumah di anjung masjid, bersebelahan dengan rumah saya. (“Tabaqat
Ibn Sa’ad”, Jilid VIII, m/s 68)
Meskipun perawi riwayat ini adalah Waqidi, seorang pendusta, tetapi tidak
semestinya dia akan berdusta setiap masa. Ada masanya dia akan bercakap
benar. Sekali lagi, tidak sebagaimana Shibli, sesetengah pakar hadis cuba untuk
membuktikan bahawa beliau (Waqidi) adalah ‘thiqah’. Kami telah menyalin
riwayatnya di sini disebabkan oleh apa yang kami petik di atas menyokong
riwayat ini. Bayangkan, akhirnya sesuatu yang benar telah keluar dari mulut
seorang pendusta!
Tujuan kami hanya untuk menunjukkan jika sekiranya Ummul Mu’minin
baru sahaja berusia lapan tahun selepas berhijrah ke Madinah. tidak mungkin
sekali-kali Abu Bakar akan meminta Rasulullah s.a.w. untuk tinggal bersama
Aishah r.a. Dalam perkataan lain, seolah-olah beliau berkata: “Berapa lama saya
patut membiarkan anak perempuan saya tingal di rumah saya? Dan Rasulullah
s.a.w tidak akan sekali-kali menjawab ‘Maskahwinnya adalah penghalangnya’.
Abu Bakar r.a. tidak suka anak perempuannya tinggal di rumahnya. Jadi beliau
menghantar wang hantaran perkahwinan, dan kemudian baginda s.a.w. telah
mengadakan majlis perkahwinannya dengan Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a.”. Ini
telah membuktikan bahawa tiada sebarang halangan mengapa Rasulullah tidak
membawa isterinya r.a. tinggal bersamanya melainkan kerana tiada maskahwin.
HUJAH KE-18 – HADIS YANG MENSYARATKAN
MENDAPAT PERSETUJUAN SEORANG GADIS SEBELUM
DIKAHWINKAN MEMERLUKAN GADIS TERSEBUT TELAH
CUKUP UMUR
Ibn Abbas meriwayatkan yang Rasulullah s.aw. bersabda:,
“seorang janda lebih berhak terhadap dirinya daripada walinya, dan persetujuan
mestilah diperolehi daripada seorang anak dara, dan diamnya adalah
menunjukkan persetujuannya ( Muslim, jilid 1, m/s 455)
Namun di dalam beberapa riwayat, disebutkan “Anak dara mestilah diminta
pandangan darinya”.
Di dalam hadith riwayat Abu Hurairah r.a., nabi s.a.w. bersabda;
“ Janganlah kamu mengahwinkan janda sebelum meminta pandangan darinya
dan janganlah kamu mengahwinkan anak dara sebelum meminta persetujuan”
(Muslim, Jilid I, m/s 455)
Berdasarkan hadis-hadis ini, kerelaan seorang anak dara (yang belum
berkahwin) ialah satu syarat asas bagi perkahwinannya; dan jika gadis itu di
bawah umur, tidak timbul soalan mengenai kerelaannya. Ia disebabkan beliau
tidak mengetahui tujuan perkahwinan itu sendiri. Dengan itu ulama fiqah
menyelesaikan masalah ini dengan memutuskan bahawa wali boleh
menjalankan pernikahan seorang kanak-kanak bagi pihak kanak-kanak
tersebut. Ulama fiqah berdalilkan riwayat Hisham kerana tiada riwayat lain
berkenaan perkara ini. Oleh kerana riwayat ini terbukti salah, maka
perkahwinan kanak-kanak belum baligh juga adalah salah.
HUJAH KE-19 – KEBOLEHAN LUARBIASA AISHAH R.A
MENGINGATI SYAIR YANG BIASA DI SEBUT DI ZAMAN
JAHILIYAH MEMBUKTIKAN BELIAU R.A. LAHIR DI
ZAMAN JAHILIYAH
Telah tercatat dalam buku hadis dan sejarah bahawa apabila Muhajirin
berhijrah ke Madinah, ramai di kalangannya jatuh sakit, termasuklah Abu
Bakar As-Siddiq r.a.yang mengalami demam kuat.
Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. telah menjaga ayahnya sepanjang ayahnya jatuh
sakit. (Tabaqat Ibn Sa’ad, Jilid III, m/s 43)
Iklim di Madinah tidak sesuai dengan sahabat Muhajirin untuk beberapa ketika.
Mereka jatuh sakit berulangkali, hinggakan Nabi Muhammad s.a.w. telah berdoa
sebagaimana berikut:
“Ya Allah! Jadikanlah Madinah mengasihi kami sebagaimana Mekah mengasihi
kami, malah lebih lagi. Sesuaikanlah iklim kepada kami. Berkatilah kami dengan
udara dan permukaan bumi. Alihkan demamnya ke arah Jahfah”
(Hadis riwayat Bukahri dan Muslim)
Riwayat ini juga diceritakan oleh Saidatina ‘Aishah r.a. dan dinukilkan oleh
Hisham dari ayahnya Urwah. Dan, terdapat riwayat lain oleh Hisham yang
diriwayatkan oleh Imam Malik yaang disebutkan di dalam ‘Bukhari’ Jilid II, m/s
848.
Aishah r.a. berkata bahawa Madinah adalah suatu tempat di mana
bersarangnya penyakit-penyakit dan wabak-wabak. Penduduknya senantiasa
menderita penyakit demam. Saidina Abu Bakr r.a., hambanya ‘Amir r.a. bin
Faheerah dan Bilal r.a. telah terlantar sakit di dalam sebuah rumah. Dengan
keizinan daripada Rasulullah s.a.w., beliau (‘Aishah r.a.) pergi untuk merawat
mereka. Pada masa itu, perintah mengenai pemakaian purdah belum lagi
diturunkan. Kesemua mereka sedang terbaring dengan tidak keadaan separuh
sedar disebabkan demam yang kuat. Beliau (‘Aishah r.a.) menyambung, ‘Saya
menuju ke arah Abu Bakar r.a. dan berkata kepadanya, “Ayah! Bagaimana
keadaan kamu?” beliau (Abu Bakar) menjawab:
“Setiap manusia menghabiskan waktunya di kalangan sanak-saudaranya, dan
kematian itu adalah lebih hampir daripada tali kasutnya.”
Aishah r.a. berkata bahawa ayahnya tidak mengetahui apa yang telah
diucapkannya ( disebabkan oleh fikirannya terganggu oleh demam).
Kemudiannya saya pergi kepada ‘Amir r.a., dan bertanya, “Amir! Apa khabar?”
beliau (‘Amir) berkata:
“Saya telah merasai keperitan maut sebelum datang kematian, kerana seorang
penakut akan mati dicucuk hidungnya. Semua orang berjuang dengan
kekuatannya, seperti mana sehelai kain menyelamatkan kulit manusia daripada
sinarannya.”
Saidatina ‘Aishah r.a. berkata lagi, “Saya fikir beliau juga tidak mengerti apa
yang telah diucapkannya.”
Telah menjadi tabiat Bilal apabila beliau menghidap demam, beliau selalunya
berbaring di halaman rumah, dan menangis dengan sekuat-kuat hatinya. Pada
ketika itu, beliau sedang memperdengarkan bait-bait berikut:
“Alangkah baiknya, jika aku melalui malam di lembah di mana rumput liar dan
belalang akan berada di sekeliling ku. Dan jika aku turun pada suatu hari
mengambil air di Majnah dan alangkah baiknya kalau aku nampak sha’mmah
dan tufail”
Di dalam riwayat ‘Bukhari’ tidak disebut mengenai ‘Amir bin Fareehah, tetapi
Imam Ahmad di dalam ‘Musnad’nya telah meriwayatkan tentang ‘Amir daripada
Abdullah bin Urwah.
Perhatikan riwayat ini dengan cermat. Ummu Rumman r.a. dan Asma’ r.a. juga
berada di dalam rumah itu. Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a.
dipertanggungjawabkan menjaga orang-orang sakit. Adakah munasabah
tanggungjawab penting seperti itu diamanahkan kepada seorang kanak-kanak
perempuan berusia lapan tahun sedangkan pada masa yang sama terdapat
wanita lain yang lebih tua di dalam rumah itu? Tugas merawat dan menjaga ini
munasabah jika Ummul Mu’minin r.a. sendiri sudah cukup matang dan tahu
tanggungjawabnya . Tugas melayan orang sakit sebagaimana yang telah
digambarkan di dalam Tabaqat Ibn Sa’ad, adalah tidak masuk akal untuk
kanak-kanak di usia 8 atau 9 tahun.
‘Aishah r.a. mengatakan bahawa beliau menceritakan keadaan ayahnya, ‘Amir
bin Fareehah dan Bilal r.a., dengan menyebut bait-bait ini kepada Rasulullah
s.a.w.:
“Mereka ini berjalan terhuyung-hayang. Mereka menjadi kurang waras
disebabkan oleh demam yang amat kuat.”
Keseluruhan peristiwa ini membuktikan bahawa Ummul Mu’minin r.a. telahpun
menjadi seorang surirumah pada tahun 1 H. Bayangkan dia meminta izin
suaminya untuk melawat dan merawat orang sakit. Bayangkan bagaimana
sekembalinya, beliau r.a. telah mengulang kesemua bait-bait yang didengarinya,
dan memberitahu suaminya s.a.w. bahawa mereka ini melafazkan bait-bait ini
di dalam keadaan demam kuat dan dalam keadaan tidak sedar.
Kesemua perkara ini adalah amat payah untuk dilakukan dan difahami oleh
seorang kanak-kanak perempuan berumur sembilan tahun . Ini adalah urusan
orang dewasa . Mengingati dan menghafal syair-syair adalah mungkin, hanya
apabila Ummul Mu’minin r.a. telah melalui sebahagian daripada usianya di
dalam persekitaran begitu. Walaubagaimanapun, jika kita menerima bahawa
beliau hidup bersama suami (Rasulullah) sewaktu berusia sembilan tahun dan
beliau dilahirkan setelah tahun kelima Kerasulan, tidak wujud persekitaran
rumah yang sedemikian kerana pada masa itu rumah mereka dipenuhi dengan
bacaan al-Quran dan bukannya syair. Bila dan di mana beliau (‘Aishah) belajar
syair ini? Jawapan mudahnya ialah: ‘beliau telah dilahirkan sebelum Zaman
Kerasulan, mindanya telah terdidik dengan kesusasteraan sebagaimana
penduduk Mekah yang lain’. Kita akan membincangkan hal ini dengan lebih
lanjut di halaman yang selanjutnya.
HUJAH KE-20 – KEMAHIRAN DALAM SASTERA, ILMU
SALASILAH DAN SEJARAH SEBELUM ISLAM
Waliuddin Al-Khateeb, penulis Mishkath menulis:
“Saidatina ‘Aishah r.a. merupakan seorang wanita yang faqih, alim, fasih, dan
fazilah. Beliau paling banyak meriwayatkan hadis daripada Rasulullah s.a.w.
Beliau r.a. sangat mahir dalam sejarah peperangan dan syair-syair Arab
( sebelum kedatangan Islam).”(‘Mishkat’, m/s 612)
Anak saudaranya Urwah r.a. menjelaskan bahawa beliau tidak pernah
menjumpai seseorang yang lebih mahir daripada Saidatina ‘Aishah r.a. di dalam
bidang tafsir al-Qur’an, ilmu Fara’id, hukum halal-haram, hukum fiqah, syair,
perubatan, sejarah Arab dan ilmu salasilah. (‘Al-Bidayah wan-Nihayah’, Jilid VIII,
m/s 92)
‘Ata bin Abi Rabah mengatakan bahawa Ummul Mu’minin r.a. adalah seorang
ahli fiqah yang paling hebat, seorang ulama’ yang paling tinggi pengetahuannya
dan seorang pemikir yang paling tinggi tahap pemikirannya. (‘Al-Bidayah wan-
Nihayah’, Jilid VIII, m/s 92)
Abu Musa Ashaari r.a. berkata “Apabila kami, para sahabat mengalami kesulitan
dalam memahami hadis nabi, kami akan mendapat penyelesaian yang mudah
daripada beliau” (‘Tirmizi’, ‘Al-Bidayah wan-Nihayah)
Abul Zinad menceritakan bahawa beliau belum pernah melihat seorang lelaki
yang lebih mahir dalam syair berbanding Urwah . Beliau telah bertanya kepada
Urwah, “Bagaimana anda boleh menjadi seorang yang sangat hebat dalam
syair?” Urwah telah menjawab bahawa beliau mewarisinya daripada ibu
saudaranya Aishah r.a.; dan menambah, apabila berlaku sebarang peristiwa,
beliau (‘Aishah r.a.) akan melafazkan secara spontan serangkap syair yang
menggambarkan keadaan itu.
Musa bin Talhah menceritakan bahawa beliau tidak pernah menemui seseorang
yang lebih petah berbicara dari Aishah r.a. Urwah r.a. berkata bahawa beliau
pernah bertanya kepada Ummul Mu’minin r.a., “Wahai ibu saudaraku! Saya
tidak hairan bagaimana anda menjadi seorang yang faqih, kerana anda adalah
isteri kepada Rasulullah s.a.w. dan anak perempuan kepada Abu Bakar r.a. Saya
juga tidak hairan kerana anda dapat mengingat syair dan mahir tentang sejarah
kerana anda adalah anak kepada Abu Bakar, orang yang paling alim. Akan
tetapi saya hairan dengan pengetahuan anda yang mendalam dalam perubatan,
daripada manakah anda mempelajarinya?” Ummul Mu’minin r.a. menepuk bahu
Urwah dan berkata, “Wahai Urwah! Rasulullah s.a.w. menderita sakit di harihari
terakhir kehidupannya, dan ramai utusan yang datang melihatnya dari
setiap ceruk, dan mereka mecadangkan ubat-ubatan untuknya s.a.w , dan saya
memberikan ubat kepadanya menurut cadangan-cadangan tersebut.
Untuk mencapai kecekapan di dalam kesusateraan Arab, syair, ilmu salasilah
dan sejarah Arab, memerlukan masa yang lama dan seorang pelajar hendaklah
cukup berumur untuk memahami dan mengingati ilmu tersebut. Dan kita tahu
bahawa ilmu salasilah dan sejarah Arab adalah topik yang membosankan.
Berdasarkan riwayat Hisham, beliau (‘Aishah) masih lagi seorang kanak-kanak
berumur lapan tahun, semasa berlakunya peristiwa Hijrah. Abu Bakar r.a.,
meninggalkan keluarganya di Mekah dan berhijrah ke Madinah. Selepas
beberapa bulan , beliau membawa ahli keluarganya (melalui sahabatnya) .
Beliau membawa ahli keluarganya datang ke Madinah, dan Saidatina ‘Aishah
mulai tinggal bersama suaminya Rasulullah setelah beberapa hari tiba di
Madinah. Dalam tempoh yang sebegitu singkat beliau tidak akan mendapat
sebarang peluang untuk menimba ilmu dan pengalaman daripada ayahnya.
Di Madinah, aktiviti Rasulullah s.a.w. adalah amat berbeza berbanding semasa
berada di Mekah. Di sini baginda mengajarkan al-Qur’an, solat dan puasa, dan
menyebarkan Islam ke wilayah-wilayah.luar. Persekitaran ini tiada kaitan
langsung dengan ilmu salasilah , ilmu sejarah dan syair . Saidatina ‘Aishah tidak
mungkin dapat mencapai kemahiran dengan memahami dan menyesuaikan
syair-syair melainkan beliau telah melalui masa yang agak panjang untuk
memerhati dan mempelajari syair. Beliau telah menghafal rangkap-rangkap syair
Arab yang terbaik yang akan diungkapkan bersesuaian dengan keadaan. Beliau
juga telah memahami dengan mendalam rangkap-rangkap prosa. Hadis yang
dinyatakan oleh Ummu Zar’i, yang diriwayatkan dalam ‘Muslim’, merupakan
karya agung sasteranya.
Dengan itu, boleh disimpulkan bahawa Ummul Mu’minin r.a. adalah
merupakan seorang wanita yang dewasa sebelum perkahwinannya. Beliau telah
memperolehi kemahiran ini samada dengan belajar atau memerhati ayahnya.
Disebabkan oleh daya ingatan dan kebijaksanaannya yang luar biasa, beliau
telah mencapai kecemerlangan di dalam ilmu salasilah Arab, juga kemahiran
yang tinggi di dalam syair dan sejarah.
Saidatina ‘Aishah r.a. berkata: “Suatu hari, Rasulullah sedang membaiki
kasutnya dan saya memerhatikannya. Dengan melemparkan pandangannya ke
arah saya, baginda s.a.w. bertanya, “Kenapa? Kamu merenung saya dengan
begitu tekun.” Saya menjawab, “Saya melihat kesepadanan rangkap syair oleh
Abu Bakr al-Hazli pada diri kamu. Jika beliau masih hidup, beliau tidak akan
menemui orang lain yang lebih sesuai untuk rangkap syairnya.” Baginda s.a.w.
bertanya kepada saya apakah rangkap tersebut. Kemudian Ummul Mu’minin r.a.
berkata:
“Sesuatu yang tidak ada padanya kekejian, dan daripada kekotoran pemerah
susu dan daripada setiap penyakit yang berjangkit, (dan) apabila kamu melihat
kepada garis-garis di wajahnya, (kamu akan melihat) ia bercahaya, sebagaimana
pipi yang terang bercahaya.”
Mendengarkan rangkap ini, Rasulullah s.a.w. amat gembira, sambil menggelenggeleng
kepalanya, baginda bersabda, “Ia amat menyenangkan saya, syair ini
tepat pada tempatnya”
Ini bermakna bahawa Ummul Mu’minin r.a. bukanlah sekadar seorang wanita
alim yang kaku bahkan Rasulullah s.a.w. sendiri juga bukanlah seorang yang
hambar dan membosanknan.
Sewaktu adiknya Abdur Rahman meninggal dunia, beliau (‘Aishah r.a.) dengan
spontan mengungkapkan bait-bait ini:
“Kita berdua adalah diibaratkan seperti dua orang pengiring raja Jazimah.
Untuk suatu tempoh yang lama, sangat lama mereka bersahabat hinggakan
orang berkata bahawa tidak mungkin mereka akan berpisah. Namun apabila
kami berpisah, meskipun saya dan Tuan telah bersama dalam tempoh yang
lama, tetapi rasanya kami tidak pernah tinggal bersama walaupun satu malam.”
Ungkapan-ungkapan Ummul Mu’minin r.a tentang syair , sejarah dan salasilah
yang ditemui di dalam kitab-kitab hadis, sejarah dan kesusateraan boleh
dirumuskan bahawa beliau adalah seorang ahli hadis, ahli feqah, ahli tafsir al-
Quran, ahli sejarah dan pakar salasilah yang terhebat di zamannya.
Dengan tujuan untuk menenggelamkan ketokohan Aishah r.a. dalam bidang
keilmuan dan kesusasteraan, orang-orang Shiah mencipta cerita kononnya
Ummul Mu’minin suka bermain dengan anak patung dan anak patung ini
menjadi sebahagian penting dari hidupnya. Bahkan apabila Rasulullah s.a.w.
kembali daripada Perang Tabuk, baginda s.a.w. melihat anak patung yang dihiasi
di suatu sudut rumahnya, meskipun setelah sembilan tahun menjadi isteri
Rasulullah s.a.w!! Dalam erti kata lain, beliau (‘Aishah) tidak melakukan
sebarang kerja, melainkan berterusan bermain dengan anak patungnya,
walaupun setelah menjadi salah seorang daripada ahli keluarga Nabi s.a.w.
Sedangkan, fakta sebenarnya ialah setelah menjadi isteri Nabi s.a.w., Ummul
Mu’minin r.a. telah pun mencapai tahap kemuncak di bidang keilmuan di mana
beliau mampu meletakkan prinsip-prinsip asas hukum fiqah dan hadis yang
diakui dan diguna pakai oleh sahabat-sahabat r.a.
Contohnya, Ummul Mu’minin memperkenalkan satu prinsip iaitu suatu yang
bercanggah dengan al-Quran tidak sekali-kali akan diterima, sama ada ia
ditakwil atau sememangnya yang ditolak.
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas perhatikan riwayat tentang orang
kafir yang telah terbunuh di dalam Perang Badar. Rasulullah s.a.w.
mencampakkan mayat mereka ke dalam satu lubang dan sambil berdiri di tepi
lubang tersebut baginda mengucapkan, “Adakah kamu dapati apa yang
dijanjikan oleh tuhanmu benar.” Lalu para sahabat bertanya: “Wahai
Rasulullah! Adakah kamu bercakap dengan orang yang telah mati? Baginda
kemudiannya menjawab: “Kamu tidak akan mendengar lebih daripada mereka,
cuma mereka tidak dapat menjawab.” Mendengarkan ini Ummul Mu’minin r.a.
berkata, “ Rasulullah tidak pernah mengucapkan perkara tersebut, sebaliknya
baginda telah mengucapkan: “Kini mereka tahu sesungguhnya apa yang aku
cakapkan adalah benar ”. Baginda s.a.w. tidak mungkin melafazkan kata-kata
sebagaimana riwayat di atas, kerana Allah Yang Maha Esa telah berkata:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat membuatkan orang yang telah mati
mendengar.” (Bukhari Jilid I, m/s 183)
Suatu contoh lagi ialah apabila hampir meninggal dunia Saidina Umar r.a. telah
mengucapkan hadis Nabi ini: “Sesungguhnya, mayat akan diazab dengan
ratapan daripada ahli keluarganya.” Mendengarkan ini, Saidatina ‘Aishah r.a.
berkata: “Semoga Allah yang Maha Kuasa mencucuri rahmat kepada Umar r.a.
Rasulullah s.a.w. tidak pernah mengucapkan hadis ini, yakni bahawa Allah
S.W.T. memberi azab terhadap orang Mu’min disebabkan oleh ratapan daripada
ahli keluarganya, sebaliknya Rasulullah s.a.w. telah mengucapkan bahawa Allah
S.W.T. akan melipatgandakan azab terhadap orang kafir lantaran ratapan oleh
ahli keluarganya. Dan al-Qur’an itu adalah mencukupi bagi kamu, dan
seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain.”
Di dalam riwayat yang lain beliau (‘Aishah) menjelaskan, “Apa yang sebenarnya
berlaku ialah seorang perempuan Yahudi telah meninggal dunia, dan ahli
keluarganya telah meratapi kematiannya. Dengan menujukan kepada mereka,
Rasulullah s.a.w. telah mengucapkan: “Mereka ini sedang meratapi kematian
beliau, sedangkan beliau diazab di dalam kuburnya.” (Bukhari, Jilid I, m/s 172,/
‘Muslim’, Jilid I, m/s 303)
Teguran yang diberikan oleh Ummul Mu’minin r.a. dalam dua peristiwa ini,
mengasaskan prinsip-prinsip fiqah dan hadis sebagaimana berikut :
1- Bila makna sesuatu hadis bercanggah dengan al-Quran, walau
betapa tinggi kedudukan sanadnya, ianya adalah tertolak. Prinsip ini
digunakan oleh fiqah mazhab Hanafi.
2 – Walau setinggi manapun kedudukan seseorang perawi, sesuatu hadis tetap
tidak akan diterima sekiranya dia meriwayatkan sesuatu yang bercanggah
dengan al-Quran. Tiada siapa akan mencapai kedudukan seumpama Saidina
Umar r.a. dan Saidina Abdullah bin Umar r.a. Apabila Ummul Mu’minin r.a.
mengutamakan ‘prinsip’ bila berdepan dengan ‘peribadi’ perawi, suatu prinsip
lain diperkenalkan iaitu, ‘ bila sahaja seorang perawi dibandingkan dengan satu
prinsip maka perawi itu akan ditolak dan prinsip itulah yang akan diterima
pakai.
3- Apabila seseorang mengatakan sesuatu yang bercanggah dengan al-Quran
atau prinsip ini, beliau dianggap telah tersalah faham atau tidak dapat
mengingati peristiwa tersebut dengan tepat ataupun mungkin beliau tidak dapat
memahami kedudukan sebenar peristiwa itu.
4-Sesungguhnya al-Quran itu adalah mencukupi untuk perkara berkenaan
Kaedah dan Rukun keimanan. Oleh itu kita tidak perlu menyokong
riwayat tersebut.
5- Sayugia diingat, siapakah Saidina Umar r.a. ini. Sedangkan peribadi agung
seperti Saidina Umar r.a. tidak boleh diterima sekiranya riwayatnya bercanggah
dengan al-Quran . Lalu , bagaimana mungkin kita bertaqlid buta kepada
seseorang yang berjuta kali lebih rendah daripada Umar r.a.. Sekiranya telah
jelas terdapat kecacatan dalam di dalam sesuatu riwayat maka riwayat tersebut
hendaklah ditolak.
Apabila Saidina Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan hadis di atas, Ummul
Mu’minin r.a. berkata: “Semoga Allah mengampuni segala dosa Abu Abdur-
Rahman. Beliau tidak berdusta. Akan tetapi mungkin beliau terlupa atau
tersilap.” (‘Muslim’, Jilid I, m/s 303)
Dari ungkapan ini, Ummul Mu’minin r.a. mengasaskan satu lagi prinsip, iaitu;
6- Walau bagaimana jujur dan terpercayanya seseorang perawi, meskipun dia
adalah seorang daripada sahabat yang adil yang sememangnya tidak pernah
berdusta, mereka mungkin melakukan kesilapan iaitu samada ia terlupa atau
kurang memahami maksud sebenar. Tiada seorang pun yang terkecuali daripada
kesilapan seperti itu.
Oleh itu tidak semestinya setiap riwayat perawi yang thiqah adalah tepat . Boleh
jadi beliau tersilap dalam merawikan atau dia tidak mendengar percakapan
dengan lengkap.
Apabila kemungkinan seperti itu berlaku di kalangan sahabat r.a., untuk
menganggap bahawa Hisham terselamat dan bebas daripada kekurangan atau
kecacatan , adalah sama seperti mencela kesucian dan kebenaran Nabi s.a.w.
dan juga suatu serangan terhadap kehormatan sahabat r.a. Ulama hadis
menamakan riwayat sedemikian sebagai riwayat ‘mungkar’ ( yang disangkal) .
Oleh kerana itu, masyhur di kalangan mereka istilah seperti mungkarat Sufyan
Uyainah, Hammad ibn Salamah dan Sharik bin Abdullah Al-Madani.
Berdasarkan alasan ini ulama hadis dan juga ahli feqah bersepakat bahawa
setiap manusia, secara semulajadi, mempunyai mempunyai sifat pelupa dan
melakukan kesilapan. Ada kemungkinan seorang sahabat r.a. melakukan
kesilapan dalam memindahkan lafaz , ataupun telah tersilap dalam memahami
maksudnya yang sebenar, atau mungkin juga beliau tidak menyaksikan
keseluruhan peristiwa yang berlaku dan membuat kesimpulan yang salah.
Ataupun mungkin telah mendengar sebahagian daripada percakapan dan
mengeluarkan pendapat berdasarkan pertimbangannya sendiri. Mungkin juga
beliau telah terkeliru bila menyaksikan hanya sebahagian daripada sesuatu
peristiwa. Apabila kita menimbangkan kemungkinan kecacatan ini dalam
riwayat sahabat kita sepatutnya perlu lebih berhati-hati sebelum menerima
riwayat dari perawi bukan sahabat. Dan sekiranya sebarang kelemahan ditemui
di dalam mana-mana riwayat, maka kita perlu lebih berhati-hati sebelum
menerima riwayat tersebut. Dengan itu setinggi manapun sanad sesuatu hadis
ianya tetap dikatakan ‘zanni’ (sangkaan kuat) dan setiap peringkat tidak terlepas
dari ‘zann’. Bezanya di dalam hadis mutawatir tahap ‘zann’ (keraguan) adalah
paling sedikit berbanding hadis ahad. Di dalam riwayat Hisham ini kita dapati
ada ‘keraguan” di setiap peringkat perawi.
Jikalau bilangan perawi lebih sedikit di dalam sesuatu sanad maka semakin
berkuranglah ‘zann’ ( keraguan) nya. Itulah sebabnya mengapa ulama hadis
akan mengelaskan sesebuah hadis yang mempunyai bilangan dan peringkat
perawi yang sedikit , sebagai ‘Alee’ (yang lebih tinggi)’, sementara sebuah hadis
yang mempunyai bilangan dan peringkat perawi yang banyak, sebagai ‘Safil’
(tahap yang lebih rendah).
Sebagai contohnya, Imam Bukhari menukilkan sebuah riwayat melalui sanad
ini:
“Al-Humaidi menceritakan bahawa Sufyan berkata kepadanya, daripada al-
Zuhri, daripada Urwah, daripada ‘Aishah…” Di dalam ‘sanad’ ini, terdapat lima
orang perawi yang menghubungkan antara Rasulullah s.a.w. dan Bukhari.
Berlainan dengan riwayat yang kedua yang telah disampaikan melalui cara ini:
“Abu ‘Asim menceritakan bahawa Ad-Duhak berkata kepadanya, daripada
Salamah bin Al-Akwa’…” Di dalam sanad ini hanya terdapat tiga orang perawi.
Tahap keraguan di dalam riwayat ini adalah kurang berbanding dengan riwayat
pertama. Riwayat kedua dikatakan ‘alee’ manakala riwayat kedua dikatakan
‘safil’. Riwayat yang kedua adalah salah satu dari ‘thulathiyyat’ Imam
Bukhari( iaitu yang mempunyai sanad yang paling sedikit (iaitu tiga orang
perawi) dalam saheh Bukhari. Di dalam Bukhari hanya terdapat 23 thulathiyyat;
riwayat yang lain adalah lebih rendah tarafnya daripada 23 riwayat ini. Dengan
menggunakan asas yang sama, bahawa riwayat-riwayat Bukhari yang
mempunyai empat peringkat perawi di dalam sanadnya , akan menjadi ‘alee’ jika
dibandingkan dengan riwayat yang mempunyai lima peringkat perawi di dalam
sanadnya.
Bila Imam Abu Hanifah r.a. dan Imam Malik r.a. menukilkan mana-mana
riwayat, kadangkala terdapat dua atau tiga orang perawi di dalam sanadnya.
Terutama dalam riwayat Imam Abu Hanifah di mana ada riwayat yang hanya
mempunyai seorang perawi iaitu sahabat r.a.. Kesemua riwayat oleh mereka ini
akan menjadi ‘alee’ daripada Bukhari. Malahan, Riwayat Bukhari yang paling
‘alee’ ( tinggi ) pun adalah ‘safil’ ( rendah) berbanding riwayat Abu Hanifah dan
Imam Malik.
Ummul Mu’minin ‘Aishah r.a. telah meletakkan satu kaedah asas fiqah dan
hadis yang penting. Peribadi agung Ummul Mu’minin r.a. telah membezakan
dengan jelasnya di antara al-Quran dan as-Sunnah, dan beliau telah
menjelaskan bahawa ‘zann’ iaitu sesuatu yang mempunyai keraguan tidak boleh
mengatasi yang ‘mutlak’ . Di dalam Islam, hanya ‘Kalam Allah’ iaitu al-Qur’an,
yang dijamin ‘tepat dan sempurna ’ sementara hadith Nabi s.a.w adalah ‘zann’
( yang mempunyai keraguan) kerana ianya diriwayatkan oleh manusia dan
‘kekurangan’ adalah sifat semulajadinya. Tidak pernah wujud manusia yang
tidak mempunyai kelemahan ini.
Kami telah membaca buku ‘Sirah ‘Aishah’ karya Syed Sulaiman Nadwi. Beliau
telah menulis secara ringkas tentang perkahwinan Aishah pada mukasurat 225
di dalam buku tersebut. Di situ, beliau juga telah menyatakan usia Aishah r.a..
adalah sembilan tahun semasa berkahwin dengan Rasulullah s.a.w.. Sudah
tentu kami amat kesal dengan kenyataan ini dan kami mengambil masa lima
puluh tahun untuk membetulkan fakta ini.
Hadis oleh Fatimah binti Qais adalah satu contoh lain, di mana beliau
menyatakan bahawa seorang wanita yang diceraikan tidak akan sekali-kali akan
mendapat rumah untuk tinggal, mahupun sebarang nafkah. Amirul Mu’minin
Saidina Umar r.a. telah menolak ‘hadis’ ini sambil memberi peringatan bahawa
kita tidak boleh mengingkari Kitab Allah hanya dengan berdasarkan kata-kata
seseorang. Kami telah menghuraikan peristiwa ini di dalam buku kami yang
terdahulu yang bertajuk ‘Usul-e-Fiqah’ dan di dalam sebuah buku baru yang
berjudul ‘Isal-e-Sawab Qur’an ki Nazer mein’. Di sini kami hanya ingin
menukilkan kata-kata yang diucapkan oleh Ummul Mu’minin r.a. berkenaan
‘hadis’ Fatimah binti Qais tersebut:
“ Tidak ada kebaikan bagi Fatimah menyebutkan hadis ini (‘Saheh Bukhari’,
Jillid I, m/s 485 / Jilid II, m/s 803).
Satu lagi riwayat pula dinyatakan begini:
“Adapun beliau tidak mendapat apa-apa kebaikan dengan menyebutkannya.”
(‘Saheh Bukhari’, Jilid II, m/s 802 / ‘Muslim’, Jilid I, m/s 485)
Qasim bin Muhammad berkata Ummul Mu’minin berkata kepada Fatimah binti
Qais , “Tidakkkah kamu takut kepada Allah?” (Saheh Bukhari, Jilid I, m/s 803).
Jika kami ingin mengumpulkan riwayat-riwayat yang disanggah oleh Umul
Mu’minin tentunya kami akan dapat menghasilkan sebuah buku. Tunggulah
buku kami “Sirah Aisha” yang akan membincangkan perkara ini dengan
terperinci.
(Nota: Allama Habibur Rahman Siddiqui Kandhalwi tidak dapat
menyempurnakan buku nya, ‘Sirah ‘Aishah’ disebabkan oleh sakitnya yang
panjang dan berterusan )
Kami memang mengakui bahawa Hisham adalah seorang perawi ‘thiqah”. Beliau
adalah salah seorang perawi dalam “Saheh Bukhari”. Beliau adalah seorang yang
boleh dipercayai, seolah-olah turun daripada langit di dalam bentuk yang suci.
Namun kami katakan bahawa Hisham yang kami hormati ini telah terlupa
angka “sepuluh” ketika daya ingatannya lemah . Dan, hakikanya apa yang
dinyatakan oleh Hisham adalah tidak benar. Ianya tidak benar kerana adalah
tidak masuk akal Ummul Mu’minin menguasai bidang kesusateraan, ilmu
salasilah, sejarah dan pidato semasa berumur sembilan tahun. Dan, jika ianya
mungkin, bantulah kami sekurang-kurangnya menguasai Bahasa Inggeris
supaya kami dapat membidas kembali tulisan-tulisan beracun seumpama ini di
dalam bahasa ini.
HUJAH KE-21 – KEINGINAN MENDAPATKAN ANAK DAN
NALURI KEIBUAN TIDAK MUNGKIN TIMBUL DARI
KANAK-KANAK BAWAH UMUR
Adalah suatu naluri semulajadi seorang wanita dewasa yang telah
berkahwin berkeinginan untuk mendapatkan anak. Ia adalah suatu perasaan
semulajadi yang mana tiada seorang pun menafikannya. Dan perasaan ini, yang
disebut sebagai ‘naluri keibuan’, tidak mungkin timbul di dalam jiwa seorang
kanak-kanak perempuan kecil , sebagaimana seorang kanak-kanak lelaki di
bawah umur tidak mempunyai keinginan untuk menjadi seorang ayah.
Adalah suatu kebiasaan di Tanah Arab, bahawa bila sahaja seseorang
menjadi ayah, beliau akan mengambil ‘kunniyah’(nama timangan) sempena
nama anaknya yang dikasihi. ‘Kunniyah’ ini seringkali diambil daripada nama
anak lelaki sulung, sebagaimana Abu Talib, namanya yang sebenar ialah Abd
Manaf dan Talib adalah anak lelakinya. Abul Qasim adalah kunniyah Rasulullah
s.a.w. sempena nama anak lelaki sulungnya yang bernama Qasim. Abul Hassan
adalah kunniyah Saidina Ali r.a., yang diambil daripada nama anak lelaki
sulungnya, Hassan r.a.
Dengan cara yang sama, apabila seseorang wanita telah mendapat anak
setelah perkahwinan, beliau akan menggunakan kunniyah berdasarkan nama
anaknya dan akan dikenali dengan nama timangan ini. Dengan berpandukan
kepada kunniyah , orang akan mengetahui bahawa beliau adalah seorang ibu
kepada anaknya. Contohnya seperti Ummu Habibah r.a., Ummu Salamah’ r.a.,
dan Ummu Sulaim r.a.
Kunniyah ini akan mengukuhkan lagi kedudukan seseorang di dalam
masyarakatnya. Apabila beliau dipanggil dengan menggunakan kunniyah , akan
timbul suatu perasaan bahawa beliau adalah seorang ayah kepada anaknya, dan
dengan menjadi seorang ayah, tanggungjawab kebapaan dipikul olehnya. Dengan
cara yang sama, apabila disebutkan seseorang wanita disebut ‘ibu kepada….’,
maka wanita ini akan dapat merasai dirinya adalah seorang ibu, dan ini akan
memuaskan naluri keibuannya.
Bahkan, setiap perempuan yang telah berkahwin akan mengimpikan
untuk mendapat anak setelah beberapa ketika berkahwin. Malah, wanita yang
tiada anak seringkali mengambil anak angkat daripada keluarga lain untuk
mememuaskan naluri keibuannya bila anak angkat memanggilnya dengan
panggilan ‘ibu’. Dan, keinginan seperti ini tidak mungkin timbul di hati seorang
kanak-kanak perempuan yang masih mentah.
Aishah r.a. tidak mempunyai anak kandung, namun pada suatu hari di
bawah tekanan naluri semulajadinya, beliau berkata, “Wahai Rasulullah!
Kesemua isterimu yang lain telah mengambil kunniyah daripada nama anak
lelaki mereka. Bagaimana saya boleh gunakan satu kunniyah?” Lalu Baginda
s.a.w. menjawab, “Ambillah kunniyah daripada nama Abdullah, anak lelakimu.”
(Abu Daud & Ibn Majah)
Abdullah adalah merujuk kepada Abdullah bin Zubair (anak saudara
lelakinya). Jadi kunniyah bagi Ummul Mu’minin r.a. adalah Ummu Abdullah
(r.a.). (Sunan Abu Daud m/s 679 & Ibn Majah (terjemahan Jilid II, m/s 416
dan Tabaqat, Jilid VIII, merujuk kepada “Perbincangan mengenai ‘Aishah.”)
Syed Sulaiman Nadwi menulis: Abdullah bermaksud Abdullah bin Zubair
iaitu anak saudara Aishah r.a. dan anak lelaki kakaknya Asma’ r.a.. Beliau
adalah anak lelaki Islam yang pertama selepas Hijrah. Aishah r.a. mengambilnya
sebagai anak angkatnya dan menyayangi beliau dengan sepenuh hati. Abdullah
r.a. juga mengasihi Aishah r.a. melebihi ibu kandungnya sendiri. Selain
Abdullah, Aishah r.a. telah membesarkan ramai lagi kanak-kanak lain (Muwatta’
Kitab-uz-Zakat).
Masruq bin Al-Ajda’ , Umarah binti ‘Aishah, ‘Aishah binti Talhah, ‘Amarah
binti Abdur-Rahman (Ansariyah), Asma’ binti Abdur-Rahman bin Abu Bakar,
Urwah bin Az-Zubair, Qasim bin Muhammad dan saudara lelakinya, dan
Abdullah bin Yazid adalah mereka yang telah dibesarkan oleh Saidatina ‘Aishah
r.a. Beliau (‘Aishah) juga telah membesarkan anak-anak perempuan Muhammad
bin Abu Bakar dan mengaturkan perkahwinan mereka. (Sirah Aishah, m/s 182)
Saidatina ‘Aishah r.a. telah mengambil anak saudaranya menjadi anak
angkatnya. Dengan sebab ini, Saidatina Asma’ r.a. tidak mengambil kunniyah
berdasarkan nama anak lelakinya itu . Dan juga, oleh kerana Ummul Mu’minin
r.a. telah biasa memanggil Abdullah sebagai anaknya semenjak awal, maka
Rasulullah s.a.w. mencadangkan kepadanya untuk mengambil kunniyah
berdasarkan nama anak saudaranya itu. Dengan cara ini, naluri keibuannya,
yang menjadi impian setiap wanita muda, akan dapat dipenuhi. Hal ini sendiri
adalah satu hujah bahawa beliau telah dewasa pada ketika itu, dan Abdullah,
sekiranya menurut riwayat Hisham, hanyalah lapan tahun lebih muda
daripadanya. Dalam keadaan ini, Abdullah lebih sesuai dipanggil sebagai ‘adik’,
tetapi tidak mungkin dipanggil sebagai ‘anak’. Peristiwa ini membuktikan
bahawa Aishah r.a. adalah seorang wanita yang matang semasa
perkahwinannya. Dan, beliau , sebagaimana wanita lain mempunyai naluri
semulajadi untuk mempunyai anak. Itu adalah sebabnya mengapa beliau
menganggap anak saudaranya sebagai anaknya, dan selaku seorang wanita yang
tiada anak, beliau membesarkan ramai kanak-kanak perempuan untuk
memenuhi naluri perasaan kasih dan keibuannya.
HUJAH KE-22- AISHAH R.A . SEBAGAI IBU ANGKAT
KEPADA BASHAR R.A . YANG BERUMUR TUJUH TAHUN
SELEPAS PERANG UHUD
Terdapat satu riwayat daripada Bashar bin ‘Aqrabah bahawa ayahnya
telah mati syahid di dalam Peperangan Uhud, dan beliau sedang menangis
apabila secara tiba-tiba Rasulullah s.a.w. datang kepadanya dan berkata:
“Adakah kamu tidak suka jika saya menjadi ayah kamu dan ‘Aishah sebagai
ibumu?”
Adakah ungkapan “…..Aishah sebagai ibumu.” sesuai diucapkan untuk
seorang kanak-kanak perempuan berumur sepuluh tahun?
Bukankah ianya sesuatu yang mustahil untuk perkataan-perkataan ini
diungkapkan oleh Rasulullah s.a.w, melainkan Ummul Mu’minin ‘Aishah pada
ketika itu bukan kanak-kanak di bawah umur.
Bashar adalah seorang kanak-kanak yang berusia 6 atau 7 tahun. Dalam
erti kata lain, seorang kanak-kanak perempuan yang berusia sepuluh tahun
menjadi ibu angkat kepada seorang kanak-kanak lelaki berusia tujuh tahun!! Ia
akan menjadi gurauan yang tidak masuk akal!.
Pada pandangan kami, umur Ummul Mu’minin r.a., sekurang-kurangnya
adalah dua puluh satu tahun semasa berlakunya Perang Uhud.
HUJAH KE-23- WUJUDKAH PERKAHWINAN GADIS
BAWAH UMUR DI TANAH ARAB DAN DALAM
MASYARAKAT BERTAMADUN?
Satu lagi persoalan timbul iaitu adakah perkahwinan gadis bawah umur
menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat Arab, khususnya di zaman
Rasulullah s.a.w.
Apabila kami meneliti sejarah Arab, kami tidak menemui sebarang contoh
seumpama ini sebelum dan selepas kedatangan Islam. Bahkan, di zaman
Rasulullah s.a.w., semua gadis berkahwin setelah mencapai usia dewasa.
Malah, seorang ibu yang terhormat tidak sekali-kali akan bersetuju untuk
mengahwinkan anak gadisnya yang baru baligh, kerana gadis itu masih lagi
mentah untuk memahami tanggungjawab dalam perkahwinan. Contohnya,
mungkin dia gagal menjalankan tanggungjawab bagaimana untuk
membesarkan dan menjaga anaknya dengan baik. Dalam masyarakat yang
bertamadun seoran gadis akan berkahwin bila cukup matang. Tahap
kematangan biasanya dicapai bila seorang gadis berusia lapan belas tahun ke
atas, sebagaimana kata-kata Imam Abu Hanifah bahawa umur baligh ialah
lapan belas tahun. Dan, kami berpendapat gadis yang baligh ( secara fizikal)
pada usia 13-14 tahun, tidak akan matang di segi pemikiran sehingga berumur
18 tahun . Dalam erti kata lain, sifat keanak-anakannya tidak akan hilang
semasa tempoh remaja .
Ini adalah sebabnya mengapa Rasulullah s.a.w. mengaturkan perkahwinan
anak-anak gadisnya hanya setelah mereka mencapai usia matang. Oleh sebab
peristiwa sebelum hijrah tidak direkodkan dengan lenngkap di dalam sejarah,
maka kami tidak dapat pastikan berkenaan usia anak perempuan baginda yang
telah berkahwin di Mekah. Akan tetapi, baginda s.a.w. telah mengaturkan
perkahwinan dua orang anak gadisnya selepas Hijrah , dan kedua-duanya telah
berkahwin di usia yang cukup matang.
PERKAHWINAN SAIDATINA FATIMAH R.A.
Upacara perkahwinan Saidaitina Fatimah r.a., menurut sebilangan ahli sejarah,
telah berlangsung pada bulan Syawal tahun kedua Hijrah; dan menurut
beberapa penulis yang lainnya ia berlangsung di bulan Muharam tahun ketiga
Hijrah. Berapakah usianya yang sebenar pada waktu itu? Ulama hadis dan juga
ahli sejarah bersetuju bahawa Saidatina Fatimah r.a. telah dilahirkan pada masa
orang-orang kafir membina semula bangunan Ka’abah. Pada waktu itu umur
Rasulullah s.a.w. adalah 35 tahun, dalam erti kata lain, Fatimah dilahirkan lima
tahun sebelum Kerasulan. Dengan ini, pada masa berlangsungnya Hijrah ke
Madinah, usia Saidatina Fatimah adalah lapan belas tahun dan pada waktu
perkahwinannya, Fatimah berusia 21 tahun.
Hafiz Ibn Hajar menulis bahawa Saidatina Fatimah r.a. adalah lima tahun lebih
tua daripada Saidatina ‘Aishah r.a.(Al-Asabah, Jilid IV, m/s 377)
Namun, di waktu yang lain, beliau menyokong kuat pendapat bahawa majlis
perkahwinan Ummul Mu’minin r.a. berlangsung semasa berusia sembilan tahun.
Sekarang, jika kita mempertimbangkan fakta bahawa ‘Aishah r.a. adalah lima
tahun lebih muda daripada Fatimah r.a., dan Fatimah telah dilahirkan lima
tahun sebelum Kerasulan, ini bermakna bahawa Ummul Mu’minin dilahirkan
pada tahun baginda s.a.w. diangkat menjadi rasul. Dengan itu , usia Ummul
Mu’minin r.a. menjadi lima belas tahun pada masa beliau mula hidup bersama
Rasulullah s.a.w. Bagaimanakah ia boleh menjadi sembilan tahun?
Puak Shiah pula mendakwa bahawa Fatimah r.a. telah dilahirkan lima tahun
selepas Kerasulan, dan oleh itu usianya semasa perkahwinan adalah 8 atau 9
tahun. Bahkan, berdasarkan alasan ini, pendapat fiqah mereka ialah: kanakkanak
perempuan mencapai sembilan tahun hendaklah dikahwinkan. Pada
pandangan kami, puak Shiah sengaja mengadakan cerita tentang umur Ummul
Mu’minin r.a. dalam usaha untuk menyembunyikan cerita yang direka oleh
mereka sendiri. Dan, ahli Sunnah tanpa berfikir panjang, turut menyebarkan
pemikiran mereka ini dengan menyebarkan riwayat seperti ini. Kesannya,
apabila ahli Sunnah menerima riwayat yang Ummul Mu’minin berkahwin
semasa berusia sembilan tahun orang Shiah akan mengejek sambil berkata :
Tuan! Bagaimana seorang kanak-kanak perempuan yang hanya menghabiskan
masanya dengan bermain anak patung, dapat memahami agama ini ?
PERKAHWINAN SAIDATINA UMMU KALTHUM R.A.
Selepas kematian Ruqayyah r.a., Ummu Kalthum r.a. telah berkahwin dengan
Saidina Uthman ibn Affan r.a. di bulan Rabi’ul Awal tahun ketiga Hijrah.
Sekiranya Ummu Kalthum adalah lebih muda daripada Fatimah r.a., maka
umurnya sembilan belas tahun dan jika Ummu Kalthum lebih tua, sebagimana
yang dikatakan oleh ahli sejarah secara umumnya, maka usianya (Ummu
Kalthum) tidak akan kurang daripada 23 tahun, dan beliau adalah seorang
perawan di usia itu.
Alangkah ajaibnya ! Rasulullah s.a.w. mengatur perkahwinan anak
perempuannya pada masa mereka berumur melebihi 20 tahun, sebagaimana
perkahwinan gadis di zaman moden. Namun apabila baginda s.a.w. sendiri
berkahwin, beliau memilih seorang kanak-kanak perempuan yang berusia
sembilan tahun . Apakah perasaan anak perempuan baginda s.a.w. untuk
memanggil Aishah r.a. sebagai ibu?
PERKAHWINAN SAIDATINA ASMA’ R.A.
Asma’ r.a. ialah kakak ‘Aishah r.a., yang usianya sepuluh tahun lebih tua
daripadanya (‘Aishah r.a.). Beliau telah berkahwin dengan Zubair r.a. beberapa
bulan sebelum peristiwa Hijrah ke Madinah. Beliau sedang mengandung pada
waktu berlakunya Hijrah. Pada masa itu beliau berusia 27 tahun dan semasa
perkahwinannya, beliau berusia 25 tahun. Ini bermakna bahawa Saidina Abu
Bakar r.a. memelihara anak perempuan sulungnya (Asma’ r.a.) selama 26 tahun,
dan anak perempuannya yang terkemudian (‘Aishah r.a.) adalah sangat
membebankannya sehinggakan beliau (Abu Bakar r.a.) menguruskan
perkahwinannya meskipun baru berusia sembilan tahun!
Kami perhatikan di zaman moden ini, rata-rata pengantin perempuan berumur
lebih 18 tahun. Oleh itu, mengapakah kisah ini hanya dikhususkan kepada
Ummul Mu’minin r.a.? Apakah muslihat yang ada di sebaliknya?
Alangkah baiknya sekiranya ada sesiapa yang mampu untuk mendedahkannya!
Kami yakin segala kekalutan ini berpunca dari sikap permusuhan puak Syiah
terhadap Ummu Mu’minin Saidatina Aishah r.a.
HUJAH KE-24 – KESEPAKATAN (IJMAK ) UMAT DALAM
MENOLAK AMALAN KAHWIN BAWAH UMUR
Riwayat Hisham yang keliru ini sentiasa bercanggah dengan amalan umat
Islam. Sehingga hari ini, tiada siapapun yang beramal menurut riwayat ini ,
malah tiada seorang pun yang menawarkan anak perempuan yang berusia
sembilan tahun untuk tujuan ini; dan, tiada seorang pun kanak-kanak di usia
mentah begitu yang telah diterima untuk dijadikan sebagai isteri.
Kesimpulannya, riwayat ini hanya berlegar di atas lidah manusia. Dalam erti
kata lain, riwayat ini tidak diterimapakai oleh sesiapa pun dari segi amalan.
Tetapi, kita bukanlah dari jenis orang yang suka membantah. Oleh itu kita
mempercayai riwayat ini secara lisannya, tetapi kita ( dan juga masyarakat
Islam seluruh dunia) enggan mengamalkannya.
Wallahua’lam.
March 24, 2011 at 9:26 am
Benar sekali, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak pernah membenarkan pendapat Syekh Puji yang menganggap perkawinannya dengan anak-anak sesuai dengan syariat Islam, MUI tidak memiliki fatwa bahwa muslim boleh menikahi wanita yang belum menginjak remaja (anak-anak).
March 24, 2011 at 2:12 pm
wkwkkkwwkkwkkwwkkw
inilah muslim2 yg merasa malu mempunyai nabi seorang phedofil.Saking malunya orang orang ini menolak otoritas puluhan hadist soheh dan sejarah,yg sangat jelas mengatakan secara langsung usia aisyah.
muslim2 jaman dulu tidak malu tuh atas kelakuan phedofilia,beberapa bahkan bangga.sebagiaan muslim sekarang juga merasa bangga dan menirunya.
ada puluhan hadist soheh,yg mengatakan usia aisyah menikah pada 6/7 tahun,dan berhubungan sex dengan nabi pada usia 9 tahun.
mengapa kalian muslim kafir terhadap hadist,salahsatu sumber hukum islam,MASYA ALLAHHH
March 24, 2011 at 2:14 pm
Sahih Muslim 3310:
‘A’isha mengatakan: rasulullah (saw) menikahi saya ketika saya berusia ENAM TAHUN dan saya masuk rumahnya ketika saya SEMBILAN TAHUN
(Doa Aisha; Ya Tuhan, mengapa kau biarkan ayahku menyerahkan diriku pada kakek berumur 53 tahun.. )
Sahih Bukhari 5: 58.
Diriwayatkan ayah Hisham: Khadijah wafat 3 tahun sebelum nabi berangkat ke Medinah. Ia tinggal disana selama 2 tahun dan ia menikahi ‘Aisha ketika ia gadis ENAM TAHUN dan ia menyetubuhinya ketika ia SEMBILAN TAHUN.
Sahih Muslim 3327:
‘A’isha melaporkan bahwa Rasul Allah menikahinya ketika ia berusia tujuh tahun, dan ia (Muhammad) membawanya ke rumahnya sebagai pengantin ketika ia berusia sembilan tahun, dan boneka2nya dibawanya, dan ketika ia (Muhammad) mati, ia (A’isha) berusia delapanbelas tahun.
Sahih Bukhari 62: 64
Diriwayahkan ‘Aisha: bahwa nabi menikahi saya ketika saya berumur ENAM TAHUN dan berhubungan suami istri saat saya SEMBILAN TAHUN, dan kemudian saya tinggal bersama nabi selama sembilan tahun (yaitu sampai kematiannya)-.
Sahih Bukhari 62: 88
Diriwayahkan ‘Ursa: Nabi menulis kontrak perkawinan dengan ‘Aisha saat ia ENAM TAHUN dan melangsungkan perkawinan dengannya saat ia SEMBILAN TAHUN dan ia tinggal dengan nabi selama 9 tahun …
Sunan Abu-Dawud Book 41, Number 4915
Diriwayahkan Aisha: Rasulullah menikahi saya saat saya tujuh atau enam. Ketika ia tiba ke Medinah, beberapa wanita mendatangi. Menurut versi Bishr: Umm Ruman datang kepada saya saat saya bermain di ayunan. Mereka membawa saya, mempersiapkan dan mendandani saya. Saya lalu dibawa ke Rasulullah (saw) dan ia tinggal bersama saya ketika saya SEMBILAN TAHUN ….
March 24, 2011 at 2:15 pm
Sahih Bukhari 73: 151
Dinyatakan ‘Aisha: Aku biasa bermain dengan boneka2 di depan sang Nabi, dan kawan2 perempuanku juga biasa bermain bersamaku. Kalau Rasul Allah biasanya masuk ke dalam (tempat tinggalku) mereka lalu bersembunyi, tapi sang Nabi lalu memanggil mereka untuk bergabung dan bermain bersamaku. (Bermain dengan boneka2 atau bentuk2 yang serupa itu dilarang, tapi dalam kasus ini diizinkan sebab Aisha saat itu masih anak kecil, belum mencapai usia pubertas)
Sunan Abu Dawud. Book 36. no. 4914.
Diceriterakan oleh Aisha: Ketika Rasul Allah tiba setelah ekspedisi ke Tabuk atau Khaybar ( pembawa cerita ragu-ragu), ia mengangkat suatu yang tabir tergantung di depan kamarnya, lalu bertanya mengenai beberapa boneka kepunyaanku. Ia tanya: Apa ini? Aku menjawab: Boneka ku. Diantara boneka itu ia lihat seekor kuda dengan sayap-sayap dibuat dari kain lap, dan ia bertanya: Apa itu yang ada dintaranya? Aku menjawab: Seekor kuda. Ia bertanya: Apa ini yang menempel padanya? Aku menjawab: Dua sayap. Ia bertanya: Seekor kuda dengan dua sayap? Aku menjawab: Tidak pernahkah kamu mendengar bahwa Sulaiman mempunyai kuda dengan sayap-sayap? Setelah itu Rasul Allah tertawa dengan keras hingga aku bisa lihat gigi geraham nya.
March 24, 2011 at 2:17 pm
Benar dalam hukum islam tidak ada batasan dalam usia pernikahan.
http://www.memritv.org/Search.asp?ACT=S9&P1=978
http://islam.tc/ask-imam/view.php?q=6737
Mufti Ebrahim Desail, seorang cendikiawan islam mengatakan bahwa menurut ajaran syariah Islam tidak ada batasan umur dalam mengawini seorang gadis termasuk gadis2 yang belum akil balig.
Apakah ada dari Quran, atau Hadist, yang menjadi dasar pernyataan Mufti tersebut ?
Coba kita simak:
Quran 65:4
Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara perempuanperempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
Penjelasan (Tafsir) dari ayat Quran di atas adalah sebagai berikut:
http://www.tafsir.com/default.asp?sid=65&tid=54196
Dalam tafsir ayat 65:4 bahwa masa tunggu (iddah) bagi wanita yang sudah menopause (tidak haid lagi) adalah 3 bulan. Demikian juga masa tunggu (iddah) bagi gadis mudah yang belum mencapai umur haid (belum akil balig) juga 3 bulan.
March 24, 2011 at 2:30 pm
Coba anda lihat pedofili itu artinya apa sih? Terus tunjukan hadits yang menyatakan bahwa Muhammad SAW berhubungan badan dengan Asiyah bukan saat Aisyah remaja …
March 24, 2011 at 2:34 pm
Pedofili itu cirinya bukan menikahi anak-anak, tetapi menyetubuhi anak-anak. Coba tunjukan, apa benar Rasulullah SAW berhubungan suami istri dengan Asiyah pada saat Asiyah masih anak-anak dan bukan setelah haidh (remaja)?
March 24, 2011 at 2:39 pm
When the Battle of Badr and Uhud occurred Ayesha was 10 to 11 years old. She did not go to be a warrior, like the boys. She went to keep Muhammad warm during the nights. Boys who were less than 15 were sent back, but this did not apply to her.
Ali Sina
Women and young children went to the battlefields to perform other functions.
The women and young children went on the battlefield after the battle and gave water to the wounded Muslims and finished off the enemy wounded. al-Tabari vol.12 p.127,146. During the days of the battle, the women and children were there to dig graves for the dead. al-Tabari vol.12 p.107.
Muslimhope
Therefore, it is clear that the fifteen-year age threshold applied only to boys, and Amjad’s line of argument is clearly false.
Shaykh Haddad also showed that Amjad had used false or incomplete information.
First, the prohibition applied to combatants. It applied neither to non-combatant boys nor to non-combatant girls and women. Second, `A’isha did not participate in Badr at all but bade farewell to the combatants as they were leaving Madina, as narrated by Muslim in his Sahih. On the day of Uhud (year 3), Anas, at the time only twelve or thirteen years old, reports seeing an eleven-year old `A’isha and his mother Umm Sulaym having tied up their dresses and carrying water skins back and forth to the combatants, as narrated by al-Bukhari and Muslim.
Gibril Haddad
So, Aisha did not participate in Badr at all, despite Amjad’s assertion. It is also illuminating to know that Amjad had partially quoted the Uhud hadiths to falsely convey the impression that Aisha participated at Uhud when the hadiths are clear in that she was merely carrying water skins to the combatants. The last part of the hadith was omitted, either deliberately or inadvertently, an act some people may consider disingenuous.
Narrated Anas: On the day (of the battle) of Uhad when (some) people retreated and left the Prophet, I saw ‘Aisha bint Abu Bakr and Um Sulaim, with their robes tucked up so that the bangles around their ankles were visible hurrying with their water skins (in another narration it is said, “carrying the water skins on their backs”). Then they would pour the water in the mouths of the people, and return to fill the water skins again and came back again to pour water in the mouths of the people.
March 24, 2011 at 2:31 pm
@ilham.
anda rupanya malu mengakui bahwa nabi anda phedofilia,sehingga anda lebih memelih tidak mempercayai hadist2 soheh bukhari muslim,salah satu sumber hukum islam yg penting,masya alllah,bertobatlah anda…
Apa yg anda katakan barang yg sudah basi,sudah dibantah di wiki islam panjang lebar:
=====
Most of these narratives are reported only by Hisham ibn `urwah reporting on the authority of his father. An event as well known as the one being reported, should logically have been reported by more people than just one, two or three.=====
This is a classic Straw man. There is no requirement in Islam for multiple narrations. Even a single sahih hadith is sufficient to establish Islamic laws and practices.
Teacher of Fiqh at Sunnipath.com and Livingislam.org, Dr. Shaykh Gibril Fouad Haddad, who was listed amongst the inaugural “500 most influential Muslims in the world,”[3] also debunks the claim that most of these narratives are reported only by Hisham ibn Urwah.
Try more than eleven authorities among the Tabi`in that reported it directly from `A’isha, not counting the other major Companions that reported the same, nor other major Successors that reported it from other than `A’isha.
=======
It is quite strange that no one from Medinah, where Hisham ibn `urwah lived the first seventy one years of his life has narrated the event [from him], even though in Medinah his pupils included people as well known as Malik ibn Anas. All the narratives of this event have been reported by narrators from Iraq, where Hisham is reported to have had shifted after living in Medinah for seventy one years.======
Another Straw man. There is no requirement for a hadith to be narrated in Medina for it to be considered sahih. Also, many events in the Prophet’s life were narrated by single narratives as well. Does that make them invalid? No. To demand multiple, independent narrations from Medinans is just setting up a standard that does not exist – i.e. a straw man.
Shaykh Haddad also refutes this argument by listing the people from Medina who reported this event.
Al-Zuhri also reports it from `Urwa, from `A’isha; so does `Abd Allah ibn Dhakwan, both major Madanis. So is the Tabi`i Yahya al-Lakhmi who reports it from her in the Musnad and in Ibn Sa`d’s Tabaqat. So is Abu Ishaq Sa`d ibn Ibrahim who reports it from Imam al-Qasim ibn Muhammad, one of the Seven Imams of Madina, from `A’isha. All the narratives of this event have been reported. In addition to the above four Madinese Tabi`in narrators, Sufyan ibn `Uyayna from Khurasan and `Abd Allah ibn Muhammad ibn Yahya from Tabarayya in Palestine both report it.
March 24, 2011 at 2:36 pm
WikiIslam is a community edited website where Muslims and non-Muslims are able to share their knowledge of Islam in separate articles
Artinya, yang nulis di sana bisa muslim atau non muslim, yang niatnya lurus atau niatnya bicara bohong 😀
Jangan pake wiki donk, soalnya wiki ditolak oleh komunitas ilmiah terkait validitas tulisannya.
March 24, 2011 at 3:53 pm
@berakhlaq
Saya dan semua umat Islam wajib menerima sesuatu hadis itu jika hadis itu tidak bermasalah.Tetapi ternyata hadis-hadis tentang perkawinan Aisyah diusia dini mempunyai banyak masalah dan kejanggalan.Orang Islam tidak berdosa jika tidak menerima hadis yang seperti ini.Walaupun hadis adalah perkataan nabi Muhammad tetapi ianya diriwayatkan oleh manusia biasa yang tidak terlepas dari salah dan silap.Menjadi tanggungjawab kitalah utk mengkritis setiap hadis yang datang dan setelah ujian dibuat kita boleh samada menerima atau menolak sesuatu hadis tersebut.Inilah amalan umat Islam sejak dari zaman awal sehingga salah satu sebab timbulnya mazhab dalam Islam ialah karena sesuatu hadis yang dianggap kuat oleh sebagian ulama dianggap lemah oleh sebagian yang lain.Tidak menjadi masalah dalam hal itu selagi dilakukan berdasarkan penelitian ilmiah dan hujah yang kuat.Makanya dalam lingkungan ahli sunnah 4 mazhab meski berbeda dalam banyak hal namun tiap-tiap mazhab tidak saling menyalahkan.Keempat-empat mazhab tersebut adalah sama-sama kuat karena masing-masing punya alasan yang tersendiri di dalam membuat pendalilan.Jika sekiranya ternyata pendalilan yang dibuat itu tersalah atau tersilap mereka tidak berdosa karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjanjikan:
إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
Apabila seorang hakim itu menghukum lalu dia berijtihad kemudian menepati kebenaran maka baginya dua pahala. Sementara apabila dia menghukum lalu dia berijtihad kemudian silap maka baginya satu pahala.
Sahih: Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya, hadis no: 7352 (Kitab al-I’tishom bi al-Kitab wa al-Sunnah, Bab pahala hakim apabila dia berijtihad lalu betul atau silap).
March 24, 2011 at 4:27 pm
bukannya malu tapi memang bukan pedofilia. apa ente tahu definisi dari pedofilia?kenapa cuma aisyah?
March 24, 2011 at 2:45 pm
kesaksiaan tabbari:
‘Aisha was 6 (or 7) years old when she was married, and the marriage was consummated when she was nine years old.’ Muhammad b. ‘Amr is one of the transmitters.
al-Tabari vol.9 p.129-131
‘My mother came to me while I was being swung on a swing between two branches and got me down. My nurse took over and wiped my face with some water and started leading me. When I was at the door she stopped so I could catch my breath. I was brought in while Muhammad was sitting on a bed in our house. My mother made me sit on his lap. The other men and women got up and left. The Prophet consummated his marriage with me in my house when I was nine years old.’
al-Tabari vol.9 p. 131
‘Aisha was 6-7 when married, and came the marriage was consummated when she was 9-10, three months after coming to (sic – from) Mecca.’
al-Tabari vol.7 p.7. The chain of transmission includes an unnamed man from the Quraysh
‘The Prophet married Aishah in Shawwal in the tenth year after the [beginning of his] prophethood, three years before Emigration. He consummated the marriage in Shawwal, eight months after Emigration. On the day he consummated the marriage with her she was nine years old.’
al-Tabari vol. 39, pp. 171-173
baca saja selengkapnya,bantahan terhadap apologia muslim tentang usia aisyah di:
http://wikiislam.net/wiki/Refutation_to_Muslim_Apologetics_against_Aisha%27s_Age_of_Consummation
March 24, 2011 at 3:03 pm
Only pre-pubescent girls were allowed to play with dolls
This is what the great hadith scholar, Shaykh al-Islam Imam Al-Hafiz Ibn Hajar Al-‘Asqalani, Commander of the Faithful in Hadith, Qadi of Egypt, had to say in regards to doll-playing and little girls:
[edit] Sahih Bukhari
Narrated ‘Aisha: I used to play with the dolls in the presence of the Prophet, and my girl friends also used to play with me. When Allah’s Apostle used to enter they used to hide themselves, but the Prophet would call them to join and play with me. (The playing with the dolls and similar images is forbidden, but it was allowed for ‘Aisha at that time, as she was a little girl, not yet reached the age of puberty.) (Fateh-al-Bari page 143, Vol.13)
March 24, 2011 at 3:18 pm
@ berakhlaq
Inilah dirimu yang sebenar yang kamu sendiri tidak melihatnya,namun orang lain tetap akan melihat dengan sorotan kesal tidak terungkap.Udah ditunjukkan hujjah dan dalil-dalil yang komplit tetapi kamu tetap ngotot dengan mengulang-ulang dalil yg gak jelas.Ini ialah karena kamu tidak bercakap dari hatimu yang rasional tapi dari lubuk kebbencian dan dengki yang mendalam terhadap agama Islam satu-satunya agama yang mengesakan Allah yang masih wujud saat ini.Jelas kamu begitu bernafsu utk menghancurkan Islam walaupun kamu tau kamu tidak punya apa-apa hujah yang kuat dan meyakinkan.Simpanlah kebodohanmu itu untuk dirimu sendiri sampai kamu menemui Allah di alam barzakh sana.Namun kamu tidak berhak memaksakan kebodohanmu utk orang-orang lain.Benar firman Allah.Dia memberikan hidayah kepada sesiapa yang dikehendakki dan Dia menghalang hidayah itu dari sesiapa yang dikehendakki.
March 24, 2011 at 3:58 pm
@berakhlaq
Dari awal sampai akhir anda cuma menyampaikan hadits usia Aisyah saat dinikahi Muhammad SAW, tapi tidak menunjukan dalam usia berapa tahun Aisyah dikawini Muhammad SAW. Padahal yang mencirikan seseorang pedofil itu adalah mengawini bukan menikahi. Anda menikahi anak2 lalu didiamkan hingga usia remaja baru anda kawini apa disebut pedofil?
March 24, 2011 at 4:37 pm
Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisyanm ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.
BUKTI #1: PENGUJIAN THD SUMBER Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya,Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua. Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ” Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50). Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50). Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN: berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindha ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel. KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam: pra-610 M: Jahiliya (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu 610 M: turun wahyu pertama AbuBakr menerima Islam 613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat 615 M: Hijrah ke Abyssinia. 616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam. 620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah 622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina 623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
BUKTI #2: MEMINANG Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun. Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979). Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M). Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978). Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’ Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992). Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933). Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933) Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow). Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisuh usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga. Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun. Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..? kesimpulan: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].” Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr. Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.” Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan) Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr). Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karean itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi. Kesimpulan: riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
BUKTI #7: Terminologi bahasa Arab Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah. Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yangmasih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut). Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karean itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.
BUKTI #8. Text Qur’an Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun? Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat , yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid doaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri. Ayat tsb mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6) Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan. Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka. Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karean itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa AbuBakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun. Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,” berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya? AbuBakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karean itu menentang hukum-hukum Quran. Kesimpulan: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan. Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan. Adalah tidak terbayangkan bahwa AbuBakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras ttg persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun. Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah. kesimpulan: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karean itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
SUMMARY: Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernha keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat. Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karean adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam. Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
March 24, 2011 at 4:02 pm
@berakhlak
Sebelum wujudnya kitab-kitab hadis yang enam ,hadis juga telah direkodkan sejak dari zaman sahabat dan tabiin lagi seperti yang dapat disaksikan daripada catatan Abdullah bin Amru bin Al As seorang sahabat yang wafat pada tahun 65 hijrah yang mana catatannya berjudul Al Sahifa Al Sadiqah.Di dalamnya beliau menghimpunkan sebanyak 1000 hadis seperti yang dikatakan oleh Ibnu Al Athir.Begitu juga Sahifah Jabir bin Abdullah yang ditulis oleh Jabir seorang sahabat yang wafat pada tahun 78 hijrah.Kemudian muncul pula Sahifah Sahihah yang ditulis oleh Hammam bin Munabbih seorang tabiin(wafat 131 h).Kesimpulannya Imam Bukhari bukanlah orang yang mula-mula mengumpulkan hadis.
Sumbangan” para orientalis Barat yang lebih banyak menimbulkan keraguan terhadap autoriti hadis ini telah diambil sebagai asas ilmiah untuk mereka membebaskan diri dari hadis yang dirasakan mengongkong kebebasan akal dan nafsu mereka dalam membuat tafsiran bebas tentang agama, manakala para ulama dan perawi hadis pula dijadikan sasaran serangan mereka seterusnya.
Antara para orientaslis Barat yang mempelopori gerakan meragui autoriti hadis, yang menjadi rujukan utama dan guru mereka ini ialah Ignaz Goldziher dan ramai lagi seperti Aloyer Sprenger dan James Robinson Sprenger dan Muir misalnya, mendakwa bahawa hadis hanya mula dikumpulkan oleh Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazmi (meninggal 117H) atas arahan Khalifah Umar b. Abdul Aziz.
Begitu juga dengan Goldziher dan Schact yang bersependapat bahawa hadis, khususnya yang berkaitan dengan hukum-hakam, hanya mula dikumpul dan dilakukan pada pertengahan kurun kedua selepas hijrah seperti oleh Imam Abu Hanifah (meninggal 150H), Abdul Malik bin Juraij (meninggal 150H) Imam Malik (meninggal 179H), Imam Shafei (meninggal 240H) dan lain-lain.
Memandangkan hadis mengikut pengajian mereka hanya mula dikumpul dan dibukukan selepas lebih 150 tahun hijrah, besar kemungkinan berlakunya tokok-tambah dan pemalsuan hadis. Mereka juga khususnya Goldziher, menolak pendapat majoriti ulama hadis yang mengatakan pengumpulan hadis sudah bermula sejak dari zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Siddiq r.a lagi setelah menerima pandangan yang diberikan oleh Sayidina Umar r.a. agar pengumpulan hadis dibuat. Mereka berhujah bahawa memang benar Sayidina Umar pernah mengutus surat kepada Sayidina Abu Bakar mencadangkan sedemikian, tetapi bukti Sayidina Abu Bakar menerima cadangan Umar itu tidak dapat dikesan di dalam sejarah Islam.
Hujah para orientalis itu sebenarnya telah lama dijawab oleh para ulama dan sarjana Islam, dan jika mereka (golongan yang meragui hadis itu) benar-benar berminat dan ikhlas mengkaji Islam, mereka juga sepatutnya turut merujuk kepada jawapan balas para ulama dan sarjana Islam yang telah mengemukakan bukti yang jelas menangkis tuduhan tersebut. Fuad Sezgin di dalam bukunya Tarikh al-Turath al-‘Arabi dan Muhammad Mustafa Azmi di dalam Studies In Early Hadis Literature misalnya, telah satu persatu mematahkan hujah Sprenger, Muir, Goldziher dan Schacht.
Mengenai dakwaan para orientalis bahawa hadis mula dikumpulkan setelah lebih 150 tahun selepas hijrah, Mustafa Azmi menjawab dengan mendakwa bahawa para orientalis itu sebenarnya gagal memahami maksud sebenar bahasa Arab terhadap perkataan seperti Tadwin, Tasnif, Risalah, Sahifah dan juga Nuskhah. Pengumpulan hadis sebenarnya telah wujud sejak kurun pertama hijrah lagi, cuma ia di dalam bentuk Sahifah dan Nuskhah yang bertaburan dan tidak tersusun secara kemas dan sistematik seperti Sahifah Hammam Ibn. Munabbih, Sahifah al-Sadiqah, Nuskhah Salim bin Abdillah al-Khayyat dan seterusnya.
Bertitik tolak dari sahifah dan nuskhah inilah para ulama hadis seawal kurun pertama lagi seperti Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij (80-1150h), Muhammad bin Ishaq (80-151H), Ma’mar bin Rashid (96-153H), Said bin Abi Aruba (80-155H), Muhammad bin Abdul Rahman Ibni abi. Dh’ib) (80-158H), Abdul Rahman bin Amr al-Auzai (88-158H), Sufyah bin Said al-Thauri (96-161H) dan ramai lagi, mula menyusun dan mengkelaskan hadis-hadis yang sememangnya sedia terkumpul dalam bentuk sahifah dan naskhah itu tadi, kepada bentuk buku yang lebih kemas, sistematik dan tersusun.
Kita tegaskan sekali lagi bahawa pengumpulan hadis memang telah bermula sejak dari zaman pemerintahan Sayidina Abu Bakar lagi ( di dalam bentuk sahifah dan nuskhah seperti mana yang kita jelaskan sebelum ini), dan bukannya hanya baru bermula di zaman Khalifah Umar Abdul Aziz seperti mana yang didakwa oleh para orientalis, atau di zaman Imam hadis yang enam.
Berhubung dengan kegagalan mengesan jawapan bertulis Sayidina Abu Bakar r.a. terhadap cadangan Sayidina Umar sepertimana yang didakwa oleh Goldziher, ia juga telah dijawab oleh Mustafa Azmi. Memang benar tiada bukti bertulis ( sama ada tidak diketahui atau sememangnya tiada) sebagai menandakan persetujuan Sayidina Abu Bakar terhadap cadangan pengumpulan hadis oleh Sayidina Umar. Namun persoalannya apakah bukti persetujuan itu mesti dalam bentuk bertulis?
Kita berpendapat bahawa sama ada Sayidina Abu Bakar menjawab secara bertulis atau tidak, itu sepatutnya bukanlah perkara pokok. Apa yang lebih penting dari itu ialah apa yang sejarah telah catatkan terhadap tindakan Sayidina Abu Bakar selepas menerima cadangan itu. Apakah beliau hanya berpeluk tubuh dan mendiamkan diri, atau berbuat sesuatu ke arah pengumpulan hadis seperti dicadangkan Umar.
Kajian sejarah secara teliti dan halusi khususnya terhadap manuskrip-manuskrip asal sejarah Islam, terutamanya sejarah perkembangan hadis, yang masih tersimpan di beberapa perpustakaan seperti di Maghrib, Turki, Mesir dan lain-lain telah menunjukkan bahawa sekurang-kurangnya 50 orang sahabat, 48 orang tabi’un kurun pertama hijrah, 86 orang para ‘ulama akhir kurun pertama dan awal kurun kedua hijrah dan 256 orang ulama awal kurun kedua telah mencatatkan di dalam kitab-kitab mereka bahawa Sayidina Abu Bakar pernah mengerahkan pengumpulan hadis dibuat, sekaligus membuktikan beliau menerima cadangan Umar itu tadi.
Semua ini boleh dilihat di dalam menuskrip Kitab al-Maghazi oleh Musa bin Uqba (60-141H), manuskrip Kitab al-Siyar oleh Ibrahim b. Muhammad b. Harith al-Farasi yang masih selamat tersimpan di Perpustakaan Qarawiyyih, Fez, Maghribi. Begitu juga manuskrip Seerah oleh Muhammad bin Ishaq bin Yaser (80-151H) yang baru ditemui dan Nuskhah, kepunyaan Salim bin Abdillah al-Mkhayyat (85-150H). Inilah dia bukti dari segi sejarah.
March 24, 2011 at 4:15 pm
‘Tidak kenal maka tidak cinta.’ Fitnah tentang Islam bukanlah suatu yang baru di dalam kehidupan ummah. Apa yang penting ialah umat Islam perlu mempermantapkan kefahaman mereka tentang Islam, berpandukan sumber-sumber yang sahih agar fitnah akan dapat ditangkis dan kesemua isu akan dapat diletakkan di atas perspektifnya yang betul.
Benarkah ajaran-ajaran lain daripada Islam memertabatkan wanita? Tanpa bertujuan untuk menghina ajaran-ajaran lain, mari sama-sama kita kaji secara ilmiah, falsafah dan konsep tentang wanita yang terkandung di dalam beberapa agama.
Wanita Mengikut Agama Yahudi (Judaism)
Di dalam Perjanjian Lama bab Ecclesiasticus 25:19 dan 24, wanita dianggap sebagai makhluk yang jelik.
“No wickedness comes anywhere near the wickedness of a woman…Sin began with a woman and thanks to her we all must die.”
(“Tidak ada kejelikan yang setanding dengan kejelikan wanita.. Dosa bermula daripadanya dan kerananya kita terpaksa menghadapi maut.”)
Wanita keseluruhannya telah dikutuk oleh tuhan. Mengikut Leonard J. Swidler (1976) di dalam ‘Women in Judaism: The Status of Women in Formative Judaism,” pendita-pendita Yahudi (rabbis) telah menyebutkan tentang sembilan kutukan yang ditimpakan tuhan ke atas wanita:
1. Bebanan haidh.
2. Bebanan pendarahan dara.
3. Bebanan mengandung.
4. Bebanan melahirkan anak.
5. Bebanan membesarkan anak.
6. Bebanan menutup kepala seperti sedang berkabung.
7. Bebanan menindik telinga seperti seorang hamba.
8. Persaksiannya tidak boleh diterima.
9. Bebanan menghadapi maut.
Golongan lelaki digalakkan bersyukur kerana mereka tidak dijadikan dari golongan wanita. Salah satu doa yang diajarkan di dalam kitab-kitab doa agama Yahudi, seperti yang telah disebutkan oleh Leonard J. Swidler (op.cit), ialah:
“Praised be God that he has not
created me a woman.”
(“Segala puji-pujian bagi tuhan yang tidak
menjadikan aku seorang wanita.”)
Kelahiran seorang anak perempuan juga dianggap sebagai suatu kerugian kepada keluarga. Di dalam Ecclesiasticus 22:3, telah disebutkan:
“The birth of a daughter
is a loss.”
(“Kelahiran seorang anak perempuan
adalah suatu kerugian.”)
Memiliki anak-anak perempuan merupakan suatu bencana ke atas seseorang. Leonard J. Swidler telah menyebutkan tentang pendapat pendita-pendita Yahudi di dalam ‘Women in Judaism: The Status of Women in Formative Judaism,’ sebagai contohnya:
“It is well for those whose children are male
but ill for those whose are female.”
(“Adalah suatu yang baik bagi mereka yang mempunyai anak-anak lelaki dan bencana bagi yang mempunyai anak-anak perempuan.”)
Di sudut ilmu, wanita Yahudi tidak diizinkan untuk mempelajari dan mengkaji kitab Torah. Di dalam ‘Women in World Religions’ di bahagian ‘Judaism’ karangan Denise L. Carmody, telah disebutkan tentang pendirian sebahagian pendita-pendita Yahudi berhubung dengan perkara ini:
“Whoever teaches his daughter Torah it is
as though he taught her obscenity.”
(“Sesiapa yang mengajar Torah kepada anak perempuannya,
dia seolah-olahnya telah mengajarnya sesuatu yang lucah.”)
Wanita Yahudi juga tidak berhak untuk memiliki sebarang harta. Di dalam Talmud San. 71a, Git. 62a, telah disebutkan:
“How can a woman have anything; whatever
is hers belongs to her husband.”
(“Bagaimana seseorang wanita boleh memiliki apa-apapun;
(kerana) apa saja yang milikinya adalah milik suaminya.”)
Wanita Mengikut Agama Kristian
Hawa dianggap sebagai penyebab kepada kesalahan Adam, maka Hawalah yang dihukum sebagai bersalah. Justeru itu wanita diarahkan agar sentiasa tunduk kepada lelaki. Di dalam Bible telah disebutkan tentang pesanan St. Paul di dalam 1 Timothy 2:11-14:
“A woman should learn in quietness and full submission. I don’t permit a woman to teach or to have authority over a man; she must be silent. For Adam was formed first, then Eve. And Adam was not the one deceived; it was the woman who was deceived and become a sinner.”
(“Seorang wanita perlu belajar dalam keadaan mendiamkan diri, penuh ketundukan. Aku tidak mengizinkan seorang wanita mengajar dan menguasai suaminya. Kerana Adam diciptakan terlebih dahulu dari Hawa. Adam tidak terperdaya tetapi wanita itulah yang terperdaya dan berdosa.”)
Dosa Hawa telah memberi kesan yang negatif kepada semua wanita. Di dalam Genesis 3:16, telah disebutkan:
“I will greatly increase your pains in childbearing; with pain you will give birth to children. Your desire will be for your husband, and he will rule
over you.”
(“Aku akan tambahkan sakitmu ketika mengandung; dengan kesakitan juga kamu akan melahirkan anak-anak. Kehendak kamu hanyalah semata-mata untuk memuaskan suamimu, dan dia akan menguasaimu sepenuhnya.”
Berbanding lelaki, wanita dipandang sebagai makhluk yang rendah. Di dalam 1 Corinthians 14:34-35, disebutkan tentang peringatan dari St.Paul:
“Women should remain silent in the churches….For it is
disgraceful for a woman to speak in the church.”
(“Wanita sepatutnya mendiamkan diri ketika di dalam gereja…Adalah
suatu yang memalukan jika wanita bersuara di dalam gereja.”)
Di sudut harta-benda seseorang isteri tidak boleh memiliki sebarang harta. Sebagai contoh, R. Thompson (1974) di dalam ‘Women in Stuart England and America,’ telah menyebutkan tentang undang-undang keluarga 1632 di England, yang berteraskan ajaran Kristian. Di antara ketetapannya ialah:
“That which the husband hath is his own.
That which the wife hath is the husband’s.”
(“Harta seseorang suami adalah miliknya. Harta
seseorang isteri adalah milik suaminya.”
Wanita Mengikut Ajaran Islam
Hawa dan Nabi Adam dianggap sama-sama bersalah kerana mendekati pohon larangan. Hawa tidak dianggap sebagai punca kepada kesalahan Adam. Allah berfirman:
“Dan mereka berdua telah digelincirkan
oleh syaitan dari syurga.”
(Al-Baqarah 2:36)
Wanita dan lelaki adalah sama di sisi Allah. Wanita tidak dianggap sebagai makhluk keji. Allah berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal solih baik dia lelaki ataupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami kurniakan kepada mereka kehidupan yang baik..” ( An-Nahl 16:97)
Kisah Firaun dan isterinya Asiah adalah satu contoh yang baik untuk memahami status lelaki dan perempuan di sisi Islam. Firaun, seorang lelaki, dikutuk oleh Allah kerana kekufurannya. Sebaliknya Asiah, seorang perempuan, dipuji kerana ketakwaannya. Allah berfirman:
“Dan Allah membuat isteri Firaun perumpamaan (yang baik) bagi orang-orang yang beriman..” (At-Tahrim 66:11)
Kelahiran anak perempuan tidak dianggap sebagi suatu bencana. Sikap menghina seseorang anak perempuan dianggap sebagai suatu tindakan yang keji di sisi Allah. Allah menegaskan:
“Dan apabila seseorang mereka digembirakan dengan kelahiran seorang anak perempuan, mukanya menjadi hitam kerana kemarahan……..Alangkah buruknya apa yang mereka putuskan itu.”
(An-Nahl 16:58)
Islam menekankan tentang pendidikan anak-anak perempuan. Berhubung dengan perkara ini Nabi telah bersabda:
“Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan, atau tiga saudara perempuan, ataupun dua anak atau saudara perempuan, kemudian dididik dan dilakukan kebaikan kepada mereka, maka baginya syurga.”
(Riwayat Tarmuzi dan Abu Daud)
Wanita mempunyai kekuatan dan potensi justeru itu mereka mempunyai peranan penting seperti lelaki, di dalam membina tamaddun.
“Orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran..”(At-Taubah 9:71)
Wanita berhak untuk memiliki harta benda dan adalah haram jika pihak suami mengambil harta isteri tanpa izinnya. Allah berfirman:
“Dan bagi lelaki ada hak bahagian dari harta peninggalan ibu bapa dan kaum kerabatnya, dan begitu juga bagi wanita ada hak dari harta-harta peninggalan itu……”(An-Nisa 4:7)
Jelas sekali bahawa agama Islam amat menghormati wanita. Islamlah agama yang paling adil dan saksama terhadap wanita. Namun jika masih terdapat di dalam masyarakat perbuatan orang-orang Islam yang tidak adil terhadap wanita, itu adalah kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang Islam yang berkenaan yang sebenarnya jahil dan tidak menghayati ajaran Islam yang sebenarnya. Perbuatan mereka tidak dipandang baik oleh Islam.
Perlu juga disebutkan di sini tentang beberapa hakikat tambahan, iaitu, ketika mana Islam telah memertabatkan status wanita, wanita-wanita di Eropah masih terus dikotak-katikkan. Sebagai contoh, pada awal abad yang kesembilan belas, majoriti wanita di Eropah dan Amerika masih tidak memiliki hak berbanding suaminya, di sisi undang-undang. Seorang isteri tidak ada hak untuk ke mahkamah, tidak boleh memiliki harta, tidak boleh membuat sebarang wasiat dan jika berlaku masalah keluarga, anak tidak akan diletakkan di bawah penjagaannya! Status yang hina ini dikenali sebagai ‘coverture.’ (Rojokan: “Women’s Rights,” Encarta Encyclopedia 2000)
Di Amerika, undang-undang yang mengizinkan wanita memiliki harta hanya mula diperbincangkan pada tahun 1830-an. Akta yang pertama tentangnya telah diluluskan pada tahun 1848 yang dikenali sebagai ‘Married Women’s Property Act.’ (Rojokan: Encarta, Ibid)
Hak wanita untuk mendapatkan ilmu dan pendidikan juga tidak ditekankan di Eropah. Peluang pendidkan hanya menjadi lebih baik bagi wanita di era kebangkitan (Renaissance), pada abad kelimabelas. Itupun sekadar mengizinkan wanita mempelajari ilmu lukisan, muzik, jahit-menjahit, seni tarian dan ilmu puisi. Di sudut perbandingan, pada ketika itu Islam telah berjaya melahirkan ramai para ilmuan wanita yang menjadi tempat rujukan bagi orang-orang lain.
Muga-muga selepas ini Keliru jelas tentang konsep Islam berhubung dengan status wanita dan sekaligus tidak akan keliru lagi, insya Allah. (Buku Dr. Danial ‘Islam Kontemporari Lagi Unggul’ yang bakal diterbitkan akan membincangkan tentang aspek-aspek keunggulan ini secara yang lebih terperinci dan mendalam, insya Allah, muga-muga dapat dimanfaatkan.)
Wahai orang-orang kafir!Kalian akan masuk neraka yang sangat panas jika mati tidak sempat bertobat.Ucapkanlah Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah agar kalian mendapat kejayaan.
March 25, 2011 at 12:32 am
@someone
sudah sangat jelas,dari hadist soheh bukhari,bahwa nabi ngesex dengan aisyah usia 9 tahun.
usia 9 tahun belumlah haid,belum remaja,kelas 3 sekolah dasar!!!
apa anda punya bukti bahwa aisyah sudah haid ketika 9 tahun???
sekarang saya tanya anda dan jawablah secara jujur…
JIKA ANAK PEREMPUAN ANDA,ATAU ADIK ANDA UMUR 9 TAHUN,MENIKAH DAN NGESEX DENGAN KAKEK BERUMUR 53 TAHUN,DAN ATAS DASAR SUKA SAMA SUKA,DAN KATAKANLAH IA SUDAH HAID,
APAKAH ANDA AKAN SETUJU DAN MERESTUI?????
March 25, 2011 at 6:16 am
Yang jelas hadits yang anda gunakan itu dhaif. Ilham dan Jack sudah memaparkan sejelas2nya kedhaifan hadits tersebut. Muslim tidak mengikuti hadits dlaif dan tidak mengambil hukum berdasarkan kepadanya.
March 25, 2011 at 7:00 am
saya juga sudah menerangkan sejelas-jelasnya bahwa puluhan hadist soheh bukhari muslim yg menceritakan usia aisyah 6 dan 9 tahun itu,adalah soheh;
mengapa anda dan ilham,sekarang merasa lebih jago/pintar dari bukhari/muslim,apa ilmu agama saudara lebih dalam dari kedua orang tersebut????
beristigfarlah anda berdua,karna telah ingkar kepada sunnah,salahsatu sumber hukum islam ..
March 25, 2011 at 2:01 pm
Anda tidak mengerti sunah sehingga wajar berkata demikian. Banyak hadits yang dhoif dan ditinggalkan. Meninggalkannya merupakan keharusan karena sangat jauh dari keyakinan bahwa hadits tersebut berasal dari perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW. Jika sebuah hadits diragukan, maka jauhlah dia dari sunnah. Oleh karenanya, meninggalkan hadits dhoif sama sekali tidak ada hubungannya dengan mengingkari sunnah, karena hadits dloif diyakini tidak sedang menggambarkan sunnah. Orang yang mengikuti hadits dhoif bukan sedang mengikuti sunnah. 😀
March 25, 2011 at 12:33 am
Sahih Bukhari 62: 64
Diriwayahkan ‘Aisha: bahwa nabi menikahi saya ketika saya berumur ENAM TAHUN dan berhubungan suami istri saat saya SEMBILAN TAHUN, dan kemudian saya tinggal bersama nabi selama sembilan tahun (yaitu sampai kematiannya)-.
March 25, 2011 at 3:22 am
Selama ini baratlah pusat pedofilia.Buktinya ini:
THE HAGUE: Polis menghancurkan sindiket fedofilia terbesar antarabangsa apabila menyelamatkan 230 kanak-kanak daripada didera dan menahan 184 suspek termasuk guru dan pegawai polis.
Siasatan tiga tahun menggunakan nama ‘Operasi Menyelamat’ menemui 670 suspek dan mengenal pasti serta menyelamatkan kanak-kanak di lebih 30 negara dengan menahan mereka yang dituduh mendera mangsa, kata Rob Wainwright, pengarah agensi polis Kesatuan Eropah Europol. Rangkaian itu berpusat di satu forum online berpusat di Amsterdam digelar ‘boylover’ yang disifatkan Wainwright sebagai kemungkinan rangkaian pedofilia online terbesar di dunia. – AP
Biasalah.Hancur di sini bangun lagi di sana.Pokoknya pedofilia tidak akan mati di barat kecuali seluruh orang barat memluk Islam.
March 25, 2011 at 5:16 am
Hal di atas tidak mengherankan karena
kami mendengar dari media tentang pendeta sendiri yang di terlibat dengan tindakan pedofilia. Namun, dari mana pendeta memberi inspirasi untuk melakukan tindakan seperti itu? Jawapannya adalah bahawa mereka inspirasi dari Alkitab. Sebenarnya, Pedofilia lahir dari buku ini penyimpangan. Mari kita melihat beberapa ayat-ayat yang jelas menyokong Pedofilia dan Rogol gadis praremaja
Bilangan 31: 17-18
17. Maka sekarang membunuh setiap laki-laki di antara anak kecil, dan membunuh setiap wanita yang Lelaki yang dikenali telah dengan berbaring dengan dia.
18 perempuan. Tapi semua anak-anak, yang belum diketahui manusia dengan berbaring dengan dia, tetap hidup untuk dirimu.
Para askar Yahudi diperintahkan oleh “Allah” dalam bible untuk menjaga anak-anak wanita (gadis kecil) untuk diri mereka sendiri! Selain itu, mereka diperintahkan untuk membunuh setiap wanita yang telah mengenal seorang lelaki dengan berbaring dengan dia. Bagaimana askar pada hari-hari tahu apakah anak perempuan dara atau tidak? Cukup mereka mengesahkan itu dengan memperkosa mereka dan jika orang Yahudi mendapati bahawa mereka adalah non-dara, maka mereka membunuh mereka kerana mereka diperintahkan oleh “Allah”.
Tapi yang paling memalukan adalah bahawa Alkitab menyiratkan bahawa Tuhan adalah pedofil sendiri! (AstagfuruAllah)
Bilangan 31: 25-40
25 Nabi Musa. Dan kepada TUHAN berbicara, berkata,
26. Muat turun jumlah mangsa yang diambil, baik manusia dan binatang, engkau, dan imam Eleazar, dan ayah kepala jemaat:
. 27 Dan membagi mangsa menjadi dua bahagian; di antara mereka yang mengambil perang ke atas mereka, yang pergi keluar untuk berperang, dan antara segenap umat itu:
28. Dan pungutan ufti kepada TUHAN dari orang perang yang keluar untuk berperang: satu jiwa dari lima ratus, baik dari orang-orang, (termasuk gadis kecil) dan dari potong, dan dari keldai, dan domba:
29. Ambillah setengah mereka, dan memberikannya kepada imam Eleazar, untuk korban tatangan TUHAN.
30. Dan dari anak-anak adalah setengah Israel, engkau mengambil satu bahagian daripada lima puluh, dari orang-orang (termasuk anak-anak perempuan), dari potong, dari keldai, dan dari kambing domba, dari segala macam binatang, dan memberi mereka kepada orang Lewi, yang bertugas menjaga Kemah TUHAN.
31. Dan Nabi Musa dan imam Eleazar melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.
32 rampasan. Itu Dan, menjadi sisa mangsa yang orang perang telah tertangkap, adalah 600.070 thousand lima ribu domba,
33 puluh. Dan dan dua belas ribu potong,
34 puluh. Dan dan seribu keldai,
35 tiga puluh. Dan dan dua ribu orang dalam semua, perempuan yang tidak diketahui orang dengan berbaring dengan dia.
. 36 Dan setengah, yang merupakan sebahagian dari mereka yang pergi berperang, berada di nombor 300007 dan tiga puluh ribu lima ratus domba:
37. Dan TUHAN ufti domba itu enam ratus enam puluh lima belas.
38. Dan potong tiga puluh dan enam ribu; yang TUHAN ufti itu puluh dan dua belas.
39. Dan keledai tiga puluh ribu lima ratus; yang ufti TUHAN itu enam puluh satu.
40;. Dan orang (kecil termasuk perempuan) adalah enam belas ribu yang TUHAN ufti itu tiga puluh dua orang). (Praremaja gadis
Dalam ayat 35 kita diberitahu bahawa Yahudi tertangkap sebagai barang jarahan 32,000 gadis praremaja untuk diri mereka sendiri.
Ayat 40 adalah untuk mendedikasikan gadis-gadis kecil (perempuan yang belum diketahui manusia dengan berbaring dengan dia-32 daripada mereka)
untuk “Tuhan”! Sebagai Allah, sendiri memerintahkan di atas yang ingin gadis-gadis praremaja. Memang penyimpangan yang jelas, Allah dalam Alkitab inginkan untuk dirinya sendiri 32 gadis kecil, mengapa? Mungkin untuk melakukan apa yang prajuritnya (Yahudi) kepada gadis-gadis kecil yang tak berdosa. Oleh kerana itu Alkitab dengan saing yang “ufti’S TUHAN tiga puluh dua orang. (Praremaja perempuan) benar-benar menunjukkan sifat pedofil dari Alkitab” Tuhan “Sayang sekali. Malu dengan Alkitab dan pengikutnya.
Jadi ketika kita mendengar dari media, Imam (Kristian dan Yahudi-majoriti Kristian) bahawa perkosaan dan menganiaya muda praremaja anak laki-laki dan perempuan, kita tidak boleh heran kerana ini adalah ajaran dari “kitab suci” Alkitab, seperti yang ditunjukkan dari Ayat: Bilangan 31: 25-40..
Inikah kitab yang katanya datang dari Tuhan?Yang katanya sesiapa yang percaya akan menghantarkan ke surga?Hmmm…No comment..
Number of posts: 67
Location: Terengganu, Malaysia
Points: 115
Reputation: 0
Registration date: 2011-02-13
March 25, 2011 at 6:20 am
Paus Leo X (?1517 M), menurut catatan Gereja yang ada, dia mengidap
penyakit Syphilis , padahal dia menjadi wakil tuhan di dunia ini, serta
kita mengetahui bahwa setiap pendeta dan suster (tak ada pendeta
perempuan dalam ajaran Kristen/Yahudi/Israel, karena perempuan dianggap
tidak ada atau tidak mempunyai akal, bilapun ada, itu adalah
penyimpangan dari ajaran agama mereka) mereka tidak boleh menikah, dan
itu berarti mereka tidak boleh melakukan aktivitas yang ada dalam
pernikahan seperti hubungan kelamin. Dari mana Paus dapat mengidap
penyakit Syphilis itu bila tidak dari hubungan sex bebas (mengingat pada
masa itu sedang terjadi kekacauan moralitas masyarakat; dengan ini
dipertanyakan pula, bagaimana sampai Paus yang orang suci bisa terseret
kekacauan moralitas yang sedang terjadi pada masa itu, padahal dalam
ajaran mereka Paus tidak akan pernah melakukan kesalahan). Jadi,
berdasarkan data-data yang pernah ada, keras dugaannya bahwa di Gereja
sekalipun mereka tidak boleh menikah, tetapi mereka boleh melakukan
hubungan kelamin dengan siapapun yang ada di dalam Gereja hanya karena
mereka sama-sama pelayan tuhan, dan kenyataan ini pernah terbuka bagi
masyarakat luas, bila tidak, dari mana penyakit Syphilis masuk?
Bagaimanakah cara menerangkan kepada masyarakat luar Gereja, bahwa
masyarakat bila ingin melakukan hubungan kelamin harus menikah, tetapi
mereka yang sama sekali tidak boleh menikah boleh melakukan hubungan
kelamin dengan siapa saja? Hal ini dapat diperjelas lagi dengan adanya
sex bebas di kalangan masyarakat mereka dan adanya aliran Children of
God yang membolehkan hubungan kelamin dengan siapa saja, sekalipun
antara saudara kandung atau anak dengan orang tua, hanya dengan
menyatakan iman mereka kepada Yesus. Dari mana datangnya kenyataan ini
bila tidak ada sumbernya, dalam hal ini kegiatan di dalam Gereja.
March 25, 2011 at 7:19 am
wkkwkkwkwkw..
iran lah negara dengan phedofilia terbesar,di iran,phedofilia bahkan dibolehkan
March 25, 2011 at 11:40 am
Umur boleh kahwin negara Asia.
Rujukan:http://ms.wikipedia.org/wiki/Umur_boleh_kahwin
Afghanistan: 18 bagi lelaki dan 16 bagi wanita, more than half of marriages involve females under 16.[12]
Azerbaijan: 18 bagi lelaki, 17 bagi wanita. 17 or 16 correspondingly in special cases.[13]
Bangladesh: 21 bagi lelaki dan 18 bagi wanita, takwim lunar; kebenaran ahli panel bagi perkahwinan bawah usia, sungguhpun penyatuan sedemikian tidak diangap tidak sah.[14]
Brunei: Tiada usia minima ditetapkan.[15]
China, People’s Republic of: 22 bagi lelaki, 20 bagi wanita.[16]
China, Republic of (on Taiwan): 20 sebagai usia majoriti[17] umumnya. 18 bagi lelaki, 16 bagi wanita dengan kebenaran keluarga.[18]
Hong Kong: 21, 16 dengan kebenaran keluarga.[19]
India: 21 bagi lelaki dan 18 bagi wanita[20]. Sekiranya sebarang pasangan terbabit dalam perkahwinan usia lebih rendah, dia boleh memohon perkahwinan tersebut diistiharkan sebagai batal / bubar. Cadangan terkini oleh Komisien Perundangan (“Law Commission”) bertujuan mengimbangi perkahwinan bagi lelaki dan wanita kepada 18[21], secara automatik mengistihar perkahwinan di bawah 16 sebagai “batal dan bubar”, sementara perkahwinan pada usia 16 atau 17 “boleh dibatalkan”[21]
Indonesia: 21, 19 bagi lelaki dan 16 bagi wanita dengan kebenaran keluarga. (Undang-undang Awam Indonesia)
Iran: 18 bagi lelaki, 16 bagi wanita
Iraq: 18, 15 dengan kebenaran hakim sekiranya sesuai, keupayaan fizikal dan kebenaran penjaga (atau bantahan tidak beralasan oleh penjaga) ditetapkan. (Mungkin atau tidak diubah selepas kejatuhan Saddam Hussein.)[22]
March 25, 2011 at 1:57 pm
Berarti semakin meyakinkan, betapa berahlaq ini tukang bohong. Berakhlaq > di Iran pedhofil dibolehkan.
Ilham Othmani > Usia boleh menikah di Iran: 18 bagi lelaki, 16 bagi wanita (http://ms.wikipedia.org/wiki/Umur_boleh_kahwin)
16 tahun itu sudah bukan anak-anak lagi, lihat:
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja)
Wanita remaja dikawini bukan pedhofil kale…
Berakhlaq > di Iran pedhofil dibolehkan.
BOHONG ABIS ….
March 25, 2011 at 12:05 pm
Muhammad dan Allah – Satu dan Sama Saja
Penjelasan Awal
Menurut Islam saya adalah seorang Kafir, namun secara keseluruhan Islam merupakan ideologi yang lebih buruk dari agama penyembahan berhala yang pernah eksis, dengan dua alasan sederhana yaitu: Islam itu jahat dan secara kasat mata merupakan sebuah penipuan. Ada banyak ayat dalam Quran yang mendukung pendapat saya, oleh sebab itu hanya memberikan satu ayat bisa dikatakan tidak cukup, namun saya percaya sebuah peristiwa yang dinyatakan dalam Quran lebih dari cukup untuk mendukung apa yang saya katakan mengenai Islam. Yang saya maksudkan adalah perceraian Zaid, anak Muhammad hasil adopsi dan bagaimana Zaid mengijinkan isterinya Zainab untuk menikah dengan Muhammad.
Yang pertama, Tuhan membenci perceraian, dan hal ini didukung oleh banyak kitab suci yang “datang sebelumnya” disamping beberapa ayat dalam Quran sendiri. Demikian juga, menikahi isteri dari anak angkat anda tidak akan disetujui bahkan di antara para penyembah berhala sekalipun, yang hidup pada masa Muhammad.
Muhammad, sebagaimana dikisahkan, membuat dirinya lebih benar daripada Allah sendiri mengenai hal ini, yaitu ketika ia memberitahu anaknya Zaid (secara ringkas) untuk mempertahankan isterinya dan berusaha memperbaiki hubungan mereka. Tetapi tidak berapa lama kemudian, Allah memberikan aat-ayat pada Muhammad yang memperlihatkan bahwa apa yang selama ini tidak bisa diterima, sekarang bisa diterima, bahkan dianggap sebagai hal yang baik. Sura 33: 37-38
[33:37] Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
[33:38] Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,
Masalahnya datang kemudian, yaitu ketika menikahi isteri dari anak angkat baru saja diijinkan oleh Allah; Allah kemudian berbalik dengan mengatakan bahwa melakukan adopsi adalah hal yang ilegal.
Tetapi masalah ganda di sini adalah, aturan bahwa adopsi dianggap sesuatu yang ilegal, diberikan sebelum Muhammad menyaksikan Zaid menceraikan isterinya Zainab. Perintah dari Allah ini muncul dalam Sura 33:4-5.
[33:4] Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
[33:5] Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Bagaimana bisa seperti ini? Apakah pencipta alam semesta yang menciptakan manusia dengan sekurangnya lima cara, sedemikian bodohnya dengan apa yang baru saja ia katakan? Atau, justru Muhammad sendiri yang mendengar hal-hal ini dari sang “dewa bulan”?
Sam Shamoun menyimpulkan:
1. Allahlah yang menyebabkan Muhammad menjadi bernafsu kepada seorang wanita yang sudah menikah yang kebetulan merupakan isteri dari anak angkatnya.
2. Allah bahkan menyebabkan anak angkatnya itu menceraikan isterinya, sehingga Muhammad bisa menikahinya.
3. Alasan mengapa Allah melakukan itu adalah untuk memperlihatkan pada orang lain bahwa mereka diijinkan untuk menikahi mantan isteri anak-anak angkat mereka.
4. Namun belakangan, Allah melarang Muslim untuk mengadopsi anak-anak dan melarang menyebut seorang anak sebagai anak, jika dia bukan bapak biologis dari anak tersebut.
5. Karena itu, pernikahan Muhammad dengan Zainab bukan hal yang penting karena orang Muslim tidak punya kesempatan untuk menikahi mantan isteri anak angkat, sebab sebelum itu adopsi tak lagi diperbolehkan dalam Islam!
6. Lebih jauh lagi, orang Muslim percaya bahwa Allah tahu segala sesuatu, artinya Ia tahu sebelumnya bahwa ia akan menghapuskan praktek adopsi. Jika demikian, mengapa ia memerintahkan perceraian antara Zaid dan Zainab dengan alasan supaya Muhammad bisa memberi contoh kepada orang lain untuk menikahi isteri dari anak-anak adopsi mereka, saat ia sendiri sebelumnya sudah melarang praktek adopsi?
Karena itu, apakah kita sendiri mempertanyakan Quran atau mencoba memahaminya dengan mencarinya dalam hadis atau buku-buku komentator Islam, faktanya adalah tetap, bahwa seorang Muslim harus berurusan dengan perzinahan yang dilakukan Muhammad karena ia mengambil isteri dari seserorang.
Marilah kita bersikap jujur: Jika Muhammad benar-benar ingin pernikahan Zaid bisa bertahan, maka ia akan memakai pengaruhnya yang sangat besar itu saat memberikan nasehat pada mereka supaya tetap mempertahankan pernikahan mereka. Selain itu, bukankah Muhammad sendiri mengajarkan bahwa “Allah” membenci perceraian?
Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Umar:
Rasul berkata: Dari semua perbuatan yang bisa dibenarkan secara hukum, yang paling menjijikkan di hadapan Allah adalah perceraian. (Sunan of Abu Dawood, Buku 12, Nomor 2173)
Tampaknya, jika berkaitan dengan urusan untuk memuaskan hasrat seksual Muhammad, Allah sama sekali tidak membenci perceraian, bahkan ia sendirilah yang merencanakan perceraian tersebut!
Sungguh mengherankan! Apa yang disampaikan pada anda mengenai pernikahan Islam? Di sini ada seorang pria, yang menikah dengan seorang isteri yang cantik. Tetapi ia tidak mencintai atau menghormatinya. Ia tak lebih dari sekedar sebuah obyek pemuas seksual bagi Muhammad dan Zaid pun sudah menganggapnya sebagai sepotong daging untuk memuaskan nafsu Muhammad. Ini bukanlah sebuah pernikahan yang didasarkan pada cinta: Ini adalah sebuah pernikahan demi memuaskan nafsu Muhammad.
Muhammad di sini memainkan karakter Jon Lovitz “Pathological Liar” dan menciptakan kebohongan-kebohongan “Quranik” untuk membenarkan dosanya.
Sumber Tambahan untuk topik ini: Zaynab and The Beast
Judul Dalam Bahasa Inggris: Mohammed and Allah one and the same
Sumber:
http://www.answering-islam.org/indonesian/muhammad/muhammad-dan-allah-satu-dan-sama.html
March 25, 2011 at 12:36 pm
Jeritan wanita barat dan kekagumannya kepada wanita Muslimah…..
Artikel dibawah adalah salah satu bukti bahawa hanya syariat Islam sajalah yang mampu membela nasib wanita.
Joana Francis adalah seorang penulis dan wartawan asal AS. Dalam situs Crescent and the Cross, perempuan yang menganut agama Kristen itu menuliskan ungkapan hatinya tentang kekagumannya pada perempuan-perempuan Muslim di Libanon saat negara itu diserang oleh Israel dalam perang tahun 2006 lalu.
Apa yang ditulis Francis, meski ditujukan pada para Muslimah di Libanon, bisa menjadi cermin dan semangat bagi para Muslimah dimanapun untuk bangga akan identitasnya menjadi seorang perempuan Muslim, apalagi di tengah kehidupan modern dan derasnya pengaruh budaya Barat yang bisa melemahkan keyakinan dan keteguhan seorang Muslimah untuk tetap mengikuti cara-cara hidup yang diajarkan Islam.
Karena di luar sana, banyak kaum perempuan lain yang iri melihat kehidupan dan kepribadian para perempuan Muslim yang masih teguh memegang ajaran-ajaran agamanya. Inilah ungkapan kekaguman Francis sekaligus pesan yang disampaikannya untuk perempuan-perempuan Muslim dalam tulisannya bertajuk
“Kepada Saudariku Para Muslimah”;
Ditengah serangan Israel ke Libanon dan “perang melawan teror” yang dipropagandakan Zionis, dunia Islam kini menjadi pusat perhatian di setiap rumah di AS.
Aku menyaksikan pembantaian, kematian dan kehancuran yang menimpa rakyat Libanon, tapi aku juga melihat sesuatu yang lain; Aku melihat kalian (para muslimah).
Aku menyaksikan perempuan-perempuan yang membawa bayi atau anak-anak yang mengelilingin mereka. Aku menyaksikan bahwa meski mereka mengenakan pakaian yang sederhana, kecantikan mereka tetap terpancar dan kecantikan itu bukan sekedar kecantikan fisik semata.
Aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diriku; aku merasa iri. Aku merasa gundah melihat kengerian dan kejahatan perang yang dialami rakyat Libanon, mereka menjadi target musuh bersama kita.
Tapi aku tidak bisa memungkiri kekagumanku melihat ketegaran, kecantikan, kesopanan dan yang paling penting kebahagian yang tetap terpancar dari wajah kalian.
Kelihatannya aneh, tapi itulah yang terjadi padaku, bahkan di tengah serangan bom yang terus menerus, kalian tetap terlihat lebih bahagia dari kami ( perempuan AS) di sini karena kalian menjalani kehidupan yang alamiah sebagai perempuan. Di Barat, kaum perempuan juga menjalami kehidupan seperti itu sampai era tahun 1960-an, lalu kami juga dibombardir dengan musuh yang sama. Hanya saja, kami tidak dibombardir dengan amunisi, tapi oleh tipu muslihat dan korupsi moral.
Perangkap Setan
Mereka membombardir kami, rakyat Amerika dari Hollywood dan bukan dari jet-jet tempur atau tank-tank buatan Amerika.
Mereka juga ingin membombardir kalian dengan cara yang sama, setelah mereka menghancurkan infrastruktur negara kalian. Aku tidak ingin ini terjadi pada kalian. Kalian akan direndahkan seperti yang kami alami. Kalian dapat menghinda dari bombardir semacam itu jika kalian mau mendengarkan sebagian dari kami yang telah menjadi korban serius dari pengaruh jahat mereka.
Apa yang kalian lihat dan keluar dari Hollywood adalah sebuah paket kebohongan dan penyimpangan realitas.
Hollywood menampilkan seks bebas sebagai sebuah bentuk rekreasi yang tidak berbahaya karena tujuan mereka sebenarnya adalah menghancurkan nilai-nilai moral di masyarakat melalui program-program beracun mereka. Aku mohon kalian untuk tidak minum racun mereka.
Karena begitu kalian mengkonsumsi racun-racun itu, tidak ada obat penawarnya. Kalian mungkin bisa sembuh sebagian, tapi kalian tidak akan pernah menjadi orang yang sama. Jadi, lebih baik kalian menghindarinya sama sekali daripada nanti harus menyembuhkan kerusakan yang diakibatkan oleh racun-racun itu.
Mereka akan menggoda kalian dengan film dan video-video musik yang merangsang, memberi gambaran palsu bahwa kaum perempuan di AS senang, puas dan bangga berpakaian seperti pelacur serta nyaman hidup tanpa keluarga.
Percayalah, sebagian besar dari kami tidak bahagia.
Jutaan kaum perempuan Barat bergantung pada obat-obatan anti-depresi, membenci pekerjaan mereka dan menangis sepanjang malam karena perilaku kaum lelaki yang mengungkapkan cinta, tapi kemudian dengan rakus memanfaatkan mereka lalu pergi begitu saja.
Orang-orang seperti di Hollywood hanya ingin menghancurkan keluarga dan meyakinkan kaum perempuan agar mau tidak punya banyak anak.
Mereka mempengaruhi dengan cara menampilkan perkawinan sebagai bentuk perbudakan, menjadi seorang ibu adalah sebuah kutukan, menjalani kehidupan yang fitri dan sederhana adalah sesuatu yang usang. Orang-orang seperti itu menginginkan kalian merendahkan diri kalian sendiri dan kehilangan imam. Ibarat ular yang menggoda Adam dan Hawa agar memakan buah terlarang. Mereka tidak menggigit tapi mempengaruhi pikiran kalian.
Aku melihat para Muslimah seperti batu permata yang berharga, emas murni dan mutiara yang tak ternilai harganya. Alkitab juga sebenarnya mengajarkan agar kaum perempuan menjaga kesuciannya, tapi banyak kaum perempuan di Barat yang telah tertipu.
Model pakaian yang dibuat para perancang Barat dibuat untuk mencoba meyakinkan kalian bahwa asset kalian yang paling berharga adalah seksualitas. Tapi gaun dan kerudung yang dikenakan para perempuan Muslim lebih “seksi” daripada model pakaian Barat, karena busana itu menyelubungi kalian sehingga terlihat seperti sebuah “misteri” dan menunjukkan harga diri serta kepercayaan diri para muslimah.
Seksualiatas seorang perempuan harus dijaga dari mata orang-orang yang tidak layak, karena hal itu hanya akan diberikan pada laki-laki yang mencintai dan menghormati perempuan, dan cukup pantas untuk menikah dengan kalian. Dan karena lelaki di kalangan Muslim adalah lelaki yang bersikap jantan, mereka berhak mendapatkan yang terbaik dari kaum perempuannya.
Tidak seperti lelaki kami di Barat, mereka tidak kenal nilai sebuah mutiara yang berharga, mereka lebih memilih kilau berlian imitasi sebagai gantinya dan pada akhirnya bertujuan untuk membuangnya juga.
Modal yang paling berharga dari para muslimah adalah kecantikan batin kalian, keluguan dan segala sesuatu yang membentuk diri kalian. Tapi saya perhatikan banyak juga muslimah yang mencoba mendobrak batas dan berusaha menjadi seperti kaum perempuan di Barat, meski mereka mengenakan kerudung.
Mengapa kalian ingin meniru perempuan-perempuan yang telah menyesal atau akan menyesal, yang telah kehilangan hal-hal paling berharga dalam hidupnya? Tidak ada kompensasi atas kehilangan itu. Perempuan-perempuan Muslim adalah berlian tanpa cacat. Jangan biarkan hal demikian menipu kalian, untuk menjadi berlian imitasi. Karena semua yang kalian lihat di majalah mode dan televisi Barat adalah dusta, perangkap setan, emas palsu.
Kami Butuh Kalian, Wahai Para Muslimah !
Aku akan memberitahukan sebuah rahasia kecil, sekiranya kalian masih penasaran; bahwa seks sebelum menikah sama sekali tidak ada hebatnya.
Kami menyerahkan tubuh kami pada orang kami cintai, percaya bahwa itu adalah cara untuk membuat orang itu mencintai kami dan akan menikah dengan kami, seperti yang sering kalian lihat di televisi.
Tapi sesungguhnya hal itu sangat tidak menyenangkan, karena tidak ada jaminan akan adanya perkawinan atau orang itu akan selalu bersama kita.
Itu adalah sebuah Ironi! Sampah dan hanya akan membuat kita menyesal.
Karena hanya perempuan yang mampu memahami hati perempuan. Sesungguhnya perempuan dimana saja sama, tidak peduli apa latar belakang ras, kebangsaan atau agamanya.
Perasaan seorang perempuan dimana-mana sama. Ingin memiliki sebuah keluarga dan memberikan kenyamanan serta kekuatan pada orang-orang yang mereka cintai.
Tapi kami, perempuan Amerika, sudah tertipu dan percaya bahwa kebahagiaan itu ketika kami memiliki karir dalam pekerjaan, memiliki rumah sendiri dan hidup sendirian, bebas bercinta dengan siapa saja yang disukai.
Sejatinya, itu bukanlah kebebasan, bukan cinta. Hanya dalam sebuah ikatan perkawinan yang bahagialah, hati dan tubuh seorang perempuan merasa aman untuk mencintai.
Dosa tidak akan memberikan kenikmatan, tapi akan selalu menipu kalian. Meski saya sudah memulihkan kehormatan saya, tetap tidak tergantikan seperti kehormatan saya semula.
Kami, perempuan di Barat telah dicuci otak dan masuk dalam pemikiran bahwa kalian, perempuan Muslim adalah kaum perempuan yang tertindas. Padahal kamilah yang benar-benar tertindas, menjadi budak mode yang merendahkan diri kami, terlalu resah dengan berat badan kami, mengemis cinta dari orang-orang yang tidak bersikap dewasa.
Jauh di dalam lubuk hati kami, kami sadar telah tertipu dan diam-diam kami mengagumi para perempuan Muslim meski sebagian dari kami tidak mau mengakuinya. Tolong, jangan memandang rendah kami atau berpikir bahwa kami menyukai semua itu. Karena hal itu tidak sepenuhnya kesalahan kami.
Sebagian besar anak-anak di Barat, hidup tanpa orang tua atau hanya satu punya orang tua saja ketika mereka masih membutuhkan bimbingan dan kasih sayang.
Keuarga-keluarga di Barat banyak yang hancur dan kalian tahu siapa dibalik semua kehancuran ini. Oleh sebab itu, jangan sampai tertipu saudari muslimahku, jangan biarkan budaya semacam itu mempengaruhi kalian.
Tetaplah menjaga kesucian dan kemurnian. Kami kaum perempuan Kristiani perlu melihat bagaimana kehidupan seorang perempuan seharusnya. Kami membutuhkan kalian, para Muslimah, sebagai contoh bagi kehidupan kami, karena kami telah tersesat. Berpegang teguhlah pada kemurnian kalian sebagai Muslimah dan berhati-hatilah !.
By: Muhammad Luqman
Wahai orang-orang kafir!Allah telah meletakkan kejayaan manusia hanyalah di dalam agama Islam.Kalian akan masuk neraka yang sangat panas jika mati tidak sempat bertobat.Ucapkanlah Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah agar kalian mendapat kejayaan.
March 25, 2011 at 12:42 pm
Ketika Joana Francis menuliskan rintihannya,agama kristian di mana ya?Kok gak mampu membendung penghinaan wanita di Amerika Serikat?Jelas!Tidak ada gama sebaik Islam.
March 25, 2011 at 7:42 pm
March 26, 2011 at 12:37 am
Tampaknya, jika berkaitan dengan urusan untuk memuaskan hasrat seksual Muhammad, Allah sama sekali tidak membenci perceraian, bahkan ia sendirilah yang merencanakan perceraian tersebut!
Sungguh mengherankan! Apa yang disampaikan pada anda mengenai pernikahan Islam? Di sini ada seorang pria, yang menikah dengan seorang isteri yang cantik. Tetapi ia tidak mencintai atau menghormatinya. Ia tak lebih dari sekedar sebuah obyek pemuas seksual bagi Muhammad dan Zaid pun sudah menganggapnya sebagai sepotong daging untuk memuaskan nafsu Muhammad. Ini bukanlah sebuah pernikahan yang didasarkan pada cinta: Ini adalah sebuah pernikahan demi memuaskan nafsu Muhammad.
Muhammad di sini memainkan karakter Jon Lovitz “Pathological Liar” dan menciptakan kebohongan-kebohongan “Quranik” untuk membenarkan dosanya.
Sumber Tambahan untuk topik ini: Zaynab and The Beast
Judul Dalam Bahasa Inggris: Mohammed and Allah one and the same
Sumber:
http://www.answering-islam.org/indonesian/muhammad/muhammad-dan-allah-satu-dan-sama.html
March 26, 2011 at 12:40 pm
wkwkwkkwkw
khomeni adalah orang yg sangat berkuasa di iran,inilah yg dilakukannya:
Ayatollah Khomeini menurunkan batas usia nikah bagi anak2 kpd usia 9 bagi anak perempuan di Iran pd thn 1979, saat Khomeini mulai berkuasa.
Sang Ayatollah sendiri pada usia 28 menikahi bocah 10 thn. Ia menyebut perkawinan dgn anak2 sbg “rahmat illahi,” dan memerintahkan pengikutnya agar : “Berusaha sekeras mungkin agar puteri2 kalian tidak melihat darah pertama mereka didalam rumahmu.”
http://762justice.com/2007/02/12/in-iran-the-legal-age-for-marriage-is -nine-for-girls/
BENAR-BENAR MEMANG muslim dimana2 gak punya malu,
di indo ada syekh puji,di iran ada khomeni,diseluruh dunia islam,muslim mempraktekkan phedofilia MENGIKUTI contoh BAGINDA NABI BESAR MOHAMMAD YG NGESEX DENGAN AISYAH saat aisyah 9 tahun….
Number of posts: 139
Points: 821
Reputation: 0
Registration date: 2009-01-09
March 26, 2011 at 5:26 pm
Sayangnya berita itu sekedar hoax, buktinya link nya gak menunjukan apa yang ditunjukan. Benar-benar pembawa berita bohong …
March 27, 2011 at 6:40 am
He…he…
Buktinya sangat banyak Broer…
Momed menikahi Aisya yang berusia 6 tahun dan ‘mengembatnya’ saat Aisya berusia 9 tahun…
Ente mau minta bukti yang mana lagi Broer???
Apa elu sudah kagak percaya ya ame Quran, Sunnah Rasul dan Hadis???
March 26, 2011 at 9:35 pm
March 26, 2011 at 9:37 pm
March 27, 2011 at 12:08 pm
Wanita dalam perundangan Rom lebih menyedihkan. Pada masa muda remaja, wanita
dikongkong di bawah kekuasaan penjaganya, sama ada bapa atau datuknyaatau sebagainya yang
diistilahkan sebagai ‘Peter Families’. Kekuasaan seseorang penjaga tidak dihadkan, malahan
boleh menghalau wanita itu keluar rumah, atau menjualnya tanpa pembelaan undang-undang
untuk mereka. Lebih dari itu, hak hidup bagi seseorang wanita boleh ditentukan oleh penjaganya.
Apakah yang kristian lakukan utk mengatasi ketidakadlian ini?Jawapnya nil.Tidak ada.
Keadaan yang menyedihkan kaum wanita ketika itu telah cuba diselamatkan pada zaman
Justinian dengan suatu undang-undang yang dikenal dengan nama ‘Justinian Law’ tetapi tidak
berubah keadaan kecuali dalam beberapa hal sahaja. Sebelum ‘Justinian Law’ dilaksanakan,
terdapat undang-undang yang dikenal sebagai ‘Undang-undang Dua Belas’. Dalam undang-
undang tersebut disentuh tentang kelayakan mendapat hak sivil. Kelayakan tersebut hendaklah
dengan tiga syarat iaitu cukup umur, siuman akal dan lelaki. Jelaslah di sini bahawa wanita pada
kedua-dua zaman tersebut berada dalam keadaan yang menyedihkan.
Sekalilagi apakah penyelesaian yang diberikan oleh agama Kristian utk mengatasi ketidakadilan ini.Sekali lagi jawapannya tidak ada.
Dalam kitab ‘Safr al-Khuruj’ iaitu kitab agama Yahudi menjelaskan : seseorang bapa yang susah
hidupnya boleh menjual anak perempuannya bersama dengan kumpulan hamba bagi mengatasi
kemiskinan.Seperti nas ini:”21:7 Apabila ada seorang menjual anaknya yang perempuan sebagai budak, maka perempuan itu tidak boleh keluar seperti cara budak-budak lelaki keluar. .” Keluaran 21:7..
Agama apa ini?Yang katanya memertabatkan kaum perempuan?Apa yang Yesus lakukan dengan ayat ini?
Dalam undang-undang Inggeris sehingga tahun 1805, seorang suami diharuskan menjual
isterinya. Undang-undang tersebut telah menetapkan harga minima bagi seorang wanita ialah 6
pence. Pernah berlaku pada suatu masa selepas undang-undang itu digantikan, seorang Inggeris
dalam tahun 1931 telah menjual isterinya dengan harga 500 paun. Peristiwa ini telah dibawa ke
mahkamah. Peguam lelaki tersebut dalam pembelaannya telah menyebut bahawa perbuatan
lelaki itu tidak salah kerana ternyata wujud undang-undang Inggeris yang mengharuskannya
pada suatu masa yang lalu.
Soalan.Di mana agama kristian pada saat istri dijualbelikan oleh suaminya?Jawapannya tidak ada.Agama yang katanya agama kasih bersikap diam seribu bahasa atas ketidakadilan yang dihadapi oleh sweorang wanita sejak berkurun.
Apabila berlaku Revolusi Perancis, pengisytiharan mengharamkan penindasan sesama manusia
dibuat. Tetapi tidak termasuk penindasan terhadap wanita. Dalam undang-undang sivil Perancis. ketika itu ada dinyatakan bahawa wanita tidak layak mendapat hak sivil sepenuhnya. Tidak boleh
menjual beli dan membuat kontrak tanpa keizinan penjaganya.Dalam undang-
undang sivil Perancis (Code Napoleon) ada tercatat : Perempuan yang telah berkahwin meskpun
perkahwinannya diasaskan di atas sesuatu persetujuan pengasingan hak milik harta suami isteri,
namun begitu tidaklah bererti membolehkan isteri tersebut menghibbah hartanya atau memindah
milik atau menggadaikannya, atau membelikan sebarang harta baru tanpa disertai dengan
suaminya di dalam kontrak atau persetujuan suami tersebut secara bertulis.
Di mana agama kristian?Kenapa tidak mampu membebaskan wanita dari kezaliman dan ketidakadilan ini?Jawapannya adalah “TIDAK ADA SAMASEKALI”
March 27, 2011 at 5:20 pm
Sekarang coba lihat pula bagimana Islam memuliakan wanita.Jauh..sangat jauh bedanya dengan ajaran bible yang menyatakan anak perempuan boleh dijualdan lain-lain.Ini karena dalam Islam Allah tidak pernah menghina atau memuliakan makhluk-makhlukNya berdasarkan jantina. Sebaliknya kemuliaan seseorang adalah berdasarkan ketakwaan nya kepada Allah. Berhubung dengan ini, di dalam surah Al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman: ‘Sesungguhnya yang paling mulia di kalangan kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu.’
Wanita dan lelaki adalah sama di sisi Allah sebagai hamba Allah. Jika seseorang wanita beriman dan beramal salih dia diganjar Allah dan diletakkan di tempat yang tinggi. Dalam surah Ali-Imran ayat 195 Allah berfirman yang bermaksud: ‘Sesungguhnya Aku tidak mensia-siakan amalan orang-orang yang beramal di antara kamu baik lelaki ataupun wanita kerana sebahagian kamu adalah keturunan dari sebahagian yang lain.’
Wanita yang bertakwa mendapat pembelaan daripada Allah. Ketika Maryam ibu Nabi Isa mengandung, masyarakat sekeliling mengutuk beliau tetapi Allah membela dan memuliakan beliau melalui firmanNya di dalam surah Ali-Imran ayat 42 yang bermaksud: ‘Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibrail) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang hidup semasa dengan kamu).’
Demikian juga yang berlaku ke atas ibu nabi Musa. Ketika Firaun bertindak kejam membunuh anak-anak lelaki Bani Israil, ibu nabi Musa berasa bimbang tentang keselamatan anaknya. Allah memuliakan beliau dengan menenteramkan jiwa beliau melalui firmanNya yang bermaksud: ‘Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: ‘Susuilah dia dan apabila kamu khawatir ke atas keselamatannya letakkanlah ia di atas sungai (Nil). Dan janganlah kamu bimbang dan janganlah pula bersedih hati kerana Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.’ Kenyataan ini disebutkan di dalam surah Al-Qasas ayat 7.
Pandangan dan sikap yang baik walaupun datang dari wanita, dimuliakan Allah. Di dalam surah Al-Qasas ayat 26, Allah memuliakan anak perempuan Nabi Syuaib dengan merakamkan pandangan beliau yang amat bernilai berhubung aspek pengurusan. Allah berfirman: ‘Dan salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Wahai bapaku ambillah dia (Musa) sebagai pekerja kita kerana sesungguhnya orang yang paling baik untuk dijadikan pekerja ialah seorang yang gagah lagi dapat dipercayai.’
Al-Quran juga merakamkan kebijaksanaan kepimpinan permaisuri negeri Saba, Balqis, di dalam surah An-Naml ayat 33 dan 34: ‘Mereka (para pembesar negeri Saba) berkata: ‘Kita mempunyai kekuatan dan keberanian yang cukup, namun urusan ini terserah kepadamu. Justeru, perhatikanlah apa yang hendak kamu perintahkan’. Permaisuri (Balqis) berkata: ‘Raja-raja, apabila memasuki sesebuah negeri akan merosakkan negeri itu dan menjadikan penduduk yang mulia hina. Itulah yang akan mereka lakukan.’
Islam tidak mengizinkan wanita dikotak-katikkan oleh golongan lelaki. Dalam surah an-Nisak Allah menegaskan, ‘Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memusakai wanita secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk mengambil sebahagian apa yang telah kamu berikan..’
Para suami diperintahkan Allah supaya menjaga isteri-isteri mereka dengan baik dan tidak menjadikan isteri-isteri seperti bola yang boleh ‘ditendang’ ke sana ke mari. Jika si isteri mempunyai kelemahan, si suami juga mempunyai kelemahan.
Allah menyuruh si suami melihat kebaikan yang banyak yang ada pada isteri dan tidak hanya memfokuskan kepada satu dua kelemahan yang ada. Hal ini disebutkan dalam surah an-Nisak ayat 19: ‘Pergaulilah isterimu dengan cara yang makruf. Jika kamu tidak senang dengan mereka maka bersabarlah kerana mungkin kamu tidak menyukai sesuatu tentang mereka tetapi Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.’
Wanita ada suara dalam Islam dan suara mereka dimuliakan Allah. Di zaman nabi, sahabat yang bernama Aus telah menyamakan badan isterinya, Khaulah, dengan badan ibunya (zihar). Perbuatan ini amat tidak disenangi oleh isterinya lantas beliau mengadu hal ini kepada nabi. Allah menurunkan wahyu berhubung perkara ini dalam surah Al-Mujadalah ayat 1-2: ‘Sesungguhnya Allah mendengar suara perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, dan dia telah mengadu kepada Allah..’
Menzalimi wanita adalah dilarang oleh Islam. Di zaman jahiliah adalah menjadi perkara biasa jika bayi-bayi perempuan ditanam hidup-hidup demi untuk memelihara keluarga dari aib dan malu. Islam menentang adat resam ini melalui firman Allah di dalam surah At-Takwir ayat 8 dan 9 yang bermaksud: ‘Dan apabila bayi-bayi perempuan yang ditanam hidup-hidup ditanya, kerana dosa apakah maka dia dibunuh?’ Untuk menampakkan penentangan kepada sistem jahiliah yang menghina kaum wanita, Nabi bersabda: ‘Sesiapa yang memiliki tiga orang puteri atau tiga saudara perempuan, atau dua orang puteri atau dua saudara perempuan, lalu dididiknya mereka dan dijaganya mereka dengan baik kemudian dikahwinkan mereka, baginya syurga.’ Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dan Abu Daud.
Kesemua ini adalah bukti yang jelas yang menunjukkan betapa Al-Quran dan Islam memuliakan kaum wanita. Justeru, pada hari ini, makin ramai wanita di Barat yang memeluk Islam. Perkembangan ini dinyatakan oleh Lucy Berrington di dalam majalah Times terbitan 9 November 1993 di bawah tajuk The Spread of a World Creed. Beliau berkata, ‘Statistik menunjukkan bagi setiap lima orang yang memeluk Islam di Amerika empat daripada mereka adalah wanita. Di Britain, di antara wanita yang memeluk Islam ialah anak perempuan kepada hakim yang terkenal, Lord Scott.’
Laporan Columbia News Service (Agensi Berita Columbia) oleh Nevine Mabro pula menunjukkan, ‘Semakin ramai wanita Amerika keturunan Sepanyol memeluk Islam kerana tertarik dengan kemurnian ajarannya.’
WANITA DIMULIAKAN DI ZAMAN SAHABAT DAN SELEPASNYA
Pada zaman Nabi Muhammad, khalifah yang empat serta era kegemilangan empayar Islam, wanita dihargai dan diletakkan di tempat yang tinggi. Antara contoh-contohnya ialah:
Berpandukan hadis Muslim Nabi Muhammad mendoakan agar Ummu Haram, iaitu isteri sahabat Ubadah bin Shamit, dapat keluar berperang di lautan bersama-sama dengan tentera-tentera Islam yang lain. Ia menunjukkan, Nabi mengiktiraf sumbangan wanita Islam di luar rumah.
Ketika berlaku Perjanjian Hudaibiyah Nabi Muhammad mengarahkan sahabat-sahabat mencukur rambut dan menyembelih binatang ternakan sebelum kembali ke Madinah. Lantaran terlalu sedih kerana dihalang oleh golongan Quraisy dari melakukan Haji, tidak ada seorang sahabat pun yang bangun untuk melaksanakannya. Melihat keadaan itu Ummu Salamah menasihati Rasulullah agar melakukannya terlebih dahulu kerana beliau yakin selepas Baginda melakukannya sahabat-sahabat pasti menuruti baginda.
Nabi Muhammad membenarkan pandangan Ummu Salamah dan mematuhi nasihat isterinya. Apabila di amati insiden ini kita boleh mengatakan Ummu Salamah ketika itu berkedudukan seperti seorang penasihat kepada seorang pemimpin negara.
Al-Quran merupakan wahyu Allah. Pada zaman Nabi, Al-Quran dihafaz dan ditulis oleh sekumpulan sahabat. Pada zaman khalifah Abu Bakar, tulisan-tulisan Al-Quran dihimpunkan dan disimpan oleh beliau. Selepas kematian khalifah Abu Bakar, khalifah Omar menyimpannya dan selepas kematiannya himpunan ini diserahkan kepada Ummul Mukminin, Hafsah, sebelum beliau menyerahkannya kepada khalifah Uthman untuk ditulis semula dan dibukukan. Kejadian ini melambangkan kemuliaan wanita Islam serta kepercayaan Islam kepada wanitanya, kerana Hafsah diberikan kepercayaan supaya menyimpan sumber rujukan utama Islam.
Di zaman khalifah Omar, beliau melantik seorang wanita bernama Ummul Syifa binti Abdullah menjadi penyelia pasar di Madinah. Jika dibandingkan jawatannya dengan suasana hari ini, tugas ini boleh disamakan dengan tugas seorang ketua pengarah di kementerian hal ehwal pengguna.
Pada suatu ketika, khalifah Omar menyampaikan khutbah di atas mimbar dan beliau menjelaskan tentang penetapan kadar mahar agar ia tidak begitu tinggi. Seorang wanita bangun untuk menegur khalifah Omar kerana, pada pandangan wanita itu, tindakan untuk hadkan kadar mahar bercanggah dengan ketetapan Al-Quran. Selepas mendengar hujah wanita itu, khalifah Omar terus berkata, “Wanita itu betul dan lelaki ini (iaitu Omar) salah.” Riwayat ini menunjukkan penglibatan kaum wanita dalam sistem kepimpinan dan politik negara adalah penting seiring dengan kaum lelaki.
Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua selepas Al-Quran. Antara wanita Islam yang diiktiraf sebagai perawi hadis ialah Karimah Al-Mirwaziah dan As-Sayyidah Nafisah binti Muhammad. Salah seorang perawi hadis yang terkenal, Al-Hafiz ibn Asakir, pernah berkata, kaum wanita merupakan sebahagian daripada syekh dan guru yang telah mendidiknya. Imam Bukhari memandang tinggi sumbangan kaum wanita dalam Islam sehinggakan beliau meletakkan satu bab khas yang bertajuk, “Bab Peperangan Wanita Dan Perjuangan Mereka” dalam kitab Sahih Bukhari.
Kaum wanita yang berilmu tinggi boleh mengeluarkan fatwa berhubung hukum hakam Islam. Di zaman Nabi serta sahabat, peranan Aisyah amat menonjol sekali di sudut ini. Beliau bukan saja mampu mengeluarkan fatwa malah kadangkala beliau membetulkan pandangan serta fatwa yang dikeluarkan oleh sahabat-sahabat Nabi yang lain.
Contoh yang lain ialah anak perempuan kepada Imam ‘Alauddin al-Samarqandi al-Hanafi yang bernama Zainab. Beliau sering kali menyampaikan fatwa tentang persoalan agama bersama-sama dengan bapanya. Beliau kemudiannya dikahwinkan dengan seorang ulama mazhab Hanafi yang bernama Imam Al-Kasani., pengarang kitab Al-Badaii’ As-Sonaii.
Semua ini merupakan dalil-dalil kukuh yang menunjukkan wanita dalam Islam mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan sesebuah masyarakat. Walau bagaimanapun tugas-tugas ini tidak sepatutnya dijadikan alasan oleh kaum wanita untuk mengabaikan tugas utamanya sebagai isteri dan ibu yang bakal melahirkan cahaya mata bernilai bagi umat.
Tugas ini tidak dapat diambil alih oleh kaum lelaki dan ia merupakan suatu tugas yang amat mulia. Namun tugas kaum wanita bukanlah sekadar itu. Islam tidak pernah menghalang kaum wanita yang ingin berperanan di penjuru-penjuru lain selagi mana batas-batas agama dan landasan keutamaan dijaga.
Allah tidak pernah menghina atau memuliakan makhluk-makhlukNya berdasarkan jantina. Sebaliknya kemuliaan seseorang adalah berdasarkan ketakwaan nya kepada Allah. Berhubung dengan ini, di dalam surah Al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman: ‘Sesungguhnya yang paling mulia di kalangan kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu.’
Wanita dan lelaki adalah sama di sisi Allah sebagai hamba Allah. Jika seseorang wanita beriman dan beramal salih dia diganjar Allah dan diletakkan di tempat yang tinggi. Dalam surah Ali-Imran ayat 195 Allah berfirman yang bermaksud: ‘Sesungguhnya Aku tidak mensia-siakan amalan orang-orang yang beramal di antara kamu baik lelaki ataupun wanita kerana sebahagian kamu adalah keturunan dari sebahagian yang lain.’
Wanita yang bertakwa mendapat pembelaan daripada Allah. Ketika Maryam ibu Nabi Isa mengandung, masyarakat sekeliling mengutuk beliau tetapi Allah membela dan memuliakan beliau melalui firmanNya di dalam surah Ali-Imran ayat 42 yang bermaksud: ‘Dan (ingatlah) ketika malaikat (Jibrail) berkata: ‘Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang hidup semasa dengan kamu).’
Demikian juga yang berlaku ke atas ibu nabi Musa. Ketika Firaun bertindak kejam membunuh anak-anak lelaki Bani Israil, ibu nabi Musa berasa bimbang tentang keselamatan anaknya. Allah memuliakan beliau dengan menenteramkan jiwa beliau melalui firmanNya yang bermaksud: ‘Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: ‘Susuilah dia dan apabila kamu khawatir ke atas keselamatannya letakkanlah ia di atas sungai (Nil). Dan janganlah kamu bimbang dan janganlah pula bersedih hati kerana Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.’ Kenyataan ini disebutkan di dalam surah Al-Qasas ayat 7.
Pandangan dan sikap yang baik walaupun datang dari wanita, dimuliakan Allah. Di dalam surah Al-Qasas ayat 26, Allah memuliakan anak perempuan Nabi Syuaib dengan merakamkan pandangan beliau yang amat bernilai berhubung aspek pengurusan. Allah berfirman: ‘Dan salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Wahai bapaku ambillah dia (Musa) sebagai pekerja kita kerana sesungguhnya orang yang paling baik untuk dijadikan pekerja ialah seorang yang gagah lagi dapat dipercayai.’
Al-Quran juga merakamkan kebijaksanaan kepimpinan permaisuri negeri Saba, Balqis, di dalam surah An-Naml ayat 33 dan 34: ‘Mereka (para pembesar negeri Saba) berkata: ‘Kita mempunyai kekuatan dan keberanian yang cukup, namun urusan ini terserah kepadamu. Justeru, perhatikanlah apa yang hendak kamu perintahkan’. Permaisuri (Balqis) berkata: ‘Raja-raja, apabila memasuki sesebuah negeri akan merosakkan negeri itu dan menjadikan penduduk yang mulia hina. Itulah yang akan mereka lakukan.’
Islam tidak mengizinkan wanita dikotak-katikkan oleh golongan lelaki. Dalam surah an-Nisak Allah menegaskan, ‘Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memusakai wanita secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk mengambil sebahagian apa yang telah kamu berikan..’
Para suami diperintahkan Allah supaya menjaga isteri-isteri mereka dengan baik dan tidak menjadikan isteri-isteri seperti bola yang boleh ‘ditendang’ ke sana ke mari. Jika si isteri mempunyai kelemahan, si suami juga mempunyai kelemahan.
Allah menyuruh si suami melihat kebaikan yang banyak yang ada pada isteri dan tidak hanya memfokuskan kepada satu dua kelemahan yang ada. Hal ini disebutkan dalam surah an-Nisak ayat 19: ‘Pergaulilah isterimu dengan cara yang makruf. Jika kamu tidak senang dengan mereka maka bersabarlah kerana mungkin kamu tidak menyukai sesuatu tentang mereka tetapi Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.’
Wanita ada suara dalam Islam dan suara mereka dimuliakan Allah. Di zaman nabi, sahabat yang bernama Aus telah menyamakan badan isterinya, Khaulah, dengan badan ibunya (zihar). Perbuatan ini amat tidak disenangi oleh isterinya lantas beliau mengadu hal ini kepada nabi. Allah menurunkan wahyu berhubung perkara ini dalam surah Al-Mujadalah ayat 1-2: ‘Sesungguhnya Allah mendengar suara perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, dan dia telah mengadu kepada Allah..’
Menzalimi wanita adalah dilarang oleh Islam. Di zaman jahiliah adalah menjadi perkara biasa jika bayi-bayi perempuan ditanam hidup-hidup demi untuk memelihara keluarga dari aib dan malu. Islam menentang adat resam ini melalui firman Allah di dalam surah At-Takwir ayat 8 dan 9 yang bermaksud: ‘Dan apabila bayi-bayi perempuan yang ditanam hidup-hidup ditanya, kerana dosa apakah maka dia dibunuh?’ Untuk menampakkan penentangan kepada sistem jahiliah yang menghina kaum wanita, Nabi bersabda: ‘Sesiapa yang memiliki tiga orang puteri atau tiga saudara perempuan, atau dua orang puteri atau dua saudara perempuan, lalu dididiknya mereka dan dijaganya mereka dengan baik kemudian dikahwinkan mereka, baginya syurga.’ Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Tirmizi dan Abu Daud.
Kesemua ini adalah bukti yang jelas yang menunjukkan betapa Al-Quran dan Islam memuliakan kaum wanita. Justeru, pada hari ini, makin ramai wanita di Barat yang memeluk Islam. Perkembangan ini dinyatakan oleh Lucy Berrington di dalam majalah Times terbitan 9 November 1993 di bawah tajuk The Spread of a World Creed. Beliau berkata, ‘Statistik menunjukkan bagi setiap lima orang yang memeluk Islam di Amerika empat daripada mereka adalah wanita. Di Britain, di antara wanita yang memeluk Islam ialah anak perempuan kepada hakim yang terkenal, Lord Scott.’
Laporan Columbia News Service (Agensi Berita Columbia) oleh Nevine Mabro pula menunjukkan, ‘Semakin ramai wanita Amerika keturunan Sepanyol memeluk Islam kerana tertarik dengan kemurnian ajarannya.’
WANITA DIMULIAKAN DI ZAMAN SAHABAT DAN SELEPASNYA
Pada zaman Nabi Muhammad, khalifah yang empat serta era kegemilangan empayar Islam, wanita dihargai dan diletakkan di tempat yang tinggi. Antara contoh-contohnya ialah:
Berpandukan hadis Muslim Nabi Muhammad mendoakan agar Ummu Haram, iaitu isteri sahabat Ubadah bin Shamit, dapat keluar berperang di lautan bersama-sama dengan tentera-tentera Islam yang lain. Ia menunjukkan, Nabi mengiktiraf sumbangan wanita Islam di luar rumah.
Ketika berlaku Perjanjian Hudaibiyah Nabi Muhammad mengarahkan sahabat-sahabat mencukur rambut dan menyembelih binatang ternakan sebelum kembali ke Madinah. Lantaran terlalu sedih kerana dihalang oleh golongan Quraisy dari melakukan Haji, tidak ada seorang sahabat pun yang bangun untuk melaksanakannya. Melihat keadaan itu Ummu Salamah menasihati Rasulullah agar melakukannya terlebih dahulu kerana beliau yakin selepas Baginda melakukannya sahabat-sahabat pasti menuruti baginda.
Nabi Muhammad membenarkan pandangan Ummu Salamah dan mematuhi nasihat isterinya. Apabila di amati insiden ini kita boleh mengatakan Ummu Salamah ketika itu berkedudukan seperti seorang penasihat kepada seorang pemimpin negara.
Al-Quran merupakan wahyu Allah. Pada zaman Nabi, Al-Quran dihafaz dan ditulis oleh sekumpulan sahabat. Pada zaman khalifah Abu Bakar, tulisan-tulisan Al-Quran dihimpunkan dan disimpan oleh beliau. Selepas kematian khalifah Abu Bakar, khalifah Omar menyimpannya dan selepas kematiannya himpunan ini diserahkan kepada Ummul Mukminin, Hafsah, sebelum beliau menyerahkannya kepada khalifah Uthman untuk ditulis semula dan dibukukan. Kejadian ini melambangkan kemuliaan wanita Islam serta kepercayaan Islam kepada wanitanya, kerana Hafsah diberikan kepercayaan supaya menyimpan sumber rujukan utama Islam.
Di zaman khalifah Omar, beliau melantik seorang wanita bernama Ummul Syifa binti Abdullah menjadi penyelia pasar di Madinah. Jika dibandingkan jawatannya dengan suasana hari ini, tugas ini boleh disamakan dengan tugas seorang ketua pengarah di kementerian hal ehwal pengguna.
Pada suatu ketika, khalifah Omar menyampaikan khutbah di atas mimbar dan beliau menjelaskan tentang penetapan kadar mahar agar ia tidak begitu tinggi. Seorang wanita bangun untuk menegur khalifah Omar kerana, pada pandangan wanita itu, tindakan untuk hadkan kadar mahar bercanggah dengan ketetapan Al-Quran. Selepas mendengar hujah wanita itu, khalifah Omar terus berkata, “Wanita itu betul dan lelaki ini (iaitu Omar) salah.” Riwayat ini menunjukkan penglibatan kaum wanita dalam sistem kepimpinan dan politik negara adalah penting seiring dengan kaum lelaki.
Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua selepas Al-Quran. Antara wanita Islam yang diiktiraf sebagai perawi hadis ialah Karimah Al-Mirwaziah dan As-Sayyidah Nafisah binti Muhammad. Salah seorang perawi hadis yang terkenal, Al-Hafiz ibn Asakir, pernah berkata, kaum wanita merupakan sebahagian daripada syekh dan guru yang telah mendidiknya. Imam Bukhari memandang tinggi sumbangan kaum wanita dalam Islam sehinggakan beliau meletakkan satu bab khas yang bertajuk, “Bab Peperangan Wanita Dan Perjuangan Mereka” dalam kitab Sahih Bukhari.
Kaum wanita yang berilmu tinggi boleh mengeluarkan fatwa berhubung hukum hakam Islam. Di zaman Nabi serta sahabat, peranan Aisyah amat menonjol sekali di sudut ini. Beliau bukan saja mampu mengeluarkan fatwa malah kadangkala beliau membetulkan pandangan serta fatwa yang dikeluarkan oleh sahabat-sahabat Nabi yang lain.
Contoh yang lain ialah anak perempuan kepada Imam ‘Alauddin al-Samarqandi al-Hanafi yang bernama Zainab. Beliau sering kali menyampaikan fatwa tentang persoalan agama bersama-sama dengan bapanya. Beliau kemudiannya dikahwinkan dengan seorang ulama mazhab Hanafi yang bernama Imam Al-Kasani., pengarang kitab Al-Badaii’ As-Sonaii.
Semua ini merupakan dalil-dalil kukuh yang menunjukkan wanita dalam Islam mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan sesebuah masyarakat. Walau bagaimanapun tugas-tugas ini tidak sepatutnya dijadikan alasan oleh kaum wanita untuk mengabaikan tugas utamanya sebagai isteri dan ibu yang bakal melahirkan cahaya mata bernilai bagi umat.
Tugas ini tidak dapat diambil alih oleh kaum lelaki dan ia merupakan suatu tugas yang amat mulia. Namun tugas kaum wanita bukanlah sekadar itu. Islam tidak pernah menghalang kaum wanita yang ingin berperanan di penjuru-penjuru lain selagi mana batas-batas agama dan landasan keutamaan dijaga.
Wahai orang-orang kafir!Kalian akan masuk neraka yang sangat panas jika mati tidak sempat tobat.Ucapkanlah Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah agar kalian mendapat kejayaan.
March 28, 2011 at 12:19 am
March 28, 2011 at 12:23 am
March 29, 2011 at 6:24 am
NIH AJARAN YESUS DI KITABMU.
AH YANG BENER AJA KITAB KIDUNG AGUNG DIBACAKAN MALAM PASKAH BIKIB NGERES ANUNE.XIXIXIXI BUKAN BIKIN DAMAI DAN SEJUK.
KIDUNG AGUNG 7:1. Betapa indah langkah-langkahmu dengan sandal-sandal itu, puteri yang berwatak luhur! Lengkung pinggangmu bagaikan perhiasan, karya tangan seniman.
7:2 Pusarmu seperti cawan yang bulat, yang tak kekurangan anggur campur. Perutmu timbunan gandum, berpagar bunga-bunga bakung.
7:3 Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar kijang.
7:4 Lehermu bagaikan menara gading, matamu bagaikan telaga di Hesybon, dekat pintu gerbang Batrabim; hidungmu seperti menara di gunung Libanon, yang menghadap ke kota Damsyik.
7:5 Kepalamu seperti bukit Karmel, rambut kepalamu merah lembayung; seorang raja tertawan dalam kepang-kepangnya.
7:6 Betapa cantik, betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi.
7:7 Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan buah dadamu gugusannya.
7:8 Kataku: “Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang gugusan-gugusannya Kiranya buah dadamu seperti gugusan anggur dan nafas hidungmu seperti buah apel.
7:9 Kata-katamu manis bagaikan anggur!” Ya, anggur itu mengalir kepada kekasihku dengan tak putus-putusnya, melimpah ke bibir orang-orang yang sedang tidur!
7:10. Kepunyaan kekasihku aku, kepadaku gairahnya tertuju.
7:11 Mari, kekasihku, kita pergi ke padang, bermalam di antara bunga-bunga pacar!
7:12 Mari, kita pergi pagi-pagi ke kebun anggur dan melihat apakah pohon anggur sudah berkuncup, apakah sudah mekar bunganya, apakah pohon-pohon delima sudah berbunga! Di sanalah aku akan memberikan cintaku kepadamu!
7:13 Semerbak bau buah dudaim; dekat pintu kita ada pelbagai buah-buah yang lezat, yang telah lama dan yang baru saja dipetik. Itu telah kusimpan bagimu, kekasihku!
KALAU ANDA PERCAYA KITAB INI DARI TUHANNYA ORANG ISRAEL ATAU SABDA NYA YESUS.
LALU PELAJARAN APA YANG DIDAPAT DARI KITAB SUCI INI.
SEORANG PENDIDIKAN SARJANA AKAN MALU UNTUK MENGAKUI INI DARI TUHAN.LALU SUJUD PADA KITAB INI.
KAWAN SAYA YANG MUALAF MALU MAU MENERIMA INI KATA2 DARI TUHAN.KARENA IA SEORANG SARJANA, PENULIS, BERPENDIDIKAN.
ANDA KOK BELA MATI2AN INI KATA KATA TUHAN.
APA UNTUNGNYA ADA BELA AGAMA BUATAN MANUSIA???DENGAN KITABNYA YANG MEMALUKAN.KECUALI HATI ANDA SUDAH KOTOR BENAR DARI NILAI KETUHANAN.
TUNGGULAH AZAB AKAN MENIMPA ANDA YANG MEMBAKAR KULIT ANDA SELAMA LAMANYA KALAU ANDA MASIH MEMBELA AGAMA BUATAN MANUSIA.
ALLAH AKAN MENGAZAB ORANG YANG MELAMPAUI BATAS.
SEORANG YANG IKHLAS MENCARI HIDAYAH AKAN MUAK MEMBACA KITAB INI.
ORANG2 HINDU,BUDHA,KONG HU CU,ATAUPUN ORANG TAK BERAGAMA AKAN MENGATAKAN INI KITAB ORANG 2 MESUM.TULISAN ANAK SEKOLAHAN.
YANG JELAS KITAB INI TELAH MENYEBABKAN ORANG2 BARAT MUAK, MEREKA MENJADI KOMUNIS,LIBERALIS,MATERIALIS.KRISTEN KHATOL AJA NGAKU2 MEREKA UMATNYA.GEREJA2 UDAH PADA DIBELI DIJADIKAN NIGHT CLUB DAN BANYAK DIJADIKAN MESJID.
INI FAKTA.DIPERANCIS SEKARANG ADA 8 RIBU MASJID.
SEORANG BARAT AHLI TAFSIR BIBLE WOLLASTON MENULIS “misi islam sama sekali tidak bisa diabaikan. orang orang yahudi, penyembah berhala dan orang2 kristen tampak tenggelam di hadapannya agama masa depan yang hanya menyembah satu Tuhan.Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah nabiNya, telah menjadi sebuah faktor dalam sejarah dunia.Kunci surga adalah mengamalkan apa yang ditekankan oleh Rasulullah saw sendiri, yakni” menyetakan bahwa tiada Tuhan selain Allah yang tunggal, tiada sekutu baginya.(1/2 hour with Muhammad)
Michael Hurt MALAHAN MENEMPATKAN NABI MUHAMMAD SEBAGAI ORANG PALING BERPENGARUH DI DUNIA.SEDANGKAN TUHANNYA SENDIRI SI YESUS NOMOR 3 ITUPUN DIA MASIH BAGI DUA DENGAN PAULUS KEDUDUKANNYA.
Reply
#
CIKK Says:
March 29, 2011 at 4:39 am
104:1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
104:2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya,
104:3. dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,
104:4. sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
104:5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
104:6. (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
104:7. yang (membakar) sampai ke hati.
104:8. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
104:9. (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.
March 29, 2011 at 9:35 am
Baca saja ini, hai CIKK CIKK Periuk:)
November 9, 2011 at 2:54 am
gosipbola.com…
[…]Dicerai Istri Gara-gara Suami Buka Cadar « Siap Murtad[…]…
May 27, 2012 at 3:13 am
fshion wanita…
[…]Dicerai Istri Gara-gara Suami Buka Cadar « Siap Murtad[…]…
June 24, 2012 at 8:32 am
Makin banyak gw baca tentang islam,
perut gw makin mulesss…..